Baru saja saya ditelepon calon bupatiku. Dia menyuruh saya mengatur acara tahun baru. Tentu saya jawab baik, siap pak. Saya menjadi sibuk karena telepon tadi. Banyak orang saya hubungi agar mau datang, maklum sekalian ajang kampanye. Saya mampir ke ATM, cek saldo. Alhamdulillah ada tambahan 10 juta rupiah. Artinya acara itu sekelas sepuluh juta rupiah. Calon Bupatiku pasti baru transfer ke rekeningku.
Berbagai kalangan hadir. Sejam sebelum pergantian Tahun sang calon Bupati berpidato. Luar biasa! semua tepuk tangan. Suatu pidato hebat! tentang harapan masa depan dan kejelian memilih calon pemimpin.
" Saudara2 tahun depan sebentar lagi, tantangan yg kita hadapi makin bervariasi, kebodohan dan kemiskinan tak boleh lagi abadi. Oleh karena itu saudara2 harus pandai memilih. Bertepatan Tahun 2011 kita juga akan Pemilukada, memilih Bupati. Pilihlah yang dapat berbuat mengeluarkan saudara dari masalah. Kita tidak boleh terperangkap dalam lobang yang salah. Memilih karena kharisma, kepandaian, ketaatan beragama dan lain lain tapi yang haru dipilih nanti adalah pemimipin diantara kita, sesama orang bodoh sesama orang miskin sesama orang yang kurang paham agama. Karena kalau mereka yang berbeda kita pilih mereka tidak tahu masalah kita. Oleh karena itu saudara2 pilihlah saya yang tak lain adalah saudara kalian, status kita tidak berbeda saya hanya punya kemauan memimpin kalian agar hidup dapat berubah, selamat tahun Baru!!!"
Begitulah cupilkan pidatonya...
Satu hal yang tidak jujur dalam pidatonya adalah dia menyebut dirinya sebagai sesama orang miskin padahal Dia sangat kaya. Tapi semua orang bertepuk tangan. Hidup Ambo!,Hidup Ambo! semua orang mengulang-ulang menyebut namanya.
Setelah pergantian tahun. Pesta berlanjut. Ambo dan tokoh masyarakat lainnya larut dalam pesta semalam suntuk. Ikan bakar, kambing guling, Vodka, bir sampai Ballo tersedia. Musik Elekton sewaan mengiring. Sesekali pak Ambo menyanyi, kian pagi warna musik berganti house musik, semua bergoyang. Saya senang beberapakali pak Ambo mengacungkan jempolnya padaku, maksudnya urusan pestaku sukses.
Ambo adalah orang kaya dermawan. Dulu ayahnya adalah tengkulak di daerah kami. Suatu kampung Nelayan. Sepeninggal ayahnya, Ambo melanjutkan mengurusi bisnis ayahnya. Tetap saja tengkulak tapi lebih "sopan" dan tidak makan sendiri. Dia suka bagi2. Dengan pejabat dan orang kampung. Hampir semua rumah dikampung atas namanya, yang menempati hanya hak sewa saja. Termasuk rumah ayahku. Setahuku dia sekolah sampai tamat Sekolah dasar, SMP dan SMA hanya ujian persamaan. Tapi dia piawai berkomunikasi. Mimik dan konten yang di bicarakan seolah2 menunjukan dia orang terpelajar. begitulah Ambo kini maju sebagai kandidat Bupati di daerahku lewat jalur independen.
Sebagai orang dekat Ambo, saya selalu mendukungnya. Ayahnya yang menyekolahkan saya hingga selesai STPDN. Saya tahu banyak yang telah dibayar ayahnya menyekolahkan saya apalagi saat pertama meluluskan saya masuk sekolah itu. Sudah rahasia umum, di sekolah itu masuk harus bayar mahal. Sebagai imbalan, ayahku menjadi juragan kapal nelayannya hingga mati tanpa perhitungan upah. Biaya hidup seadanya diberikan sang Juragan, ayah Ambo kepada keluarga kami untuk hidup sehari-hari. Aku anak sulung, semua adikku tidak sekolah. Mereka ikut ayah melaut, yang perempuan jadi pembantu di rumah ayah Ambo.
S2 saya dibiayai oleh Ambo, Magister Hukum, katanya biar bisa jadi konsultan hukumnya karena Dia gemar melawan hukum. Saat ini saya adalah camat di wilayah kampung kami. Posisiku aman karena Bupati telah dua priode jadi tak akan maju lagi. Karena Itu, Pilkada jadi ramai kandidat termasuk Ambo.
Membaca koran pagi tadi, saya heran bercampur senang. Pada halaman politika ada laporan tentang popularitas kandidat dari sebuah lembaga terpercaya, LSI. Kandidat saya, Ambo, terpopuler. Saya jadi senang langsung menelpon dia.
"Halo, pak, bapak sudah baca koran hari ini?? tanyaku
"mana sempat, saya khan tidak suka baca koran, semuanya bohong" katanya
"Pak ada yang perlu bapak baca, itu pasti tidak bohong pak" saya meyakinkan
"memangnya berita apa??"
"Berita tentang popularitas calon pak"
"Lalu kenapa?"
"hasil survei LSI menempatkan bapak sebagai kandidat yang paling populer pak"
"ooo, memang"
"Alhamdulilah pak"
"Saya sudah tahu, khan lembaga itu yang akan jadi konsultan politik saya. Sebagai Pendahuluan dia merelease laporan itu ke koran, tiga koran lho. Untuk kerjanya itu saya sudah kasih 1 Milyar rupiah. Tidak usah pakai suvei yang penting harus kita kelihatan paling populer. Nanti dia akan kita bayar 30 miliar termasuk bagi2bagi uang ke rakyat dia yang urus bukan kita lagi"
"oo ia pak,..terimakash pak"....saya melongo ah benar juga dia bilang tadi, semua berita bohong. Pantas Calon bupatiku itu malas baca koran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H