Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Wisata Ikon Kota Jambi

16 Juli 2015   16:14 Diperbarui: 16 Juli 2015   16:23 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari kedua, 3 Juli 2015.

Kami start dari hotel J8 jam 09.15. Karena tidak membawa uang, saya yang bermaksud membeli beberapa kebutuhan pribadi memerlukan uang tunai. Maka saya bermaksud singgah di ATM dan juga ke sekolah. Kebetulan, saya ingin bertemu kawan sekamar saya di asrama, yang saya dengar akan tiba hari itu.

Bu Lilis menelepon Taxi Cempaka, taksi lokal yang kami telepon kemarin. Perjalanan ke sekolah melewati sebuah tugu cantik, dan Pak Fauzi, pengemudi taksi kami memberitahukan bahwa tugu tersebut adalah Tugu Adipura. Kami minta pak Fauzi berhenti dan menunggu kami saling berfoto.

 [caption caption="Tugu ini katanya namanya tugu adipura, tapi profilnya kok gadis-gadis dengan busana adat? "][/caption]

Tiba di sekolah saya menuju asrama dengan Bu Lilis. Bu Lilis dan saya berkenalan dengan teman sekamar saya yang mirip sekali dengan adik saya. Versi mudanya, sebelum adik saya menikah maksud saya. Bu Lilis mewanti-wantinya soal kebiasaan ngorok saya,... hiks... tega ya? dan menitipkan saya pada teman sekamar saya itu (emangnya barang gitu dititipin? Hahahaha.... Kayak anak kecil aja) Lalu, kami segera melanjutkan petualangan.

Kami memulainya dengan Monas Jambi. Kok Monas Jambi? Iya, ini miniatur monas. Karenanya di sebut Monas Jambi. Terletak di pusat kota Jambi, berdekatan dengan kantor-kantor pemerintahan. Pak Fauzi, sekali ini ikut turun dari taxinya dan membantu kami, memotret dua gadis narsis dari Jakarta. Sayang, beberapa foto ujung monasnya tidak tertangkap kamera HP kami.

 [caption caption="Sayang sekali, ujung monas Jambi ini tidak bisa terambil oleh kamera HP kami"]

[/caption]

 

Kami melanjutkan perjalanan ke Museum Negeri Jambi. Dan coba tebak, apa yang terjadi? Kelamaan di asrama, dan foto-foto di Monas Jambi, museum sudah tutup saudara-saudari. Jelaslah kecewa. Kecewa? Belum. Mengandalkan senyum seindah bidadari narsis, saya meminta pada bapak Thamrin (pemandu/pegawai(?) Museum Negeri Jambi) agar bersedia mengizinkan kami masuk dan melihat lihat barang 30 menit saja. Bu Lilis dengan nekad malah menyebut bahwa saya akan menuliskan di kompasiana (padahal, hiks, dia tidak tahu saya nulis apa tidak toh? hahahahaha). 

DAN...

Ya, kami diperbolehkan masuk dengan membayar tiket 2 ribu rupiah perorang. Senangnya. Izin masuk walaupun hanya 30 menit sangatlah berharga bagi Bu Lilis yang akan meninggalkan Jambi Hari Minggunya. Kami dengan cepat mengelilingi museum tersebut.

Memang, Pak Thamrin menyampaikan bahwa kunjungan sesingkat itu tentunya tidaklah memuaskan untuk belajar. Sayapun menyadarinya. Banyak sekali yang kami coba untuk catat dalam waktu sesingkat itu dan jepret dengan kamera, namun tentu berbeda, rasanya jika kami bisa menikmati dengan lebih tenang.

Berikut saya coba berbagi beberapa gambar, yang mungkin bisa menunjukkan seperti apa museum ini. [caption caption="Pakaian adat Jambi, menurut saya... benarkah?"]

[/caption]

[caption caption="Kalau saya tidak keliru, ini sudut berisi kain tradisional Jambi"]

[/caption]

 

Dua spot wisata ini saja sudah membuat saya kelelahan. Bu Lilis yang masih belum lelah dan Pak Fauzi pengemudi taxi Cempaka yang kami gunakan akhirnya mengarah ke Masjid Seribu Tiang, atau masjid Al Falah tepatnya. Saya menawarkan Pak Fauzi untuk shalat Jumat selagi saya beristirahat di kedai kopi oey, di dekatnya. Nah, saya pikir, saya akan mengakhiri sampai di sini dulu kisah saya, karena spot wisata lain yang kami jalani hari itu ada beberapa. Jadi masih akan saya lanjutkan nantinya.

Sorenya saya menemani bu Lilis berbuka puasa, kali ini di sekitar hotel J8 kami menemukan sebuah tempat makan. Martabak Kari namanya.

[caption caption="Martabak kok pakai kari ya? New taste. Enjoy this."]

[/caption]

Ini martabak kari. Aku pesannya gak pakai daging. Lagi ngirit. Martabak Kari ini miriplah sama martabak di Jakarta. Bedanya cuma makannya pakai kari, dan isinya kentang dan bukan daging. Kata Bu Lilis yang makan martabak kari daging, isi kentang itu tapi dagingnya di kari. Santannya ngga kental sekali. Trus acarnya bukan timun, tapi bawang bombay dan cabai potong. Rasanya? Hmmm boleh juga. Karena santan tidak kentan sekali, saya berani menungnya di atas martabak atau mencelupnya. Belakangan, saya tuang juga acarnya, karena saya lihat bapak di samping meja saya melakukan hal itu. Enak kok.

Setelah makan bersantan, kami minum teh hangat. Baru kemudian saya dan bu Lilis pindah tongkrongan, mencari juice di warung sebelahnya. Juice-nya lezat, walau bu Lilis sempat bergidik melihat pada warung tersebut ada beberapa jenis masakan yang tidak halal.

[caption caption="Hello,... please deh,... jeruk nipisnya punya gue gitu,... hahahhahahaha,... berebut juice ya sesama saudara"]

[/caption]

[caption caption="Hayo siapa yang tahu mana yang tidak halal? Hehehehehe"]

[/caption]

[caption caption="Ada yang bisa menebak mana yang halal?"]

[/caption]

 

Nah, inilah kisah saya seharian, di hari kedua saya di Jambi. Belum tuntas semua, karena ada beberapa spot yang akan saya ceritakan berikutnya jika saya bisa menuliskannya.

Kesan saya di hari kedua?

1. menyenangkan. Orang-orangnya suka membantu. Contohnya adalah Pak Thamrin yang di Museum Negeri itu. Selain menemani kami berkeliling, beliau juga tak keberatan menjelaskan banyak hal tentang Jambi. Beliau juga tidak keberatan mengambilkan foto berdua saya dengan bu Lilis. Sungguh menyenangkan.

2. kota yang ramai, lancar lalu lintasnya dan sekalipun jumlah taksi hanya 70 unit (menurut Uda Fauzi) Namun banyak sekali ojek dan motor. Mobil juga banyak. Angkot memang tidak banyak, namun saya intip, kelihatannya lebih banyak pengguna motor daripada penumpang angkot. Tarif angkot hampir sama dengan Jakarta. Rp. 4000,- per sekali jalan per orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun