Kopi dikenal sebagai emas hitam. Sebagai penikmat kopi, saya merasa gembira dapat mengikuti kegiatan bincang preneur yang digagas komunitas KPK dan Vlomaya, Sabtu, 29 Juli yang lalu. Kegiatan yang bertempat di taman samping kedai kopi Bah Sipit Kacamata Di Jalan Empang Bogor ini diikuti oleh 15 Kompasianer bersama 2 Admin Komunitas, Bozz Madyang dan Kang Bugi.Â
Acara yang dijadwalkan dimulai pukul 09.30, sedikit molor karena menunggu semua kompasianer lengkap. Untungnya, sembari menunggu kami disuguhi Kopi Bah Sipit, roti gambang dan kue kering. Untungnya pula, para kompasianer hampir semuanya tepat waktu sehingga acara segera dimulai dengan moderator Kang Bugi dari Komunitas Vlomaya yang memperkenalkan narasumber cantik yang ternyata adalah penerus Kopi Bah Sipit.Â
Jadi Teh Nancy, narasumber kami ini segera mulai berkisah mengenai Kopi Bah SIpit Kacamata ini. Awalnya Teh Nancy juga sempat bimbang untuk meneruskan usaha ini, setelah kakeknya meninggal. Namun demikian, berkat dukungan keluarga akhirnya kedai kopi dan usaha ini diteruskan juga. Usaha yang awalnya dimulai di tahun 1925 ini bertahan dengan kegigihan Teh Nancy. Sebagai Ibu yang bekerja tentunya perlu memiliki kecakapan membagi waktu. Apalagi, rumahnya yang berada di Tangerang Selatan, dan tempat usaha di Bogor.Â
Bah Sipit, adalah panggilan Babah Yoe Hong Keng, pemilik awal kedai kopi ini. Beliau adalah kakek dari Teh Nancy. Keberadaan Kedai Kopi ini di kawasan mayoritas Arab membuatnya lebih dikenal dengan sebutan Bah Sipit.
Kopi Bah Sipit dan kedainya di Jalan Empang ini benar-benar nampak jadul, mulai dari pintu sampai furniture. Namun rasa kopi yang kucicipi pagi itu memang berbeda. Tidak hanya pahit namun juga tersisa rasa gurih yang enak. Teh Nancy menyebutkan bahwa kopi ini dibuat dari biji kopi saja. Tidak dicampur apapun.Â
Harga kopinya juga terjangkau. Sampai-sampai salah satu kompasianer sempat terkejut mendengarnya. Beberapa kompasianer sempat ngobrol pengen jadi reseller. Tidak heran, bahwa kopi ini tak jarang dibeli dan dibawa sebagai oleh oleh ke manca negara.Â
Kemasan kopi juga bervariasi, ada model jadul dengan kertas kopi yang berwarna coklat, ada juga kemasan baru. Bahkan ada pula kemasan sachet sekali minum, tanpa gula maupun dengan gula. Bahkan tersedia juga minuman kopi dalam botol. Saya mencoba kopi hitam sachet tanpa gula dan benar benar terasa enak, bisa minum sampai tetes terakhir, menyitir ucapan Blogger Udik, Mas Andrie.
Tempat pemrosesan kopi ini memang di Jakarta, namun pengemasannya dilakukan di Bogor. Pembelian biji kopi dilakukan di perkebunan kopi dari Lampung. Keseruan bertanya bahkan mendengarkan cerita teh Nancy membuat kompasianers seakan tak ingin berhenti bertanya. Namun karena waktu, akhirnya Kang Bugi memberikan kenang-kenangan pada Teh Nancy. Teh Nancy juga memberikan hadiah bagi 3 penanya yang berkesan. Senangnya aku kebagian.Â
Setelah pemberian hadiah, Teh Nancy, penyuka kopi robusta ini kemudian mengajak kami menuju kedai kopi dan menyaksikan langsung bagaimana proses biji kopi menjadi kopi dengan peralatan yang dipersiapkan. Penggilangan kopi di kedai bukanlah menggunakan mesin seperti halnya di kedai masa kini, namun mengganakan penggilingan manual. Kami juga dipersilahkan mencoba kopi yang dibuat saat itu juga.Â
Penutup kegiatan hari itu, Kami melakukan foto bersama di Kedai Kopi Bah Sipit, dan juga disertai tiktokan, yang diprakarsai ratu Tiktok Kompasiana, Mbak Diah Woro. Â
Pada akhirnya kami kembali ke taman samping dan menikmati makan siang yang maknyus, dengan menu paket ayam goreng lengkap dengan sayur asem yang enak banget.Â
Terimakasih KPK, Terimakasih Vlomaya, terimakasih Teh Nancy dan Kedai Kopi Bah SIpit, terimakasih diriku sendiri buat kegiatan yang sangat menyenangkan Sabtu ini.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI