Mudah untuk saya membayangkan diri menjadi Menteri Agama. Membayangkan saja kok susah. Ya kan? Karena memang membayangkan atau berandai andai itu bisa mudah dilakukan hampir semua orang dengan berbagai skala baik kepuasan atau kekecewaan.
Kalau kecewa ya berandai andai bagaimana menebus kecewanya. Kalau puas berandai andai mempertahankan hal hal yang membuat kita merasa puas.
Menjadi menteri agama, tentu harus beragama. Saya kurang tahu, apa mungkin menteri agama bisa berasal dari agama Budha atau Kristen atau Hindu. Belum pernah tahu. Sebenarnya Menteri Agama ini kan mengurusi urusan agama. Sangat tepat kalau yang bersangkutan adalah seseorang yang bersih hati nuraninya, dan menjalani kewajiban dan ajaran agamanya dengan sungguh sungguh. Jelas, yang bersangkutan perlu memiliki pemahaman mendalam tentang kitab sucinya sehingga dapat mengenali ajaran yang aneh aneh dan melakukan upaya preventif.
Berbicara soal media sosial, memang sekarang ini adalah masa di mana akses sangat terbuka. Berita apa saja mudah disebarluaskan. Kalau dulu TV adalah saluran berita, sekarang FB, Twitter, Instagram sampai WhatsApp grup menjadi tempat penyebaran berita.
Yang mengesalkan kadang sumbernya hanya, copas dari grup sebelah. Saat ditanya grup siapa? Tidak tahu.
Rumor menyebar secepat angin. Kebenarannya Wallahu alam.
Kesadaran akan hal ini juga sudah dimiliki kementrian agama. Jadi sebagai menteri agama hal yang akan saya lakukan adalah:
1. Preventif (pencegahan)
Mencegah lebih baik bukan? Jadi sebagai tindak pencegahan maka saya akan mengadakan edukasi terutama melalui media influencer dan bekerja sama dengan pendidik di sekolah. Pas dong dengan keberadaan saya yang aslinya adalah seorang guru jika tak sedang berandai andai ini.
Karena mereka bergerak di media. Mereka ini diedukasi untuk memiliki kesadaran perihal pentingnya membagi hanya konten yang positif dan membangun masyarakat. Konten positif dibagikan konten negatif di artikan saluran agar segera tertangani. Ibarat di warung, kalau anda puas beritahu teman. Kalau tidak puas beritahu kami. Itulah yang akan saya lakukan. Konten ketidakpuasan harus masuk secara cepat ke kementrian. Konten positif dibagikan.
Media influencer juga perlu memahami
a. Narasumber yang kompeten dalam isu isu yang berkembang, agar tidak terjadi konten negatif dari sumber yang salah. Mengecek sumber berita sebelum membagikan di media sosial adalah hal maha penting yang perlu diperhatikan dan ditegaskan pada para media influencer.
b. Membimbing media influencer untuk berkarya dengan hati, bukan sekedar mengisi konten dan diikuti banyak orang, namun memberi manfaat bagi bangsa dan masyarakat. Meminta media influencer bekerja sama memeriksa penting tidaknya informasi ditayangkan, benar tidaknya informasi yang ditampilkan dengan saring sebelum sharing (berbagi)
B. Guru di sekolah
Memastikan konten yang diajarkan di sekolah, diperkaya seperti apapun, tetap sesuai dengan kitab suci dan esensi beragama. Edukasi guru agama bahwa keberadaan agama adalah mendekatkan manusia dengan Tuhannya. Jadi diharapkan dengan dekat pada TUHAN manusia mempunyai kasih/rasa hormat pada manusia lain. Ini penting. Esensi agama yang seharusnya dijadikan konten pelajaran agama.
Guru agama juga perlu diedukasi untuk membaca tuntas dan memahami literasi digital.
Membaca/menonton sampai selesai untuk menghindari jebakan judul informasi yang kadang berlebihan juga bisa menjadi materi tambahan yang perlu disebarluaskan para guru.
Guru adalah narasumber terpercaya bagi anak didik, jadi memberikan edukasi pada guru baik bagi pencegahan hoax.
Apalagi, guru itu figur yang kerap jadi panutan. Penting sekali buat diedukasi perihal melawan hoax ini.
Dalam hal ini saya akan bekerja sama dengan kementerian pendidikan.
Sebagai menteri agama, secara kuratif saya akan mendorong agar UU ITE diterapkan maksimal untuk memberikan efek jera bagi penyebar berita hoax. Bersamaan dengan itu, saya juga akan menyentuh nurani para penyebar dan pembuat berita hoax agar tidak lagi melakukan.
Tentu saja dalam hal ini saya juga akan bekerja sama dengan kementrian hukum dan HAM serta kementrian informasi dan komunikasi.
Menjadi menteri agama tentu saya akan membuat akun media sosial saya dapat menjadi sumber berita positif dan rajin berinteraksi dengan para pengikut saya. Bukan supaya populer, namun supaya saya memberikan warna menjaga hati yang melawan hoax.
Saya akan menjadikan media sosial saya sebagai garda terdepan informasi berita positif. Selain itu, saya akan meminta pejabat di kementerian saya juga melaksanakan hal yang sama.
Saya akan segera melakukan klarifikasi jika ada isu berkaitan dengan kementerian saya, dan ikut serta terlibat mengingatkan masyarakat kalau ada isu isu negatif perihal kementerian lain.
Tentunya saya juga membimbing dan menjadi contoh bagi anak buah saya dalam membuat media sosial yang bermanfaat bagi masyarakat dalam menjaga hati dan melawan hoax.
Selain itu saya juga akan melibatkan menteri urusan perempuan untuk memberikan edukasi pada para perempuan agar lebih bijak bermedia sosial. Iya. Perempuan. Kenapa? Karena perempuan suka bergosip. Kenapa tidak diajak bergosip sehat?
Bagaimana sih bergosip sehat itu?
1. Sumber gosip terpercaya. Kalau sumbernya aja level menteri agama, atau pembuat kebijakan kan bisa dipercaya dong. Makanya buka keran informasi. Biar digosipkan yang positif
2. Sudah di cek dan ricek. Membiarkan para penggosip melakukan pengecekan dengan klarifikasi.
3. Memiliki unsur pendidikan. Perempuan sekarang kan cerdas. Jadi biarkan bergosip dengan data dan berikan data yang valid agar disebarkan. Nah, cocok ngga saya jadi menteri Agama?
Salam sehat dan bahagia,
Menteri Agama 2045
Maria Margaretha
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H