Sebagai perantauan yang tidak bisa menggunakan motor, walau pernah punya SIM C, menggunakan transportasi umum adalah pilihan satu-satunya. Tamat kuliah di Kalasan tahun 2001, belum punya ijazah, baru lulus skripsi, aku menggunakan kereta api menuju Jakarta. Senja Utama adalah Kereta Api yang membawaku dari Jogjakarta ke Jakarta. Dalam masa pencarian kerja, aku akrab dengan aneka kendaraan umum. Commuter Line adalah salah satunya.Â
Kemudian, aku kuliah lagi. Tahun 2004, dan itu membuatku merasakan perjuangan terutama saat skripsi, dari Bintaro menuju kampus Semanggi, seminggu 2-3 kali untuk konsultasi skripsi, menggunakan KRL yang waktu itu masih punya kelas-kelas. Ekonomi, dan premium yang ber AC. Aku pernah merasakan naik kereta commuter line di ruang masinis, karena tidak ada lagi tempat di bagian penumpang, sementara harus mengejar waktu bertemu dosen pembimbing skripsiku yang tegas dan maunya tepat waktu. Bagaimanapun KRL lebih dapat diandalkan untuk mengejar waktu. Bahkan sampai saat ini.Â
Kondisi KRL waktu itu tidaklah seperti saat ini. Semua gerbong KRL, kini disebut commuter line, sudah ber-AC. Dulu, yang ekonomi, tidak ber-AC, dan segala penjual/pedagang asongan ada di dalamnya. Dari pedagang makanan dan minuman sampai pedagang bawang dan pengamen.  Namun masa-masa itu tidaklah aku sangkal membuat aku dapat menghargai, kemajuan KRL di masa kini.Â
Jika ditanya, apakah KRL saat ini mahal, aku akan menjawab tidak. Contoh saja, perjalanan dari stasiun Juanda menuju Stasiun Bojong gede hanya bertarif Rp 5.00,00 padahal jaraknya berapa kilometer itu? Belum lagi kemudahan, akses dengan segala kartu perbankan yang membuat jadi praktis, tidak perlu ke loket antri tiket lagi.Â
Tak hanya kartu perbankan, aku lupa sejak kapan, aku malah bisa menggunakan gopay dan tinggal scan QRIS. Sangat mudah dan nyaman tak perlu mencari-cari kartu di dompet/tas. Cukup gunakan ponsel, dan aku bisa keluar masuk stasiun. Pada aplikasi, aku bisa mengisikan stasiun berangkat dan stasiun turun dan membayar dengan uang elektronik. Mudah sekali kan?
Perjalanan Kereta Api di masa lalu rawan kejahatan seperti copet dan jambret, dengan adanya sistem tertutup di peron-peron stasiun KA, kini keamanan penumpang lebih diperhatikan.Â
Pernah lho aku kehilangan barang dalam tas di stasiun Tanah Abang karena dijambret. Tahun 2000 waktu itu. Panik juga karena isi tas itu adalah pakaian yang akan digunakan untuk ujian sidang skripsiku. Bahkan bajupun hanya ada yang menempel di badan. Untungnya, aku dipinjami pakaian oleh kerabat temanku.Â
Sekarang, kejahatan yang mungkin terjadi dalam KAI Commuter adalah orang-orang kurang waras yang melakukan pelecehan pada penumpang lain. Jambret dan copet? Sangat minimal.Â
Saat ini, gerbong KAI Commuter selalu disertai petugas berseragam, membuat penumpang merasa aman dan memastikan penumpang disiplin mengikuti aturan. Ada penumpang yang diingatkan menggunakan masker pada masa pandemi, atau tidak berbicara melalui telepon genggam atau secara langsung.Â
Ada gerbong khusus perempuan dan tempat duduk prioritas bagi penumpang yang membutuhkan, baik lansia, wanita hamil, maupun penyandang disabilitas. Petugas KAI sigap membantu penumpang yang membutuhkan.Â
Di stasiun, tersedia colokan yang memudahkan penumpang mengisi kembali baterai gawai yang mungkin selama perjalanan digunakan.Â