[caption caption="Kompasianers menyimak"][/caption][caption caption="Pak Irman menerima kenang-kenangan dari Kompasiana diwakili Kang Pepih Nugraha"]
Â
Awalnya, membaca judul acara saya sudah segan sekali mengikuti. Bukan kenapa. Saya tidak tertarik politik. Nuansa politik dari judul saja sudah kental sekali. Kalau saya akhirnya daftar juga, karena seperti biasa saya senang ketemu teman teman kompasianers. Itu lho daya tariknya. Apalagi, saya sangat sadar akan segera meninggalkan Jakarta. Kangennya dengan teman2 kompasianers ini yang pastinya gak nahan.
Namun demikian, saya tidak menyesal menghadiri acara ini. Jelas sebagai pendidik ada insight baru yang saya dapatkan. Tidak rugi juga karena saya mendapatkan hadiah kuis kartu Flazz Kompasiana yang saya idam-idamkan. (Walaupun, di Jambi, kartu Flazz tak bisa dipergunakan)
Acara dimulai tepat waktu. Jam 3. Sehingga saat saya tiba saya melihat ruangan terisi hampir penuh. Walaupun hari kerja acara ini cukup banyak peminatnya. Tetapi, ternyata kompasianers bukan satu-satunya undangan. Mata saya menangkap beberapa media lain yang turut ada di acara ini. Sejarah DPD sekilas yang saya ketahui sebelum acara adalah reinkarnasi fraksi utusan daerah pada zaman orde baru. Namun demikian Pak Irman Guaman menjelaskan detail DPD ini dan melengkapi pengetahuan saya. Bahwa DPD adalah gabungan dari 4 perwakilan dari setiap provinsi di Indonesia misalnya adalah informasi baru buat saya. Dalam hal ini saya sempat berfikir apakah 4 orang tersebut memadai sebagai perwakilan daerah? Pertanyaan dan pernyataan pak Irman bahwa perputaran ekonomi yang lebih berpihak ke Jawa adalah hal yg sempat juga terlintas di benak sederhana saya.
Bergelut di dunia politik jelaslah memerlukan kecerdasan berkelit tersendiri. Pak Irman mengemukakan bagaimana beliau menjawab pertanyaan anggota DPR mengenai dana aspirasi 20 miliar pertahun per orang anggota DPR. Bahwa hal tersebut sekalipun digariskan di UU, di mana beliau tak punya alasan tidak setuju, tetapi syarat dan ketentuan berlaku. Hal tersebut membuat saya geli dan saya pikir politik tidak terlalu buruk bagi seseorang dengan kecerdikan semacam itu.
Dalam acara ini Pak Irman juga menjelaskan gagasannya mengenai rumah aspirasi di mana beliau berharap ke depannya tidak perlu anggota DPD melakukan rapat rapat untuk aspirasi rakyat di gedung DPR Jakarta. Di rumah aspirasi bisa saja hal itu dilaksanakan sebagai representasi perwakilan daerah.
Se mpat juga ada canda mengenai uang 100 rb an. Kata Pak Irman uang 100 rb yang tidak ada tulisan Dewan Perwakilan Daerah di gambar gedung DPR itu uang palsu. Para kompasianers sempat mencoba memeriksanya. Saya sempat melihat foto yang dibuat Pak Rahab Ganendra di FB. Itu canda sih. Saya tahu. Jadi awalnya uang 100 rb dan gedung DPR itu tidak menyebutkan keberadaan DPD di penanda nama gedungnya
Pada sesi tanya jawab, sebelum menyampaikan pertanyaannya Pak Dian Kelana menyempatkan memberikan buku novel karangannya pada Pak Irman. Pak Dian mempertanyakan adalah upaya DPD meluruakan sejarah terkait daerah seperti PRRI, dimana pak Dian pernah menjadi bocah yang hidup di zaman tersebut. Kebalikan dari Pak Dian, Pak Tubagus Encep justru mengajukan permintaan pada Pak Irman, terkait keberadaan DPD agar lebih dapat dikenal masyarakat di daerahnya.
Sayangnya pada saat acara Pak Irman tidak dapat mengikuti sampai selesai. Beliau diundang berbuka puasa dengan Pak Presiden Jokowi, sehingga setelah mengajukan 1 pertanyaan kuis, yang saya beruntung bisa menjawabnya, beliau meninggalkan acara dengan diikuti awak media yang belum mendapat kesempatan bertanya dan mengejar hingga ke lobby. Saya sempat menguping sedikit bahwa topik rumah aspirasi dan dana aspirasi DPR adalah pokok percakapan saat itu.
Pertanyaaan kuisnya juga tidak sulit. Beliau hanya menanyakan berapa jumlah provinsi di Indonesia dan berapa jumlah anggota DPD. Secara cepat saya mengira-ngira, jika provinsi ke 34 dikembangkan setelah pilkada, maka jumlah anggota DPD pastinya 33 X 4, yaitu 132. Ternyata jawaban saya benar. Senang sekali.
Karena datang terlambat saya baru menyadari bahwa MC acara adalah mbak Citra seperti biasa selalu semangat dan gembira, walau sedang puasa. (nanya dong, ada ngga sih MC lain? Citra terus...hehehehe)
Para kompasianer juga dihibur oleh seorang penyanyi, sambil menanti saat berbuka puasa. Acara ditutup dengan berbuka puasa bersama.
Salam Nangkring
Â
Â
Maria Margaretha.
ps: Post ini telat sekali. Namun tetap saya kirimkan, untuk teman teman yang sekarang seperti saya cuma bisa menikmati reportase dari yg hadir dan ikut acara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H