Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sakit Bergotong Royong dengan Iuran Bulanan, Jangan Meninggal Tak Digotong Orang-orang yang Dikenal

19 September 2016   20:51 Diperbarui: 19 September 2016   21:08 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apabila soalnya adalah kebersamaan atau gotongroyong, sesungguhnya ini bukan hal baru, walau ini soal kesehatan orang per orang. Karena kita, sudah selayaknya, sesama orang (warga) yang tak bisa mengelak untuk masalah sehat dan tidak sehat, pada kata-kata bertenaga ini: “Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan gotongroyong. Alangkah hebatnya! Negara gotong royong!” seru Bung Karno.

Artinya, sungguh jelas. Bahwa dalam soal ini, kita adalah satu! Bersatu. Dan ini, “tulen” atau asli milik kita sendiri. Lebih-lebih, ketika ada satu di antara kita yang sakit, maka yang sehat ikut merasakan si sakit. Namun mengingat masalah kesehatan adalah tubuh seseorang, dan perlu penanganan secara bijak dan benar. Persisnya: perlu berobat ketika sakit. Dan tempatnya, secara umum adalah Rumah Sakit atau Puskesmas.

Jika merujuk pada Undang-Undang No. 24 Tahun 2011, Pemerintah (baca: BPJS) cukup jelas dalam perannya. Bahwa, termasuk di antaranya: Memberikan informasi tentang penyelenggaraan program Jaminan Sosial kepada Peserta dan masyarakat, mengumpulkan dan mengelola data peserta; membayar manfaat dan/atau membiayai pelaksanaan kesehatan sesuai ketentuan program Jaminan Sosial.

Bayu Wahyudi, Direktur Hukum Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga berulangkali – dalam acara-acara nangkring di Kompasiana – bisa kita pahami ucapannya perihal bagaimana BPJS Kesehatan agar bisa sehat, dan tetap berlangsung. Sebab, kegotong royongan menjadi niscaya agar warga negara ini bisa menikmati “layanan” dari Rumah-RumahSakit – baik yang Negeri atau Swasta – dan Puskesmas secara baik. Kegembiraan lain, ada kesadaran dari RS Swasta tentang “kewajibannya” melayani peserta BJPS Kesehatan. Dan meningkat dari tahun ke tahun.

Dan masyarakat, pun menyadari. Bahwa perihal kesehatan, bisa datang sewaktu-waktu. Yang artinya, bila celengan atau tabungan tak ada saat “penyakit” tiba, bisa digantungkan pada iuran selama ini – di kelas apa pun sesuai dengan kemampuannya. Selazimnya, hitung-hitungannya, iuran bulan itu sebagai sebuah tabungan yang mestinya tidak pakai ribet lagi. Sedangkan kita tahu, ini masalah nyata, dan bukan sebuah penyesalan di kemudian hari.

Mestinya, pemeo bahwa: orang meninggal tidak bisa jalan sendiri kecuali ditandu atau digotong tetangga dan orang lain, menjadi sebuah peringatan faktual. Artinya, semasa sehat sekarang, beriuran dan untuk kepentingan pribadi-pribadi di sebuah negeri bernama Indonesia, mengingat apa yang dicetuskan Bapak Pendiri Bangsa: Bung Karno. Ada silang dan saling membantu di antara peserta dalam program kesehatan masyarakat ini.

Pemerintah – dalam hal ini penyelenggara BPJS – menyadari perlu mengelola secara bijak dan ketat semisal adanya Kartu Palsu perihal kesehatan ini yang pernah beredar terjadi. Tak bisa ditolerir bagi yang melakukan tindak penipuan ini. Karena ini semacam bentuk “pembunuhan” juga bagi warga yang punya hak untuk sehat.

FB: Maria cinta margaretha

Twitter: @mariamargareth20

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun