Mohon tunggu...
Maria Margaretha
Maria Margaretha Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Blogger.

Teaching 1...2...3. Knowledge is a power. Long Life Learner

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pro Kontra, Tidak Mengisi Kolom Agama di E-KTP

12 November 2014   12:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:00 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca HUMOR ini di FB seorang teman,
*Kolom Agama di KTP

Hansip : Lapor Pak RT barusan warga kita ada yang meninggal!
Pak RT : Mari kita urus jenazahnya, dimandikan, disholatkan.
Hansip : Dia bukan orang Islam Pak.
Pak RT : Oh, kalau gitu bawa aja ke gereja.
Hansip : Anu pak RT, dia bukan kristen.
Pak RT : Ya sudah diurus di Pura aja!
Hansip : Dia juga bukan orang Hindu.
Pak RT : Carikan biksu buat urus dia.
Hansip : Masalahnya dia juga bukan orang Budha.
Pak RT : Lha, terus apa agamanya?
Hansip : Kolom AGAMA-nya kosong Pak!
Pak RT : Oh kalau gitu kirim sj ke Kemendagri daah...
Hansip : ............. ?!?!?

Saya jadi tergelitik berkisah, pengalaman saya sendiri sekitar 8 tahun yang lalu. Ayah saya meninggal dunia 28 April 2006. Saya adalah kerabat yang terdekat.

Oh ya, ayah saya kebetulan tinggal bersama seorang janda dengan satu anak yang di kartu keluarganya disebut istri. Entah benar atau tidak, saya tidak terlalu memusingkannya. Saya tidak tahu mereka beragama apa, saya tidak memikirkan mereka. Tetapi, ini ayah saya yang meninggal. Sebagai anak kandung, saya mengurusinya.Bukan RT apalagi hansip.

Biasanya, setahu saya, yang mengurusi orang meninggal itu keluarganya. Keluarga sudah tahu mau diapakan. Ayah saya dulu agamanya juga tidak jelas. KTPnya Islam, sementara, melalui saudara saya, ia minta dikremasi.

Ayah saya ini memang bukan orang yang beragama. Walaupun, yang saya yakini ia percaya pada Tuhan Yang MAha Esa. Pada masa kecilnya ia Budha, seperti saya sebutkan, tinggal serumah (setahu saya nikah siri,tentu itu yang membuat agama di KTP-nya Islam(?)) bukan dengan saya tetapi dengan wanita yang bukan ibu saya. Ia juga pernah dibaptis, seingat saya. Terakhir, kalau saya tak keliru, dia sempat ikut sekte Saksi Yehova.

Meninggalnya ayah membuat saya harus membereskan urusan pemakamannya karena si wanita yang tinggal bersamanya serta anaknya merasa ragu dengan hak-nya mengurusi pemakaman Ayah. Anaknya yang perawat menelepon saya, yang saat dikabari berada di tengah seminar. Saya langsung berangkat ke tempat wanita tersebut.

Andaikata tidak dibantu teman, sulit keinginan ayah dikremasi bisa terlaksana. Tidak ada tempat kremasi yang berani mengkremasi orang dengan KTP Islam. Mereka takut digeruduk. Ada 3 tempat kremasi yang saya datangi pada hari itu. Begitu lihat KTP, semuanya mengatakan, maaf bu, kami tak berani kremasi orang Islam. Nanti masalah dengan masyarakat sekitar. Padahal, saya anaknya lho. Kalau ayah maunya dikremasi, ya di kremasi. Selesai. Buat saya. Tapi, ya gitu,... sampai pucat, lemas habis tenaga mencari tempat kremasi. Andai kolom agama ayah waktu itu kosong, tentu takkan merepotkan seperti itu.

Bukan berarti, saya mau kolom agama saya dikosongkan.

Kisah lain bukan kematian dalam keluarga. Seorang teman minta saya membantu mengurusi seorang temannya yang meninggal. Ternyata almarhumah adalah seorang filantropis. Saya tak tahu KTPnya apa, ibadahnya di mana, dalam peristirahatannya, ada pastur yang mengadakan misa penghiburan, ada gereja x, ada gereja Y. Yah... saya sampai bingung sebenarnya agamanya apa? Tapi, apa salahnya? Kalau memang keluarga tak berkenan, tinggal sampaikan saja. Keluarga yang bersangkutan menerima baik semua tawaran ibadah penghiburan. So What? ya sudah.

Jadi itulah kisah saya. Saya berharap, janganlah masalah kosongnya kolom agama ini dibuat rumit.Apalagi dibuat humor semacam di atas. Tak ada yang tahu seberapa dalam hubungan kita dengan TUHAN. Tak perlu mengkait-kaitkan. Sudahlah. Yuk kerja saja.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun