[caption caption="Lahan Petani Tembakau Virginia Mitra Djarum Yang Ada di Dusun Paok Rengge di Desa Waja Geseng, Lombok Tengah. Dokumentasi Pribadi"]
[/caption]
Awal Oktober kemarin saya berkesempatan mengunjungi Lombok dalam rangkaian acara Jelajah Negeri Tembakau II bersama beberapa kawan dari Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Denpasar, dan Jember. Pengalaman baru bertemu dengan orang baru dan belajar hal yang berbeda dari biasanya. Saya merupakan salah satu peserta dari Jember. Iya, saya berangkat dari daerah yang juga termasuk salah satu negeri tembakau di Indonesia untuk ikut menjelajahi negeri tembakau di wilayah Indonesia bagian tengah --Lombok--. Sudah selesaikah saya menjelajahi 'emas hijau' di negeri sendiri sebelum jauh ke negeri seberang? :)
Keberangkatan saya ditandai dengan tragisnya nasib para petani tembakau di Jember. Harga tembakau merosot jauh dari perkiraan. Banyak yang gulung tikar, ada yang depresi, beberapa ada yang demo ke gedung DPRD dengan aksi membakar daun mbako. Pasca erupsi Gunung Raung, kondisi tanaman di hampir semua lahan pertanian tembakau kacau balau. Daun-daunnya yang mulai besar tertutupi abu vulkanik erupsi Raung. Emas hijaunya berwarna kehitaman. Kebanyakan tetangga di sekitar rumah kami memanfaatkan musim ini untuk bertanam tembakau. Harapan untuk membayar hutang sebagai modal awal sirna, karena kondisi Raung yang semakin mencemaskan.
Pertengahan September lalu, harga tembakau jenis kasturi dibandrol Rp.800.000-900.000 per kwintal. Padahal harga normal sebelumnya dua hingga dua setengah juta per kwintal. Harga bagus antara tiga hingga tiga setengah juta. Tembakau primadona kelas dunia dari Jember -- Na Oogst-- juga mengalami nasib yang tak kalah merosot. Ia biasanya berharga lima sampai enam juta per kwintal, sekarang cuma dihargai lima ratus hingga enam ratus ribu saja per kwintal. Banyak petani yang frustasi, harga tembakau kini tak sesuai dengan modal yang dikeluarkan.
Saat musim panen tiba, ada yang memperlakukan tanaman tembakau tersebut secara khusus. Tapi ada juga yang membiarkannya mati begitu saja di ladang karena merasa sudah cukup rugi. Para istri dikerahkan untuk membersihkan daun-daun yang sudah dipetik dengan kuas hingga berkali-kali. Di gudang tembakau dekat rumah kami, mereka bekerja mulai dari pukul 15.00 sampai dengan pukul 23.00 hanya untuk memastikan bahwa daun-daun tersebut benar-benar bersih dari abu.Â
Jenis tembakau di Jember merupakan jenis tembakau yang harus melalui proses penjemuran di bawah terik matahari. Berapa pekan ini, jika kalian melintasi daerah pedesaan di wilayah Jember Utara pada sisi ruas jalannya terlihat semarak. Mulai dari pagi hingga malam. Proses penjemuran tembakau dilakukan di pinggir jalan. Ada juga yang memanfaatkan lapangan desa ataupun sekolah. Menjelang malam, lampu penerang dinyalakan. Ada tenda terpal warna-warni yang menaungi beberapa perempuan, mereka bertugas menusuk-nusuk tembakau dan menatanya sedemikian rupa sebelum dijemur. Menurut Ibu Sus --warga Jatian Pakusari--, setiap seratus tusuk mereka dihargai dengan upah Rp. 2000,-. Untuk mereka yang lihai kadang dalam sehari bisa menjapai 1000-2000 tusuk.Â
Kabupaten Jember memiliki luas wilayah yang kebanyakan ditanami tembakau di akhir musim penghujan. Sejak Birnie membuka perkebunan tembakau sekitar tahun 1850 di Jember, kota kecil ini menjadi semakin bergeliat. Hal itulah yang membuat daun emas hijau ini menjadi salah satu bagian dalam lambang Kabupaten Jember. Daun Tembakau, melambangkan bahwa Kabupaten Jember selain dikenal sebagai gudang pangan juga dikenal sebagai daerah penghasil komoditi tembakau yang cukup terkenal dan menghasilkan devisa cukup besar bagi negara disamping komoditi perkebunan lainnya.
Tak hanya kabupaten, Ia juga menjadi bagian dari lambang Universitas Jember. Tiga lembar daun tembakau segar, melambangkan Tri Darma Perguruan Tinggi. Daun tembakau, padi dan jagung melambangkan kesuburan wilayah eks Karesidenan Besuki, sebagai daerah pertanian dan penghasil tembakau ekspor, tempat Universitas Jember tumbuh dan berkembang.
Lantas, apa yang diperbuat pemerintah terhadap keresahan petani tembakau di Jember? Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap nasib mereka ketika merugi? Apakah lembaga sekelas pemerintah tak bisa menenangkan kecemasan mereka? Bagaimana nasib pendidikan dan kesejahteraan para petani dan buruh tembakau di Jember? Tak ada yang merubah apapun. Meskipun daun yang mereka tanam dijadikan lambang sebuah universitas negeri dan pemerintahan kabupaten Jember.Â
Rugi tetaplah rugi.Â
Dari Jember Menjelajah Ke Lombok