Sejak dulu saya mengajar tak pernah saya tahu ada teacher's day. Anak anaklah yang tahu teacher's day itu. Mereka datang dengan kartu kartu lucu, coklat dan kadang bunga lalu bersalam"selamat hari guru".
Saya selalu terharu, walau kadang seolah-olah tak peduli. Habisnya memang saya susah mengekspresikan emosi sesuai perasaan. Kalau marah saja cengegesan. Bagaimana orang tahu saya marah?
Kotak kartu selamat hari guru yang saya terima sudah 2. Penuh semua. Bunga sudah lebih dari 2 lusin. Coklat kalau saya makan bisa gendut.
Rasa terharu itu yang melekat. Menjadi guru bukan impian saya. Walaupun waktu masih kecil ada teman kakak saya suka menggoda dan mengatakan saya akan jadi guru tahun 2000.
Ngga persis sih. Tahun 2001 saya mulai bekerja di sekolah. Mengajar privat sih sejak 1998. Dan saya jatuh cinta.
Saya mencintai profesi ini. Berapapun gajinya. Di manapun saya berada. Cinta. Buat saya apresiasi atas pekerjaan seorang guru bukanlah pada rupiah atau coklat atau kartu.
Apresiasi yang saya rasa menyemangati adalah saat saya tahu anak yang pas pas an bisa berhasil dan berubah.
Saya ingat tahun kedua saya mengajar. Murid saya kelas 2SD. Berhitung tidak bisa. Dimusuhi teman temannya karena selalu me lap ingus pakai tangan, lupa dengan sapu tangan. Saya membimbing untuk teman temannya mengingatkan. Kelas saya jadi lebih nyaman buat anak itu. Saya membayarkan gaji saya sendiri untuk uang sekolah anak itu. Padahal gaji saya saja hanya pas buat bayar kost. Saya lupa akhirnya bagaimana saya bayar kost. Supaya anak itu bisa ikut ulangan umum. Saya mampir ke rumahnya membimbingnya belajar berhitung. Kepuasan saya adalah mengetahui dia naik ke kelas 3. Lega. (seingat saya mamanya membayarkan uang say kemudian, tapi saya lupa tepatnya)
Tahun berikutnya saya punya penggemar cilik. Anak kelas 2 yang selalu datang di kost saya sekedar tidur dan mengobrol. Ada anak kelas 2 yang ikut saya ke gereja dan tak jarang tidur di pelukan saya.
Rasanya. Luar biasa. Saya bisa membagikan cinta buat semua mereka. Sampai hari ini.
Saat orang tua murid menyanyi "aku jadi pintar karena bu guru..." Air mata saya berhamburan. Tidak tertahankan.
Apresiasi terindah buat saya yang menjadi guru karena saya bangga menanam masa kecil anak anak.
Harapan saya,
1. Bimbinglah anak anak di rumah, karena menghormati guru itu dilatihkan, dibiasakan. Saat orang tua menghormati guru guru anaknya, anak anak akan menghormati juga guru guru mereka. Saat orang tua menunjukkan sedikit saja ketidak puasan di depan anak terhadap guru guru mereka maka anak juga akan menunjukkan hal yang sama. Kalau memang ada ketidak puasan, cari waktu bicara dengan guru itu. Duduk membenahi bersama. Biarkan anak melihat keharmonisan guru dan orang tua, agar mereka tahu menghormati guru.
2. Terlibatlah dalam kegiatan sekolah. Jika ada undangan pertemuan, baik menerima rapor, mendiskusikan perkembangan anak, maupun acara acara sekolah, anak bangga ibunya dan ayahnya terlibat.
Itu juga apresiasi pada guru.
Apresiasi bukan soal materi, tapi soal hati
Apresiasi bukan cuma sebatang coklat/ bunga, tapi peduli
Apresiasi bukan sebuah kartu saja tapi sekadar sapa di pagi dan siang hari.
Guru juga manusia.
salam,
Maria Margaretha
Â
Lagi bahagia banget dapat coklat dan tumpukan kartu lagi. Yang ngiri boleh jadi guru. Hahahahahaha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H