Tahun ini, 2014-2015, sekolah kami sekali lagi dipercaya UPH menerima mahasiswa magang dari TC. Teacher College. Setahun yang lalu, mahasiswa magang TC UPH masih terkenang di pikiran siswa-siswi saya. Saya juga masih ingat. Bagaimana Patricia, Asnath, Margaret, Philia, dan seorang lagi temannya berjuang melintasi banjir 1 Februari 2014, dan sekolah libur Imlek. Menulis ini membuat saya tersenyum sendiri. Sudah susah payah melewati banjir eh sekolahnya libur. Bener bener deh, saya membayangkan rasanya itu, mmmmhm.
Tahun lalu, walaupun saya tidak dipercaya menjadi mentor, namun kelas saya sempat kebagian diobservasi, dan dijadikan kelas praktek oleh semua mahasiswi tersebut. Tahun ini, tidak. Saya hanya sempat diobservasi sekali, dan mereka mengikuti mentornya masing masing. Ada 5 mahasiswa yang diterima di sekolah kami. Mela, Berliana, Wahyu, Maria dan Tuti.
[caption id="attachment_349421" align="aligncenter" width="240" caption="Lembar observasi mahasiswa disertai denah tempat duduk siswa"][/caption]
[caption id="attachment_349422" align="aligncenter" width="240" caption="Halaman observasi ini dibuat oleh mahasiswa ini"]
Maria dimentori oleh seorang rekan senior saya di kelas 5. Tuti dimentori oleh guru kelas 4. Yang lainnya saya tidak hafal, karena, saya tidak di kelas 1, 2 dan 3. Dua orang di kelas 2 dan satu orang di kelas satu dan tiga.
Sebenarnya saya ingin sekali bisa belajar dari mereka, mahasiswa praktek ini. Apa daya saya tidak mendapatkan kesempatan menjadi mentor. Ya sudahlah, jadinya saya mengamati dari jauh saja.
Masa transisi kurikulum 2013 kembali ke kurikulum 2006 ini sedikit banyak menyebabkan perubahan pada kegiatan belajar di kelas. Yang semula menjadi suatu tema, menjadi suatu pelajaran yang berdiri sendiri. Sebagai guru dalam jabatan, perlu ekstra usaha untuk membuat keiatan belajar tidak berpengaruh banyak.
Mahasiswa praktek ini diberikan topik, dan kemudian menyiapkan rencana pembelajarannya dan menyelenggarakan pembelajaran di kelas. Menurut rekan saya yang menjadi mentor, mereka sedang berusaha untuk menyampaikan pembelajaran secara lengkap, termasuk closing dengan mulus.
Sementara rekan saya yang lain menyatakan bahwa mereka mengerjakan rencana pembelajaran dan pelaksanaannya dengan sangat prosedural.
Catatan saya tentang kehadiran mereka ditandai bahwa anak-anak sangat welcome dengan kehadiran mahasiswa magang ini, khususnya di kelas besar. Setahu saya, anak kelas 4 malah mengganggap mahasiswa yang magang sepertinya permanen. Ini saya dapatkan dari obrolan santai bersama siswa kelas 4.
Kalau biasanya mereka menganggap saya sebagai ibu di kelasnya, (walikelasnya pria) sekarang mereka menganggap mahasiswa tersebut sebagai ibu di kelasnya. Ada baiknya juga, buat saya sehingga peran ibu di sekolah hanya anak-anak kelas lima saya saja. Anak-anak kelas saya juga suka protes sih kalau saya dekat dengan kelas empat.
Lucu juga sih,… karena kalau mahasiswa magang ini akan meninggalkan kami dalam minggu ini dan kembali ke kampus, mereka mungkin akan kehilangan. Anak-anak kelas 4 tahun ini memang sedikit berbeda dengan kelas empat setahun lalu, yang sekarang di kelas 5.
[caption id="attachment_349420" align="aligncenter" width="300" caption="Dok Pribadi"]
Tugas-tugas mereka mempersiapkan mengajar di kelas ini, serupa dengan guru-guru yang akan pindah mengajar dan melakukan mikro teaching. Masa belajar di kampus selama 5 semester tentunya memberikan banyak pengaruh dalam bergaul dengan anak-anak. Namun usia mereka yang muda juga mempengaruhi ketajaman persiapan mengajar.
Memang "jam terbang" mempengaruhi kapasitas menguasai kelas, materi pelajaran dan juga interaksi dengan siswa. Memperhatikan interaksi mahasiswa yang saat ini magang dengan yang lalu, interaksi lebih akrab yang tahun lalu. Mungkin karena kesempatan praktek mengajarnya bisa di kelas kelas yang berbeda, setiap mahasiswa. Tahun ini karena hanya mengikuti 1 mentor, praktek di kelas mentor, maka siswa yang akrab dan dekat hanya siswa di kelas mentor.
Sempat juga murid kelas saya menanyakan, Miss, kok kita ngga diajarin sama mereka? Lalu saya jelaskan bahwa saya bukan mentor. Murid-murid senang dengan guru baru.
Mahasiswa ini juga ringan tangan untuk membantu mentornya masing masing. Termasuk mendisplay karya siswa di kelas.
[caption id="attachment_349725" align="aligncenter" width="300" caption="Menyiapkan diri "]
[caption id="attachment_349726" align="aligncenter" width="300" caption="Berinteraksi dengan siswa di luar kelas"]
Saya sempat mengamati salah satu mahasiswa melakukan praktek untuk menulis ini. Saya melihat bahwa memang mengajar perlu persiapan menyeluruh. Termasuk persiapan batin. Jumlah siswa yang padat bisa mempengaruhi kemampuan kita menguasai kelas, dan membuat kita tidak bergerak. dari depan kelas. Sementara siswa mungkin tidak fokus.
So well, karena saya akan meninggalkan sekolah saya di akhir tahun ajaran ini, maka tahun depan kalau sekolah ini masih dipercaya menerima mahasiswa magang lagi dan bersedia menerima mahasiswa TC UPH lagi, saya mungkin tak lagi ada, maka, catatan ini saya tuliskan.
Selamat mempersiapkan diri menjadi guru, tetap semangat adik-adik mahasiswa TC UPH.
Salam edukasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H