Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

BPJS Kesehatan Pindah Kota dan Provinsi

13 Juli 2015   08:07 Diperbarui: 13 Juli 2015   08:07 674
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Selembar kertas ini saja yg ditempel di kartu saya. Ada nama dokter/klinik tujuan dibawahnya."][/caption]Sebelum meninggalkan Jakarta, isu utama yang saya bahas dengan management sekolah adalah BPJS Kesehatan. Saya setengah tergantung dengan BPJS Kesehatan karena biaya perawatan kesehatan saya termasuk cukup besar untuk saya. Adanya BPJS kesehatan membantu saya mengurangi beban biaya dokter.

Saya termasuk mudah sakit. Di luar obat hipertensi uang rutin harus saya minum, sebulan sekali saya kadang saya harus ke dokter hanya karena flu. Well, hanya karena flu, yang orang lain cukup mengandalkan obat warung, dan saya perlu ke dokter itu menyebalkan. Siapa yang setuju?

Autoimun yg menyebabkan radang ginjal yang saya derita ini merepotkan jika saya terus keras kepala tidak mau peduli. Aslinya itulah saya. Bahkan sebutir obat hipertensi saja bisa membuat saya ngomel panjang pendek meminumnya.

Belakangan kesadaran akan perlunya tetap sehat demi menjaga kinerja membuat saya mendisiplinkan diri minum obat. Well, terkendali.

Krena perlunya konsumsi obat hipertensi ini perlu diikuti kontrol dokter, maka keberadaan BPJS kesehatan menjadi isu utama. Sekolah menyediakan BPJS kesehatan. Namun ternyata pengurusannya perlu waktu dan ada jeda libur lebaran diantaranya. Jadi, saya minta diberikan keterangan domisili dan nekad mengurusinya sendiri.

Diantar mobil sekolah, saya mengunjungi kantor BPJS kota Jambi. Sebelumnya seorang teman seasrama sempat menjelaskan bahwa ia sampai saat saya ke BPJS belum bisa menggunakan kartu BPJS nya karena masalah domisili. Saya sempat was was juga karena keluhan itu. Maka sebelum berangkat saya menyiapkan dokumen yang saya pikir mungkin diperlukan. 1. KTP asli

2. Kartu BPJS asli

3. Keterangan kerja dan domisili

4. Copy KK.

Saya masuk ke kantor BPJS kesehatan Jambi sendirian. Di teras ada satpam yang menanyakan keperluan saya. Ketika saya jelaskan, satpam itu menyodorkan formulir untuk diisi. Ia mengatakan, saya hanya perlu mengisi bagian yang dilingkari. Setelah mengisi formulir saya diberi no antrian.

Ternyata tidak ada antrian. Jadi saya langsung dilayani. Saya mengatakan saya mau pindah fasilitas kesehatan tingkat 1. Saya dari Jakarta. Ia menanyakan kartu BPJS asli saya. Kemudian menuliskan nama faskes baru yang saya inginkan/berdekatan dengan tempat tinggal saya.

sebelumnya saya sudah menanyakan hal ini pada HRD sekolah. Jadi saya menjawab nama dokter keluarga dan trada... Dia merekatkan selembar kertas pada kartu BPJS saya dan mengatakan bahwa sekarang saya sudah bisa berobat ke dokter tersebut.

Saya sampai setengah kebingungan saat mendengarnya. Serius pak? Dan ya. Memang cuma sperti itu mengurusnya.

Tidak diminta surat domisili, keterangan kerja atau whatever yang tadinya saya pikir saya akan perlukan.

Nah, ada yang bingung pindah fasilitas kesehatan? Pengalaman saya ini mungkin bisa dimanfaatkan.

salam rindu dari Jambi

 

Maria Margaretha

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun