Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sekolah Ramah Anak

7 Oktober 2015   05:39 Diperbarui: 8 Oktober 2015   05:39 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca beberapa peristiwa sedih di lingkungan sekolah dasar seperti kejadian siswa SD yang tenggelam saat pelajaran olahraga, berenang, dan kejadian siswa SD yang membully temannya, merupakan hal hal yang membuat suatu penyesalan di benak guru SD seperti saya.

Pelajaran apa yang saya ambil dari kejadian-kejadian tersebut?

Bahwa sekolah yang ramah anak memerlukan guru yang berdedikasi.

Yah, dedikasi guru yang bersedia menjadi pendidik, bukan hanya sekedar menjadi pengajar mata pelajaran di kelas. Pada masa sekarang, justru dengan berjibunnya tunjangan yang diterima guru sebagai pendidik (maunya pemerintah), yang terjadi adalah kebalikannya. Guru malah melihat tunjangan tunjangan sebagai suatu usaha memakmurkan diri dan keluarga dan melupakan eksistensi sebagai pendidik.

1. Guru tidur di kelas

Saya pernah melihat guru tidur di kelas saat jam pelajarannya. Tak heran kelasnya menjadi sulit diatur dan anak menjadi pembully karena tak ada orang dewasa yang mengawasi. Pada saat mengajar saja guru tidur. Alasannya, saya kurang tidur semalam, saya ibu rumah tangga, jadi harus juga menyelesaikan tugas rumah tangga. Bahkan guru ini menerima tunjangan guru bantu waktu itu. Hallo, saat berada di sekolah tanggung jawab guru mengawasi anak anak. Memeastikan keselamatan anak. Bukan malah menyuruh anak mencatat, dan tidur. 

2. Guru sibuk bermain gadget.

Berkembangnya tehnologi membuat guru bisa terkoneksi dengan dunia maya, tak jarang membuat guru kehilangan fokus saat ponsel bergetar. Padahal sedang piket menjaga anak-anak makan siang, atau bahkan mengajar di kelas. Padahal seharusnya gadget membantu guru untuk dapat menemukan sumber tambahan pembelajaran. Ada guru yang malah update status BBM saat masih proses belajar mengajar.

3. Guru egois.

Saya menemukan guru yang mementingkan kesenangannya sendiri, seperti jam kosong untuk bercanda dan mengobrol di ruang guru atau kantin sementara seharusnya membuat administrasi, dan saat diminta menggantikan guru lain yang sakit mengomel, panjang pendek merasa bukan kewajibannya dan menolak melakukan. Membuat alasan bagi ketiadaan administrasi adalah kebiasaan guru guru ini. Termasuk plagiasi. Copy Paste, pekerjaan seniornya atau teman sekerjanya. Ada guru yang dengan mudahnya menyatakan diri sakit, hanya karena hamil. Well, silahkan jadikan kehamilan sebagai alasan, jika ingin menjadikan anak anda si jabang bayi beban, dan kemudian nantinya anak itu menjadi manja saat tumbuh besar. Kalau memang kehamilan bermasalah, sebaiknya mengundurkan diri terlebih dulu dari tugas mengajar daripada saat mengajar menolak membantu teman dengan alasan, hamil. Ada guru yang bahkan setelah hamil sangat besar masih berdedikasi, namun guru yang egois juga ada. 

 

[caption caption="mendampingi anak sampai masuk ke kolam, karena peduli. "][/caption]

Dengan guru guru semacam ini, sulit membuat sekolah menjadi ramah anak. Kalau bukan guru, siapa bisa membuat sekolah jadi ramah bagi anak? CCTV yang dipasang di semua sudut sekolahpun takkan membantu selama guru masih berkutat dengan perilaku dan kebiasaan tersebut. Beberapa sekolah demi keselamatan siswa menginvestasikan dana untuk memasang CCTV, tapi kembali pada guru lagi.

Sekolah ramah anak perlu memenuhi persyaratan ini,

a. bersih dan menyenangkan

Tidak perlu membayar pesuruh/petugas kebersihan. Kita bisa mengajak anak peduli pada kebersihan di lingkungan sekolah dengan menjadi teladan. Mengambil sampah saat melihatnya keluar dari tong sampah dan meletakkannya di tong sampah dengan benar. Memeberitahukan anak yang kita harapkan dari kebersihan sekolah.

b. suasana kekeluargaan

guru menjadi pamong dan pendamping yang tidak malas. Mau melakukan lebih bagi peserta didiknya. Mengajak anak mengasihi teman sekelasnya sebagai saudara dan guru sebagai orang tua. Guru punya hubungan baik dengan orang tua murid tanpa tendensi dan menjaga keselamatan anak didiknya sebagai anak-anaknya sendiri. 

c. aman

keamanan sekolah bukan dijamin oleh security yang banyak, namun oleh guru berdedikasi yang sungguh sungguh mencintai anak didiknya. Percayalah, cinta pasti berbalas. 

[caption caption="mendampingi anak di mana saja, kapan saja, selagi tidak mengajar."]

[/caption]

Salam edukasi, dari Jambi

Maria Margaretha, berbagi pemikiran 

Ps:Karena fotonya dokumentasi pribadi, dan saya masih belajar jadi guru yang berdedikasi, jangan mengira sayalah guru itu. Percayalah, saya juga masih belajar. Foto hanya ilustrasi saja. Tulisan ini merupakan gambaran pengalaman selama 10 tahun mengajar dan tidak mengacu pada sekolah tertentu saja. Beberapa di antaranya adalah intisari dari pernyataan orang tua baik, di sekolah saya pernah menjadi bagian di dalamnya, maupun yang saya malah tidak terlibat, dan merupakan sharing antar teman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun