Sebagai penyuka fiksi tertulis, saya ini sudah tidak tertolong lagi, addict. Adiksi saya terhadap fiksi dimulai sejak masih SD. Dunia fiksi, kadang membuat saya lupa mandi, makan bahkan tidur. Seorang teman baik, punya berlemari-lemari lima sekawan, sapta siaga, noni dan segala macamnya, yang membuat saya kadang iri, tapi tidak lama, karena ia murah hati. Saya bisa nangkring berjam-jam di rumahnya sambil membaca semuanya. 3 jam 4 buku? Itu biasa.
Fiksi merupakan ranah penghiburan yang membuat saya bisa tertawa sendiri, dan menangis bersama tokoh-tokohnya. Saya menemukan penulis fiksi keren banyak sekali di kompasiana ini. Mas Fandi Sido, mbak Airy, Mas Deri, Mas Ando, dan masih banyak lainnya. Namun saya ngga akan pernah ngga menyebutkan 2 fiksianer favorit saya, Indri Hapsari dan Lizz. Top banget larut bersama tokoh-tokoh yang mereka tulis.
Tanpa mengecilkan penulis puisi, cerpen dan cerbung buat saya lebih memikat karena ada tokoh, ada plot, dan ada setting yang didalamnya luas untuk dipelajari.
Contoh terbaru adalah tulisan baru tayang sohib saya di sini, saya sudah larut dalam karakternya si tokoh, rasa yang dialami si tokoh dan pikiran si tokoh hanya dalam sekali baca. Dua kali baca membuat saya belajar bahwa, persahabatan itu sensitif sekali. Bisa meraba hal-hal yang tidak beres.
Tulisan yang mengingatkan saya, waktu saya sakit, tiba-tiba sohib saya, nelepon dari Surabaya. "Maria, kamu baik-baik saja?" Sejauh Surabaya dan Jakarta ia bisa tahu saya sedang sakit? Bukan main. Saya juga tidak terheran-heran, waktu seorang sahabat lain, tiba-tiba telepon dari Australia, saat saya sedang bersedih hati. Ajaib benar ya persahabatan itu?
Fiksi itu keren. Sebenarnya cerita fiksi, mungkin sekali bersumber dari pengalaman pribadi, atau kejadian-kejadian yang dilihat di sekitar kita. Namun kalau ngga biasa menulis fiksi seperti saya, walaupun hobi bercerita, menulis fiksi benar-benar merupakan tantangan yang membutuhkan kerja keras dalam mengerjakannya. Saya ingat curhat pada pak Thamrin Sonata, memenuhi persyaratan lomba menulis fiksinya FC yang 1200 kata saja saya harus mengacak-ngacak jagad. Kapan sih 1200 kata ini selesai. Hahahahaha.... Mana minuman hangat, camilan dan lain-lain bisa bikin gendut kalau diterusin. Bukan nyindir penulis fiksi ya, saya lihat sih memang penulis fiksi subur-subur badannya yang di Kompasiana....
Fiksi mengajarkan kita,
1. Persahabatan. Mungkin juga bersumber dari kisah nyata. Namun tetap saja, mengajar tanpa menggurui.
2. Ilmu pengetahuan. Misal: fiksi tentang kehidupan dokter-dokter membuat kita mengenal tips-tips hidup sehat dengan tak sengaja.
3. Geografi. Setting dari fiksi itu lho, membuat belajar geografi ngga sengaja kan? Bukan dengan maksud belajar geografi, tapi, karena suka cerita itu, jadi akhirnya tahu geografi dari setting ceritanya.
4. Psikologi, mengenal sifat sifat manusia. Pernah baca Agatha Christie? Nah, Miss Marple, itu benar-benar bisa mengajari kita tentang psikologi manusia.
5. Bahasa, suka fiksi berlatar belakang Korea? Berapa banyak kata bahasa Korea yang kita serap saat membaca fiksi tersebut? Â Belum lagi, yang minat belajar bahasa Inggris. Belajar Bahasa Inggris paling gampang dengan baca fiksi. Saya pernah baca John Grisham berbahasa Inggris. Kosa katanya benar-benar membuat saya lebih memahami bahasa Inggris.
Ah, sudah lima. Jadi para penulis fiksi, kumohon yaaaaa kalau pindah, kasihanilah saya. Bagi-bagi link ya di FB dan di mana aja kita bisa ketemu. I love you so much.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H