Mohon tunggu...
Zuhanna A.Z
Zuhanna A.Z Mohon Tunggu... Penulis - Tinggal di Kalisat, Jember, Jawa Timur. Penulis lepas khususnya terkait bidang sosial, budaya, sejarah dan juga lingkungan.

Rakyat biasa yang merangkap penulis lepas. Tinggal di desa, memilih jauh dari kota.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pro Kontra Praktik Hukuman Mati di Indonesia dalam Legal Expo 2021

11 November 2021   21:19 Diperbarui: 11 November 2021   21:25 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Indonesia Masih Inkonsisten Terkait Praktik Hukuman Mati dan Tanggung Jawabnya Terhadap Hukum Internasional

Indonesia masih menjadi negara yang inkonsisten terkait praktik hukuman mati dan tanggung jawabnya terhadap hukum internasional. Hal tersebut secara tegas disampaikan oleh pegiat Hak Asasi Manusia, Irfan Rahmad Hutagalung, dalam rangkaian hari pertama Legal Expo 2021 (11/11), yang diselenggarakan oleh Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia angkatan 1991  dan Irma Devita Learning Center (IDLC).

Menurut Irfan, ancaman hukuman mati tidak sejalan dengan hukum internasional yang berlaku, yakni International Covenant On Civil and Political Rights (ICCPR). Dalam hukum internasional tersebut disepakati bahwa negara hanya boleh menggunakan hukuman mati pada kasus kejahatan yang serius, seperti penghilangan nyawa. Indonesia hanya perlu mengikuti hukum yang berlaku di negara ini, dan hukum internasional merupakan salah satunya. Komitmennya adalah tidak mereservasi pasal 6 ICCPR yang memuat pembatasan dan upaya penghapusan hukuman mati.

Terkait praktik hukuman mati, selain tercantum dalam UU Tipikor, Indonesia juga mempunyai permasalahan yang masih belum selesai dengan narkotika. Sehingga merasa bahwa cara yg paling tepat untuk menanggulangi kejahatan tersebut adalah dengan mengancam dengan hukuman mati. Tapi meski begitu kejahatan narkotika tidak berkurang, Dengan memberikan ancaman maksimal, maka pelaku akan berpikir untuk tidak mengulanginya. Namun pada kenyataannya, hal tersebut dirasa tidak efektif. Karena hukuman mati sebagai ancaman tidak bisa didukung sebab dianggap tidak bisa mengurangi kejahatan.

Komite Hak Asasi Manusia PBB telah memberikan evaluasi serendah mungkin kepada Indonesia atas kegagalannya menanggapi seruan Komite pada tahun 2013 untuk menghentikan eksekusi tahanan atas kejahatan terkait narkoba.

Wacana hukuman mati dalam bentuk kejahatan apapun termasuk korupsi tidak sesuai dengan nilai kemanusiaan. Meski hal tersebut sudah diatur dalam UU yang ada, namun banyak negara yang tidak menerapkan hukuman mati, justru ada dalam daftar negara dengan angka korupsi terendah.

"Memang dalam hukum internasional, kita tidak bisa diberikan sanksi secara langsung yang terdampak bagi Indonesia. Hal tersebut tidak pernah terjadi. Tidak ada sanksi kecuali yang bersifat citra. Tapi, Indonesia harus mulai berpikir panjang ketika memutuskan untuk melanggar hukum internasional. Sikap kita harus tegas berdiri di mana. Kalau secara tegas, kita harus mau patuh pada komitmen hukum internasional. Kalau memilih untuk tidak mematuhi aturannya, sebaiknya sejak awal jangan terikat", jelas Irfan dalam paparan webinarnya.

Terkait soal inkonsistensi, Indonesia tidak berdiri sendiri. Ada beberapa negara yang juga bersikap sama, diantaranya Amerika Serikat, Cina, dan Malaysia. Malaysia sendiri sempat membuat suatu upaya untuk menghapuskan hukuman mati, namun hal tersebut kandas di legislasinya.

Irfan menilai sikap Indonesia yang masih plin-plan terkait hukuman mati ini dikarenakan masih ada beberapa problem internal yang terjadi. Sehingga memutuskan mengambil sikap tengah. Pada dunia internasional masih bisa membela diri, di negaranya sendiri masih tetap bisa melaksanakan hukuman mati.

"Sikap ambigu Indonesia bukan berarti mengingkari konferensi internasional, tapi lebih karena ada banyak tekanan dan dinamika dalam negerinya. Memang, bagi sebagian kalangan di Indonesia, ada beberapa yang menolak dengan tegas untuk menghapus hukuman mati karena alasan idiologis. Menghapuskan hukuman mati di Indonesia dianggap  tidak sejalan dengan konsep hukum Islam. Sebagian lainnya tidak menganggap begitu. Pro dan kontra ini yang masih belum selesai". Tegas Irfan.

Menurut Irfan, soal ideologi adalah soal selera dan tidak bisa diperdebatkan. Kalau untuk di sisi lainnya, masih bisa diajak berdiskusi tentang fakta dan data bahwa ancaman hukuman mati tidak efektif untuk mencegah kejahatan. Pada faktanya, hukuman mati sangat rentan pada kelompok minoritas dan tidak membawa keadilan karena mereka yang paling sering menjadi korban. Hukuman mati dianggap punya problem untuk mengoreksi mereka yang tidak bersalah.

"Indonesia masih tidak dalam sisi sejarah yang benar saat ini. Hanya ada 44 negara yang tidak melakukan hukuman mati. Oleh karena itu saya berharap, mari kembali ke sisi sejarah yang benar dimana hukuman mati tidak lagi menjadi bagian dari hukum di Indonesia. Namun, saya memahami, kalau hukuman mati masih menjadi bagian dalam norma sisi agama kita", jelasnya.

Legal Expo 2021 merupakan pelaksanaan expo untuk berbagai topik hukum yang diselenggarakan secara gratis. Ia dilaksanakan mulai tanggal 11-13 November 2021 secara daring. Ada banyak materi hukum yang dibahas oleh pakar hukum yang berskala nasional dan internasional. Ia menghadirkan 91 online legal session dengan 91 kontributor yang terdiri dari Lawyers, In-House Counsels, Notaris, Praktisi Hukum, Akademisi, Birokrat, Kurator, Diplomat, Pengusaha, Masyarakat Umum serta para Pemerhati Hukum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun