Seingat saya pada masa saya SD dulu, tidak pernah mengalami namanya fieldtrip. Namun demikian sejak saya menjadi guru di TK/SD, tidak terbilang fieldtrip yang saya dampingi.Â
Awalnya kagok. Tidak tahu harus berbuat apa. Tetapu setelah bertahun tahun mendampingi, bahkan mengobservasi pelaksanaan fieldtrip saya berhasil mendapatkan keterampilan mendampingi dan mengorganisir fieldtrip.Â
1. Survey Tempat Fieldtrip.
Tempat pelaksanaan fieldtrip wajib disurvey. Kita perlu memastikan bahwa tempat yang dikunjungi sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, dan sesuai dengan usia peserta didik kita, serta sesuai untuk pengalaman belajar yang kita harapkan. Sebelum melaksanakan fieldtrip ada baiknya kita memutuskan terlebih dahulu apakah tujuannya. Jika tujuannya sekedar membawa anak anak bersenang senang atau have fun setelah ujian, pengalaman belajar yang ingin ditekankan bukanlah akademis, maka bolehlah membawa anak ke tempat wisata.
Tinggal di Jakarta tentu membuat pilihan lokasi fieldtrip sangat luas. Saya pernah ke Seaworld, Taman Safari, dan Phinisi Land di Blok M.Â
Di Jambi, pilihannya memang agak terbatas. Hal ini mengingatkan saya seperti di Batam. Namun, tak usah cemas. Jika diniati, selalu ada tempat belajar di luar kelas yang bisa dipilih.Â
Dalam survey tempat, perlu memperhatikan juga kebutuhan alami anak. Toilet misalnya. Saya pernah memerlukan meminta dana khusus toilet karena di lokasi toiletnya berbayar. Tempat makan juga perlu dipikirkan. Saya pernah mengalami tempat fieldtrip yang tidak mengizinkan anak makan di areanya. Akhirnya anak anakpun makan di bus. Ada juga yang mengharuskan untuk order makanan pada mereka. Itulah pentingnya survey.Â
2. Kegiatan di tempat.
Merencanakan kegiatan terstruktur lebih baik daripada menyerahkannya pada tempat yang kita tuju. Apalagi, bila kita memang mempunyai tujuan pembelajaran dalam fieldtrip. Dengan adanya struktur kegiatan yang jelas, tujuan bisa mudah terudentigikasi tercapai tidaknya. Kita tidak mengukur keberhasilan fieldtrip hanya karena antusiasme anak, namun juga pada tercapainya tujuan belajar.
Dalam merancang kegiatan di lokasi, perlu dipertimbangkan banyak siswa yang ikut. Kalau perlu membagi waktu pelaksanaan. Beberapa tempat mungkin terbatas kapasitasnya. Kalau memang ruang hanya cukup untuk 75 orang jangan membawa 120 orang. Nantinya tidak jadi belajar malah.
3.Komunikasi dengan orang tuaÂ
Saya pernah mengalami, kegiatan fieldtrip yang tidak sesuai rencana. Pada jadwal diberitahukan bahwa siswa akan pulang pukul 4 sore. Ternyata, karena kemacetan akhirnya mencapai sekolah jam 8.00 malam. Dalam kejadian semacam ini, diperlukan kekuatan relasi guru dan orang tua murid. Jangan sampai orang tua meledak emosi karena terlambat pulang.Â
Keselamatan anak perlu menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan fieldtrip. Ketersediaan P3K adalah keharusan. Tentunya harus dipikirkan keberadaan guru pendamping yang sigap dan peduli anak.Â
Guru adalah faktor penting keberhasilan fieldtrip. Karena itu guru sebaiknya tidak menjadi seksi dokumentasi dalam fieldtrip. Guru wajib fokus pada siswanya selama acara. Dokumentasi bisa dilakukan oleh staf administrasi atau tuan rumah. Bisa juga guru yang menangani dokumentasi dibebaskan dari pendampingan anak.Â
Hayo, siapa yang sudah pernah mengorganisir fieldtrip di sini? Adalagi ngga ya?Â
Menurut saya, sebaik-baiknya perencanaan pasti ada melesetnya. Jadi, kalau ketemu ada melenceng melencengnya tetap sabar dan semangat ya...
Salam hangat dari saya
Â
Maria Margaretha
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H