Tahun baru Imlek sejatinya adalah hari kebersamaan keluarga. Apa daya, perantau single seperti saya hanya bisa gigit jari. Â Mau membersamai siapa?Â
Untungnya, beberapa hari sebelum hari raya Imlek, KPK menawarkan momen yang tidak bisa ditolak, kuliner Imlek di Bogor.Â
Jadilah, jam 7 pagi bersiap siap menuju meeting point yakni stasiun Bojong Gede, Bogor. Perjalanan yang menyenangkan menggunakan KRL, sampai sampai kelewatan baru sadar sudah di stasiun Cilebut. Terpaksa pindah jalur arah balik ke stasiun Bojonggede.Â
Jam 9.30 saya sudah ketemu Bozz Madyang, sang Mimin KPK. Kebagian roti Maryam, karena jadi peserta yang pertama tiba. Satu persatu pesertapun nongol. Ada Mbak  Dewi Nuryanti, disusul Kang Bugi, Mbak Ninin, mbak Hida dan Mas Andri.Â
Rombongan pertama langsung berangkat ke Wihara Budha Tidur di Tonjong. Saat kami tiba, Wihara belum ramai. Di depan Wihara ada bazaar makanan dan minuman, serta sebuah sudut pakaian yang nampak sejumlah rajutan. Terlihat juga beberapa aparat berjaga di depan Wihara.Â
Di seberang Wihara tampak kedai kopi Tiam 89, yaitu tujuan kuliner KPK Imlek ini. Di kedai terlihat bakpao yang masih hangat, dalam plastik mika bulat. Ci Elis, menawarkan minum untuk kami, selagi menanti rombongan berikutnya tiba. Ada kopi dan jus ditawarkan.Â
Akhirnya, rombongan tiba dengan lengkap dan acara dimulai. Ci Elis menceritakan sejarah keluarga-nya yang sudah 5 generasi tinggal di Tonjong Bogor, berasal dari daratan China Hokien. Leluhur ci Elis memulai pertanian di desa tersebut dan kemudian setelah adanya Wihara di depan tempat tinggalnya, dibukalah kedai kopi Tiam 89.Â
Makanan yang disajikan ci Elis untuk KPK ers yang berkunjung, dimulai dengan Bakpao. Cemilan ini tadinya adalah makanan yang berupa daging babi dibungkus roti, sudah bertransformasi menjadi isi kacang merah, dan juga daging ayam. Sajian inipun halal untuk seluruh peserta. Keluarga ci Elis ngga makan babi.
Sajian berikutnya adalah pangsit kuah. Pangsit adalah sajian khusus tahun baru yang melambangkan rezeki. Pangsit buatan ci Elis terasa lembut dan daging isiannya enak. Kuah pangsitnya adalah kaldu asli, dari paha ayam yang direbus dengan api kecil. Karena enak, sampai makan sayur sayur nya juga. Kata ci Elis, makin banyak makan pangsitnya makin banyak rezekinya, jadi aku makan aja lagi.
Setelah cemal cemil rombongan menyaksikan kebun ci Elis. Ada pepaya, markisa dan juga lemon kalifornia yang mirip jambu. Kebun ini terletak di samping kedai.Â
Sebelum makan siang rombongan mengunjungi wihara yang sudah ramai pengunjung. Mereka berdoa dan membakar hio, di depan dewa dewa. Ada 8 Possat di Wihara ini. Kami memutari area Wihara dan mengambil dokumentasi. Di Wihara ini ada panti asuhan Teratai Kasih.Â
Awalnya pengurus Wihara bersedia memandu, namun karena keterlambatan rombongan dan Wihara sudah ramai, jadi jalan lihat lihat sendiri saja.Â
Kmudian kami kembali ke kedai ci Elis untuk menikmati makan siang. Ada 3 pilihan makan siang, yaitu nasi goreng kunyit, nasi goreng kecap dan mie ayam home made. Sementara menunggu makan siang siap, Ci Elis menyajikan kue kue Imlek, seperti, lapis legit, Bika dan kue keranjang.Â
Nasi goreng kunyit ini adalah menu kesehatan sebenarnya. Biasa dimakan sarapan ibu ibu setelah melahirkan, dengan rempah spesial di antaranya daun mengkudu. Sajian yang banyak dipilih rombongan ini disajikan dengan telur dadar.Â
Rasanya? Lezat. Memuaskan.Â
Usai makan siang, kami mengunjungi Wihara Naca dan Wihara Sian Jin Ku Pau yang berdekatan. Wihara Naca ini tidak ramai. Beberapa KPK ers bertanya tanya pada pengelola Wihara sampai puas.Â
Jarak antar Wihara bisa ditempuh dengan jalan kaki. Sesuai foto di Wihara Naca, kami mengunjungi Wihara Sian Jin Ku Pau.Â
Wihara terakhir ini cukup menarik karena terdapat kuil Semar. Keseruan jelajah KPK berakhir di Wihara ini dengan foto foto tentunya.Â
Seru dan terimakasih KPK.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H