Perdebatan yang terjadi mencakup sisi kemanusiaan juga.
Tak dapat dipungkiri, membersihkan trotoar dari PKL membuat nyaman pengguna trotoar, yakni pejalan kaki seperti saya. Namun, sisi kemanusiaan dimana para pedagang kaki lima kehilangan lapak dan pencaharian adalah sesuatu yang perlu dipikirkan. Ada sisi yang menggores jika saya menjadi PKL-nya. (menempatkan diri pada sepatu PKL) Kenyataannya saya adalah pejalan kaki yang diuntungkan oleh pembersihan tersebut.
Tanpa memberikan solusi, maka pemikiran kemanusiaan semacam ini boleh jadi dapat menyulut kebencian pada pemprov yang Satpol PP-nya membersihkan PKL.
1. Kemana PKL mesti berjualan?
2. Benarkah dengan pembersihan menjamin trotoar tidak akan lagi ditempati PKL?
3. Apakah Pemprov memang tak berperi kemanusiaan? Jahat dan pengecut?
[caption id="attachment_317339" align="aligncenter" width="448" caption="Aturan sudah ada sejak 2007, pelaksanaannya baru 28 Juli 2014. Mengapa?"]
[caption id="attachment_317340" align="aligncenter" width="336" caption="Trotoarnya nyaman dilewati, karena tak ada lagi PKL."]
[caption id="attachment_317341" align="aligncenter" width="336" caption="Penjagaan dari petugas Satpol PP, 2 mobil."]
[caption id="attachment_317342" align="aligncenter" width="336" caption="Besi pembatas yang mungkin tujuannya menghalangi PKL kembali membuka lapak?"]
[caption id="attachment_317343" align="aligncenter" width="336" caption="Lubang ini untuk pembatas besi yang belum terpasangkah? Sebaiknya pejalan kaki berhati-hati di malam hari."]