Pelepasan Wisudawan FETP UI angkatan II program Magister Epidemiologi berlangsung dalam tiga rangkaian acara. Diawali prosesi syukuran Fakultas, khusus alumni FKM UI pada pagi hingga siang hari rabu, 14 september 2011 di ruang promosi doctor FKM UI. dirangkaiakan dengan pemberian ucapan selamat oleh bapak Rektor UI pada jam dua siang di Balairung UI dengan pakaian toga lengkap. Acara kedua, wisuda program profesi, spesialis, magister dan doktor berlangsung sabtu, 17 september 2011 di Balairung UI. Puncak acara bagi kami, khusus peserta pendidikan FETP (Field Epidemiology Training Program/Epidemiology lapangan),program khusus kerjasama Kemenkes dengan dua universitas di Indonesia, UI dan UGM Jogyakarta. Kami FETP angkatan II UI dilepas oleh dekan FKM UI dalam acara pelepasan wisudawan FETP UI angkatan II di ruang promosi doktor FKM UI pada senin 19 september 2011. Acara dihadiri oleh sivitas akademik departemen Epidemiology FKM UI, perwakilan angkatan I dan FETP angkatan IV. Angkatan III yang sedang praktek lapangan III tidak ikut serta dalam acara pelepasan. Bapak I Nyoman Kandun selaku direktur FETP Indonesia juga hadir bersama bapak Sholah Imari sekaligus mewakili pihak kemenkes RI.
Acara diformat sederhana. Hanya ada pidato-pidato yang ditutup dengan doa dan makan siang. Pak Miko selaku penanggung jawab FETP UI dalam laporannya antara lain menyebutkan bahwa ada penurunan IPK rata2 dibanding angkatan sebelumnya selain itu dalam laporan tersebut juga disampaiakan adanya peserta yang pindah jurusan dan satu orang tertunda. Hal yang menyedihkan kami, khususnya satu orang yang tertunda. Seorang teman yang kami sapa “professor” karena kecerdasannya dalam beberapa hal dibanding kami. Saudara yang suka membantu teman secara diam2, dia yang selalu menyembunyikan superioritasnya. Mungkin bagian dari karakter orang cerdas itulah dia tidak bersama kami wisuda, ketika “pembangkangan”nya dalam diam terhadap instrument penelitiannya yang disoal penguji dalam sidang proposal tesis. Syukurlah semua sudah dilaluinya dan dinyatakan lulus dalam sidang tesis di bulan Ramadhan lalu dan berhak diwisuda priode desember 2011. Kesedihan yang menyembulkan haru kebanggaan, dibalik sukses tertunda teman kami itu saya menyaksikan dua idealisme tegak sekaligus. Pertama, idealisme pendidikan di kampus ini yang selalu mengarahkan pada pencapaian kebenaran ilmiah. Idealisme kedua adalah idealisme teman saya yang meyakini apa yang dibuatnya juga benar.
Idealisme pendididkan di Universitas Indonesia khususnya di Departemen Epidemiology FKM UI berlangsung sepanjang proses akademik. Ilmu epidemiologi diajarkan dengan sistem blok 2 bulan penuh teori dan empat bulan praktek lapangan. Konsekuensinya belajar dari pagi jam delapan sampai jam 5 sore,beberapa diantaranya sampai malam hari. Karena epidemiology adalah ilmu aplikasi maka para dosen selalu memberi ’oleh2” tugas diakhir kuliah. Maka jadilah malam-malam sepanjang dua bulan itu adalah malam dengan jam tidur seadanya. Hari minggupun kadang harus dilalui dengan tatap muka dengan laptop, kejar tayang selesaikan tugas2. apalagi dipenghujung masa kelas room. Proposal proyek lapangan harus rampung dan siap dipresentasikan di kelas. Syukur2 kalo koreksinya tidak banyak. Setelah kelas room selesai tiap semester, segera persiapkan diri menuju lapangan praktek. Melaksanakan tugas lapangan yang laporannya tidak beda dengan sebuah tesis, tanpa jeda libur. Libur hanya didapatkan dari kemurahan hati pembimbing lapangan. Itupun ijin diberikan bila alasan kepulangan jelas dan tidak boleh tidak.
Karena beratnya proses pendidikan itu, kami pernah coba ajukan komplain. Dijawab penanggung jawab program
“kalian khan sudah melalui ujian test potensi akademik, test itu di format dengan beban seperti ini,..yang lulus TPA seharusnya mampu ikuti proses belajar seperti ini, kecuali kalian asal jawab dan benar pada saat ujian masuk”
lha!...tak putus asa, kami ajukan keringanan lagi. Untuk power point agar di-bahasa indonesiakan tidak in English, jawabannya sama saja “ test masuk bahasa inggeris anda juga telah disesuaikan dengan model ini”.
Akhirnya kami sepakat, sudah, nggak usah protes lagi!.
Lapangan praktek kami tersebar, yang paling barat di Kab. Batubara, Sumut, ada yang di Bengkayang, perbatasan RI- Malaysia di Kalimantan Barat. Saya sendiri di Balai Besar Tekhnik Kesehatan Lingkungan dan Pemberantasan Penyakit Menular (BBTKL-PPM) Surabaya. Magang selama empat bulan per semester. Tugas lapangan masing-masing adalah melakukan Analisis situasi pada semester I, evaluasi system surveilans di smester II dilanjutkan melakukan riset operasional untuk semester III dan melaksanakan implentasi, proyek pelatihan pada semester IV. Tugas lapangan ini dipresentasikan di lapangan praktek sebelum dibacakan di kemenkes dan ruang kelas.Tugas lapangan itu masih ditambah dengan laporan investigasi wabah minimal dua kali.
Ahir masa studi di semester IV kami hanya mendapat kuliah manuskrip dan tesis. Tapi seperti studi S2 lainnya, masa kritis studi adalah pada bagian ini. Ujian proposal tesis, hasil dan sidang tesis pada semester IV sekaligus. Sementara proyek lapangan juga harus disetor dalam bentuk mirip tesis yang sudah disetujui oleh pembimbing lapangan dan akademik. Semua mahasiswa sama saja, semua tugas lapangan belum mendapat persetujuan PA dan PL untuk dijilid. Jadilah stress makin berat. Tugas lapangan disetor sebagai syarat menerima ijazah maka sama pentingya dengan tesis. Apalah gunanya yudisium, wisuda tanpa selembar ijazah.
Untuk keperluan tesis saya harus balik lagi ke Surabaya untuk melengkapi data. Judul yang disetujui PA adalah “Pengaruh Pajanan PM2,5 terhadap kejadian gangguan fungsi faal paru masyarakat sekitar pusat semburan lumpur Lapindo, Sidoarjo”.. berat bagi saya, antara lain karena reverensi tidak cukup tersedia.
Dalam situasi underpressure itu saya berpikir untuk “minta bantuan”orang lain mengolah data dan membuat tesis sembari saya menyelesaikan tugas lainnya. Apalagi memang sebagai orang dengan pendidikan diploma keperawatan dan sarjana jurusan administrasi kesehatan, analisa data penelitian epidemiology relative sulit bagi saya. Maka hari2 berikutnya mencarai orang yang bisa bantu. Namun apa lacur, saya mengikuti beberapa sidang hasil teman. Saya terperangah dengan pertanyaan yang diajukan. Bukan hanya teori,metodologi dan sample size yang jadi topik pertanyaan tapi juga analisa datanya. Pake uji apa?, bagaimana menghitugnya? Pakai aplikasi apa?. Tidak jarang diminta langsung mendemonstrasikan!! Wah, bagaimana bila analisanya dibuatkan orang lain,…pasti tidak bisa jawab dan tentu dinyatakan tidak berhak maju ke sidang tesis.
Live must go on!!! segera saya hampiri teman yang sukses melewati ujian hasil. Minta diajari analisa data, termasuk rupa2 jenis ujinya. Menghadang dosen2 yang baru ngajar mau istrahat sambil bawa laptop minta diajari. Syukurnya semua bersedia, teman dan para dosen dengan sabar menuntun, mengajari analisa data. Karena “power of kepepet”, diluar dugaan cepat juga saya pahami sedikit2. saya belajar yang sederhana saja, analisis univariat, bivariat, multi variat dan seleksi confounding. Tesis saya buat dengan model analisa itu. Partikulat matter 2,5(PM2,5) sebagai eksposure utama dibuat tidak memenuhi syarat dan memenuh syarat. Setelah melalui beberapa konsul pembimbingan, tesis saya dianggap layak maju ke sidang hasil. Sidang hasil dilalui hanya dengan sedikit perbaikan lalu saya mengajukan ijin sidang tesis. Dari saran pembimbing akademik saya, ibu Ratna Djuwita yang juga Ketua Departemen Epidemiologi FKM UI, demi kesempurnaan tesis anda kata beliau, karena temanya lingkungan, harus ada expert bidang kesehatan lingkungan. Untuk itu beliau sarankan tidak tangung-tanggung, bapak Budi Haryanto, ketua Departemen Kesehatan Lingkungan FKM UI. Penguji lainnya adalah epidemiologist. Bapak I Nyoman Kandun, mantan Dirjen Pengendalian penyakit Depkes RI, direktur FETP Indonesia yang juga ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologist (PAE) Indonesia, beiau alumni FETP pada jamannyadan bapak Bambang Wahyudi, juga alumni FETP pada masanya Kepala BBTKL-PPM Surabaya yang juga pembimbing lapangan saya.
Dengan segenap doa tahajjud malam dan duha mengiringi sidang tesisku. Karena kekuatan gaib dari Nya pertanyaan2 penguji saya jawab dengan lancer penuh keyakinan. Sampai pada pertanyaan
“mengapa jarak tidak berhubungan dengan kejadian penurunan fungsi paru warga”?
saya jawab
“hal tersebut terjadi dimungkinkan karena sample saya kecil yakni hanya 55 orang pada masing2 populasi dekat dan jauh sehingga jumlah seluruhnya 110, hal ini telah saya jelaskan pada keterbatasan penelitian ini. Namun demikian, sesungguhnya lebih banyak gangguan terjadi pada warga dekat semburan tapi selisihnya kecil karena sample sedikit, bisajadi hal itu mengakibatkan secara statistic tidak berhubugan”.
Penguji dapat menerima, jelas dari ekpresinya. Setelah semuanya selesai saya di minta keluar, penguji sidang. Sesaat kemudian saya dipanggil masuk lagi, saya duduk lagi siap mendengar keputusan yang akan dibacakan pembimbing akademik saya selaku pimpinan sidang. Saya coba menenangkan degup jantungku dengan napas panjang. Satu persatu kata yang diucapkan bu Ratna saya simak dengan seksama
“setelah penguji bersidang anda dinyatakan lulus dengan nilai sempurna! Tapi tentu dengan perbaikan-perbaikan yang akan anda konsulkan lagi”
saya menjawab mantap
“terimakasih bu”.
Malapetaka terjadi segera setelahnya. Pimpinan sidang melanjutkan
“karena muatantesis ini besar, dapat saja orang salah menafsirkan atau dimanfaatkan pihak tertentu, maka PM2,5 nya sebagai pajanan utama anda harus kontinyukan datanya tbukan lagi memenuhi syarat dan tidak memenuhi syarat. Dengan begitu akan terlihat mana yang konsentrasinya lebih tinggi, pada yang jauh dan dekat demikian juga pada yang sakit dan normal”
Pandanganku berkunang2. menyelesaikan tesis ini saja rasanya lebih dari kemamupan saya. Berat badan turun drastis dan uban berlomba hiasi kepalaku. Kekuatan darimana lagi yang bisa saya pakai untuk melakukan seperti saran beliau. Saya jawab saja sekenanya
“saya tidak mampu bu”
Bak petir siang bolong saya dengar jawaban dari mulut beliau
“bukannya kamu tidak mampu, kamu tidak mau. Coba dulu apalagi nilaimu cukup baik”
Saya tidak menjawab lagi, hampir2 lupa salami dewan penguji karena beban baru itu.
Pasca sidang tesis saya mulai tanya sana-sini. Teman beri masukan, mulai lagi benahi tesis. Sayang, sampai deadline pengumpulan tesis sebagai syarat yudisium, pembenahan belum rampung. Setelah mengejar PA ke Bogor kemarinnya. Hari ini, hingga sore saya masih dihadapan beliau di ruangannya tanpa mendapat tanda tangan, penguji lain, beres. Sebagai pengajar metodologi penelitian, beliau benar2 mengarahkan saya sampai pada kesimpulan yang beliau inginkan. Lagi2 sayang, saya tidak mampu. Pikiran saya hanya satu. Besok jam dua, tesis ini harus disetor untuk dapat dinyatakan lulus. Saya tidak lagi dapat menyimak apa yang beliau katakan. Kadang2 beliau minta dosen lain menjelaskan pada saya maksudnya karena ekpresi bingung tak mampu aku sembunyikan.
Pikiranku menerawang jauh ke kampung halaman, pada keluarga. Saya tidak perlu malu tidak lulus pikirku, memang aku tidak mampu. Sudah berhenti saja disini. Tapi bayangan ganti rugi pada sponsor menjadi pertimbangan lain. Tunda saja, alternative lain, konsekuensinya harus bayar BOP lagi satu semester, hampir 10 juta.Tidak apa, bisa utang IMF (isteri,famili dan mertua, hehehehe) daripada stress berat. Keputusanku saat itu. Mantap dengan pilihan itu, serta merta tesis, lembar persetujuan dan beberapa buku milikku saya masukkan dalam tas dan beranjak berdiri, pulang. PA sempat bertanya mau kemana, saya jawab “pulang bu”.
“lho, gimna dengan tesisnya?”
Saya tidak jawab lagi tetap menuju kost-an. Kost-an saya dijadkan markas teman2. karena kami tinggal betiga pada sebuah rumah yang punya ruang tamu. Disitulah saban mengerjakan tugas, kami kumpul. Tiba di kosan. Suasananya ramai. Teman2 kejar tayang menyempurnakan tesis, salin di Cd. Semua teman menyambut saya dengan harapan saya mendapat persetujuan setor tesis yg sudah lulus ujian. Serempak bertanya bagaimana, dapat tanda tangan? Saya berlalu ke kamar langsung merebahkan badan. Saya butuh relaksasi. Sambil hirup napas dalam saya yakinkan diri. Gagal disini bukan akhir semuanya. Apalagi orang tahu sulitnya lulus di sekolah ini. Saya hibur diri. Saya berkata pada teman setelah mereka ikut ke ke kamar saya,
“selamat teman2 saya harus tertunda, tidak apa”.
Inisiatif teman2 menghadap langsung PA saya. Diwakili Andipa dan Maman. segera ganti baju pakai batik menghadap bu Ratna. Saat itu maghrib. Melalui jasa dua teman itu sebagai negosiator, disepakati. Untuk memenuhi syarat yudisum tanggal 14 juli,tesis ujian sidang tesis boleh disetor meskiupun tetap memperbaiki sesuai kehendak PA. maka lembar persetujuan diantar lagi kehadapan PA dan segera ditanda tangani. Lega, untuk sementara.
Episode perbaikan tesis selanjutnya memaksaku melewati ramadhan di Jakarta lagi sampai 12 Ramadhan tetapi saya puas dengan pengalaman berat itu setelah sebentuk senyum PA tersungging setelah membaca tesis hasil perbaikan sekaligus restu untuk jilid. Alhamdulillah pengalaman itu membuat saya punya dua buah tesis yang dijid rapih.
Tugas lapangan mendesak berikutnya adalah pelatihan di tempat tugas. Segera dibuat. Setelah proposal mendapat acc PA saya menuju Surabaya. Presentasi, sebelum pulang menuju rumah.
Menjalani sisah ramadhan dirumah masih dengan kesibukan perbaikan tugas2. 6 tugas belum mendapat persetuan satu pun!. By email konsul diteruskan. Sampai hari wisuda tanggal 14 dan 17 september dan acara pelepasan senin 19 september 2011. tak satupun ditandatangani. Rabu dan jumat sebelumnya saya manfaatkan juga untuk konsul tapi belum mendapat goresan tandatangan. Saya sudah agendakan, bila mendapat satu dua tanda tangan saya bisa bertahan hingga akhir September namun bila trend nya negative artinya tanpa tanda tangan pada minggu ini maka akhir minggu saya pulang ke Makassar. Biarlah saya lulus tanpa selembar Ijazah.
Untuk acara pelepasan, saya didaulat teman untuk mengantarkan kesan dan pesan lulusan. Saya buat konsep yang singkat. Saya cobakan, sekitar 4 menit saja. Intinya terimakasih dan permohonan maaf. Itu saja.
Di acara pelepasan, berturut-turut pidato diantarkan. Setelah laporan pak Miko, giliran Ketua Departemen Epid, Bu Ratna, PA saya..intinya beliau juga mohon maaf bila selama proses belajar ada tekanan dan ketidak nyamanan. Semata2 hal tersebut dilakukan untuk mengarahkan peserta didik menjadi tangguh dan mumpuni di bidangnya. Pak dekan mengingatkan agar senantiasa menjaga nama baik almamater dan Pak Nyoman selaku direktur FETP Indonesia memaparkan peluang seorang alumni FETP berkiprah di berbagai lapangan kesehatan dalam negeri dan luar negeri. Saya mendapat giliran terakhir sebelum pembacaan doa oleh Andipa.
Terinspirasi pembicara sebelumnya, konsep saya akhirnya hanya menjadi patron dalam menyampaiakan sambutan. Tanpa saya sadari, sambutan memanjang hingga hampir satu jam. Saya sisipkan mewakili teman kami mohon maaf atas keterbatasn kemampuan kami termasuk menyelesaikan tugas2 jauh dari standar. Saya berhenti ketika saya ikut terharu dan suara saya berubah.
Pada acara santap siang saya menghampiri PA untuk mendapat jadwal konsul tugas. Beliau mengatakan bersedia setelah santap siang. Saya lega.
Di ruang epid, di depan meja supervisor saya yang sudah sangat familiar bagi saya…saya duduk tertegun sesekali meunjukkan perubahan pada lembar tugas2 sesuai saran beliau. Satu persatu tugas2 itu di tandatangani,..sampai tugas ke kenam…. Saya mohon restu menjilid. Dijawab dengan anggukan dan senyum. Luar biasa! Anugerah terindah Tuhan hari itu. Segera saya paham maksud sambutan beliau tadi. “semata-mata untuk mengarahkan mencapai kebenaran ilmiah.” Saya bahagia dan bermaksud membagi kebahagiaan itu dengan membuat tulisan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H