Mohon tunggu...
Zuhanna A.Z
Zuhanna A.Z Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Kalisat, Jember, Jawa Timur. Penulis lepas khususnya terkait bidang sosial, budaya, sejarah dan juga lingkungan.

Rakyat biasa yang merangkap penulis lepas. Tinggal di desa, memilih jauh dari kota.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengenal Aksara, Tradisi Budaya Indonesia yang Hampir Punah

26 November 2021   22:50 Diperbarui: 29 November 2021   12:12 1654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecintaannya pada bahasa dan budaya, membawa Ridwan Maulana untuk menggeluti usaha pengenalan dan pelestarian aksara sejak SMA pada tahun 2015 hingga kini. Berawal dari rasa ingin tahu yang tinggi sejak masa sekolah tentang aksara yang ada di nusantara, kini ia telah melakukan upaya-upaya pengelan aksara seperti menulis di blog, membuat konten di media sosial, membuat font-font akasara, mendirikan Writing Tradition Project, dan menerbitkan buku tentang aksara yang berjudul Aksara-aksara di Nusantara: Seri Ensiklopedia pada tahun 2020. 

Bagi Ridwan Maulana, buku itu merupakan salah satu karya besar yang awalnya dibuat hanya untuk kebutuhan pribadi. Ia menulisnya hanya di buku tulis. Namun, merasa hal tersebut tidak leluasa karena tidak fleksibel ketika harus mengubah dan menambahkan informasi. 

Akhirnya Ridwan mencoba mengumpulkan dan melengkapi semua informasi yang didapat dan mendigitalkan karyanya. Kemudian diposting difacebook dan mendapatkan tanggapan yang luar biasa dari para pegiat aksara. Selama proses pembuatannya, hal yang paling sulit dilakukan adalah mencari referensi terkait aksara nusantara. 

Namun, hal tersebut semakin memotivasi untuk terus berupaya mengusakanannya. Proses penyusunan bukunya memakan waktu hampir 2 tahun. Semuanya dimulai dari nol, dan semua proses pembuatannya dilakukan sendiri. Mulai dari penulisan, layout, membuat font sendiri, dan beberapa hal lainnya. 

Buku tersebut dibuat agar lebih mudah dibaca oleh siapa saja, jadi penulisannya menggunakan bahasa latin. Sehingga lebih mudah bagi yang awam. Ia juga lebih untuk tujuan literasi dan edukasi serta memudahkan mengenal lebih dekat aksara-aksara nusantara. 

"Tantangan menulis aksara secara digital tentu saja ada. Seperti copyright dan tentu saja software yang tepat dan mendukung agar kita bisa mengetik aksara itu," jelas Ridwan dalam sebuah kesempatan live instagram bertajuk 'Bincang MIMDAN #1' yang terselenggara atas kolaborasi Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) lewat program Merajut Indonesia (merajutindonesia.id) Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara (MIMDAN) dan Writing Traditional Project pada 26 Juni 2021. 

Dalam bukunya, Ridwan juga menuliskan tentang awal mula tradisi tulis di dunia. Sejarah tulisan mencatat bahwa manusia menciptakan 2 simbol visual untuk berkomunikasi. Ia adalah gambar dan tulisan. Gambar sudah muncul sekitar 30.000 tahun SM, sedangkan tulisan baru muncul sekitar 3000 tahun SM, pada peradaban mesopotania. 

Simbol gambar dan tulisan berbeda. Gambar dibuat untuk kebutuhan spiritual. Sedangkan penemuan tulisan yang pertama diciptakan berupa guratan-guratan di kepingan tanah liat yang berupa bilangan. Ia diciptakan dengan tujuan untuk kebutuhan ekonomis. 

Selanjutnya berkembang dan ditemukan peradaban tulisan di beberapa daerah seperti Mesir, Sungai Hindus, China Kuno dan beberapa lainnya. Kemudian muncul aksara pertama alfabet di Venesia. Dari sana, beranak pinak menjadi aksara latin, arab dan juga brahmi, yang nantinya menjadi nenek moyang dari aksara-aksara di Indonesia. Peradaban tulisan ditemukan tentu saja karena campur tangan dan interaksi antar sesama manusia hingga perkembangannya menjadi seperti sekarang.

Tidak banyak orang yang tertarik dengan aksara karena dianggap kuno. Awal Ridwan mengenal aksara pada waktu SMP, yaitu aksara Sunda. Tapi waktu ia belum begitu tertarik menelisik aksara nusantara, tapi lebih pada aksara-aksara luar sperti Korea, Jepang, India dan beberapa lainnya. 

Ketika menemukan beberapa informasi bahwa beberapa daerah di Indonesia juga memiliki aksara yang beragam, keingintahuan Ridwan semakin besar. Sayangnya jumlah aksara di Indonesia yang beragam itu, namun tidak dibarengi dengan keaktifan penggunaannya. Padalah, aksara itu merupakan kekayaan intelektual Bangsa Indonesia, sayang sekali jika sedikit demi sedikit hilang dan akhirnya punah. Hal itu membuat Ridwan semakin simpatik untuk mempelajari dan memberikan edukasi terkait keragaman aksara di Indonesia. 

Dalam kesempatan tersebut, Ia juga menegaskan bahwa tidak semua bahasa mempunyai aksara. Ia menjadi indikator bahwa peradaban bangsa itu sudah maju. Akan tetapi, bukan berarti yang tidak mempunyai aksara disebut sebagai peradaban yang tertinggal. Biasanya bangsa itu memiliki kekuatan pada tradisi lisan. Ingatan mereka kuat meskipun tidak punya aksara, karena memakai tradisi lisan.

Sebenarnya, aksara apa saja yang ada di nusantara? Aksara di nusantara digolongkan menjadi 3 bagian, diantaranya :

1. Aksara yg masih dipakai sekarang. Diantaranya ada Batak, Kerinci, Surat Ulu untuk wilayah Bengkulu, Palembang dan Lampung.

2. Aksara kuno (tidak dipakai lagi). Diantaranya ada Paskapalawa, Kwi Sumatera, dll

3. Aksara kontroversi, masih jadi perdebatan kebenarannya dia berasal dari aksara tradisional atau tidak. Diantaranya ada aksara Minang, Aksara Gayo, dan beberapa lainnya

Dalam bukunya, ia juga menyebut bahwa penyebaran agama Hindu-Buddha turut membawa masuk aksara Pallawa ke Asia Tenggara. Aksara Pallawa berasal dari India Selatan. Digunakan pada masa kerajaan Pallawa sekitar 275 -- 879 Masehi. Kedatangan guru agama Hindu dan Budha dari India serta terjalinnya hubungan perdagangan internasional memicu pertukaran budaya. Sekaligus adaptasi dan akulturasi budaya pendatang dengan penduduk lokal. Sebelum masa Hindu Buddha, belum ditemukan bukti fisik apapun tentang tinggalan prasasti atau tulisan. Yang tertua ditemukan adalah Yupa. Kalau ada penemuan baru, akan menjadi bukti sejarah baru. Tapi selama ini belum ada. 

Live Instagram melalui akun merajutindonesia.id
Live Instagram melalui akun merajutindonesia.id

Dalam kesempatan live instagram tersebut juga interaksi dari follower yang bergabung. Ada yang bertanya, mengapa kita tidak menggunakan tulisan sanskerta sebagai aksara nasional? Dijawab oleh Ridwan bahwa, awal kita menggunakan bahasa Indonesia adalah karena pada zaman dahulu lingua franca. 

Semua tahu dan bisa menggunakan. Kalau Sanskerta masih dianggap tidak umum. Kalau bahasa Indonesia semua menggunakan sebagai bahasa dagang.  Selain itu, kalau mau mengangkat sanskerta dalam bahasa dan aksara nasional nanti ditakutkan ada sentimen kesukuan. Dalam kesempatan tersebut, Host acara, Evi Sri Rezeki juga menegaskan bahwa ada yang butuh diluruskan, kalau Sankserta bukan tulisan atau aksara, tapi merupakan bahasa. 

Karena aksara nusantara sudah dianggap sebagai sesuatu yang kuno, akhirnya membuatnya menjadi sudah diterima khususnya oleh para generasi milenial. Ridwan berpesan, jika ingin mempelajari dan mengenal lebih dekat tentang aksara nusantara, jangan underestimate terlebih dahulu ketika melihat hal yang belum biasa kita lihat. 

Cara berpikir kita harus dirubah, karena kalau mindset sudah positif akan lebih mudah belajar dan menerimanya. Kemudian juga mencari teman dan sumber-sumber untuk belajar aksara. Sekarang ini ada banyak group dan platform yang didalamnya berisikan para pegiat aksara, sehingga memudahkan kita berkumpul satu frekuensi. Selain itu, zaman sekarang sudah banyak sekali aplikasi di playstore untuk belajar aksara. 

Teman-teman bisa sambil belajar dan juga bisa berkreasi agar tidak bosan. Bisa membuat gambar, kaligrafi ataupun lukisan dengan aksara. Untuk mendekatkan aksara nusantara pada generasi milenial, harus diperhatikan apa kesukaan anak sekarang. Menurut Ridwan, harus ada cara dan metode untuk melepaskan aksara dari kunonya. 

Kekunoan aksara yang membuatnya tidak menarik. Hal tersebut bisa diapprove sesuai dengan perkembangan zaman. Saat ini, ada banyak cara mudah untuk belajar tentang aksara daerah, bisa mengunjungi wikipedia, writing tradition, di sana ada kumpulan-kumpulan artikel tentang aksara, jadi teman2 tidak perlu kemana-mana, karena ada banyak artikel yang bisa mendekatkan kita untuk mengenal aksara. 

Terkait peran serta pemerintah dalam upaya kelestarian aksara nusantara, Ridwan mengaku, bahwa sampai saat ini, belum ada lembaga yang secara utuh menaungi aksara di nusantara. Ia masuknya ke kewenangan pemerintah daerah. Setiap pemerintah daerah harusnya menerapkan sendiri regulasinya. Seperti aksara Jawa, Sunda, Lampung, Bengkulu. Lingkup regulasinya selama ini masih terbatas pada daerah masing-masing untuk masuk dalam muatan lokal.

"Mari kita menulis, jangan takut menulis. Karena Indonesia butuh banyak media literasi dari kita. Karena kita punya aksara, biar tidak hilang. Karena tidak semua kebudayaan punya aksara." Pesan Ridwan di akhir sesi live instagramnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun