Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Satpol PP DKI Menggusur Lapak PKL Saat Pemiliknya Mudik

1 Agustus 2014   00:04 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:45 952
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bukan tanpa alasan, tulisan ini saya buat. Beberapa bulan belakangan, seiring keinginan saya membuat buku edukasi, ada pertemuan-pertemuan makan malam dan buka puasa yang dilakukan bersama teman saya di lapak PKL jalan Sabang. Mie Godog.

Pada saat itulah, terasa sekali ketidaknyamanan yang terjadi karena trotoar beralih fungsi sebagai tempat pedagang kaki lima. Untungnya kelihatannya PKL jalan Sabang itu hanya pada malam hari. Namun selain kenyamanan pejalan kaki yang hilang, sebenarnya pengguna jalan raya juga terganggu, karena ada saja mobil-mobil yang parkir membeli makanan pada PKL tersebut.

Ada beberapa hal sebenarnya yang menyalahi aturan,

1. pedagang kaki lima di trotoar yang membuat pejalan kaki sulit melintas.

2. parkir mobil di bahu jalan di mana ada tanda larangan parkir.

3. motor naik ke trotoar karena kemacetan lalu lintas.

Pada saat lebaran, keadaan ini relatif tak terlihat. Kebetulan kost saya di Grogol juga melewati dua lokasi pedagang kaki lima yang hampir selalu ada.

Pada tanggal 24 Juli, saat akan ke Ciputra Mall, melewati putar balik Roxi, di mana terdapat banyak lapak kaki lima sama melihat kosong. Tak ada lapak di sana. Saya berasumsi, pada para pedagang tersebut sedang mudik. Namun, saat tanggal 29 Juli saya berjalan kaki ke ITC Roxi Mas, tempat yang tadinya berisi lapak-lapak PKL HP bekas, sudah digantikan dengan tiang-tiang.

Di trotoar tikungan menuju Ciputra Mall juga sama, saat saya sampai, jam 11.00 tidak ada satupun pedagang kaki lima, hanya lubang-lubang dan beberapa tiang. Namun pulangnya sekitar jam 4 saya melihat ada 1-2 lapak pedagang di tikungan tersebut.

Hari ini, 31 Juli 2014, sekali lagi saya menyaksikan hal yang sama. Bedanya, saat saya pulang pukul 3.30, saya melihat sejumlah mobil satpol PP menjaga kawasan tersebut.

Di FB seorang teman terjadi perdebatan mengenai pembersihan lapak PKL tersebut. Teman saya, mengatakan bahwa pembersihan lapak PKL pada saat pedagang mudik adalah perbuatan pengecut. Teman lainnya mengatakan bahwa tindakan tersebut sebenarnya bijaksana, karena tidak ada konfrontasi fisik.

Perdebatan yang terjadi mencakup sisi kemanusiaan juga.

Tak dapat dipungkiri, membersihkan trotoar dari PKL membuat nyaman pengguna trotoar, yakni pejalan kaki seperti saya. Namun, sisi kemanusiaan dimana para pedagang kaki lima kehilangan lapak dan pencaharian adalah sesuatu yang perlu dipikirkan. Ada sisi yang menggores jika saya menjadi PKL-nya. (menempatkan diri pada sepatu PKL) Kenyataannya saya adalah pejalan kaki yang diuntungkan oleh pembersihan tersebut.

Tanpa memberikan solusi, maka pemikiran kemanusiaan semacam ini boleh jadi dapat menyulut kebencian pada pemprov yang Satpol PP-nya membersihkan PKL.

1. Kemana PKL mesti berjualan?

2. Benarkah dengan pembersihan menjamin trotoar tidak akan lagi ditempati PKL?

3. Apakah Pemprov memang tak berperi kemanusiaan? Jahat dan pengecut?

[caption id="attachment_317339" align="aligncenter" width="448" caption="Aturan sudah ada sejak 2007, pelaksanaannya baru 28 Juli 2014. Mengapa?"][/caption]

[caption id="attachment_317340" align="aligncenter" width="336" caption="Trotoarnya nyaman dilewati, karena tak ada lagi PKL."]

1406800385267472092
1406800385267472092
[/caption]

[caption id="attachment_317341" align="aligncenter" width="336" caption="Penjagaan dari petugas Satpol PP, 2 mobil."]

1406800450851081789
1406800450851081789
[/caption]

[caption id="attachment_317342" align="aligncenter" width="336" caption="Besi pembatas yang mungkin tujuannya menghalangi PKL kembali membuka lapak?"]

14068005102097499583
14068005102097499583
[/caption]

[caption id="attachment_317343" align="aligncenter" width="336" caption="Lubang ini untuk pembatas besi yang belum terpasangkah? Sebaiknya pejalan kaki berhati-hati di malam hari."]

14068005831357648015
14068005831357648015
[/caption]

[caption id="attachment_317344" align="aligncenter" width="336" caption="Beberapa PKL, (kelihatannya) menunggu kepergian Satpol PP-kah? "]

140680067076771254
140680067076771254
[/caption]

[caption id="attachment_317345" align="aligncenter" width="336" caption="Inikah lapak-lapak yang menunggu buka? Dibalik jembatan di bawah trotoar yang dibersihkan."]

14068007711303312198
14068007711303312198
[/caption]

Tumpukan pertanyaan yang ada tersebut sempat saya diskusikan dengan pengemudi angkot B-01 yang saya tumpangi saat melihat pembersihan di Roxi, hingga ke Ciputra Mall. Pengemudi angkot tersebut mengatakan, "yah, mbak. Memang serba salah. Dibersihkan dari PKL salah, ngga dibersihkan jadi semrawut dan berantakan."

Jadi, memang bukan soal mudah mengurusi suatu provinsi atau kota, jika masyarakatnya sulit untuk tertib. Ini juga menjadi suatu refleksi, apakah saya sudah menjadi warga masyarakat yang tertib?

Salam edukasi,

Maria Margaretha melaporkan untuk Kompasiana.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun