Mohon tunggu...
AFIT YAHYA SYAHPUTRA
AFIT YAHYA SYAHPUTRA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Malang

Pemuda Akal Sehat

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Hadapi Tantangan, Ciptakan Perubahan Mencegah Pernikahan Dini

23 Februari 2024   14:01 Diperbarui: 23 Februari 2024   14:12 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pernikahan dini merupakan fenomena yang masih menjadi perdebatan hangat di Indonesia. Dalam beberapa dekade terakhir, meskipun telah terjadi penurunan, praktik pernikahan dini masih menjadi masalah yang signifikan di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan kesehatan yang serius bagi individu dan masyarakat secara keseluruhan.

”Berdasarkan data United Nations Children's Fund (UNICEF) tahun 2023, Indonesia menempati peringkat empat dalam perkawinan anak global dengan jumlah kasus sebanyak 25,53 juta. Dampak perkawinan anak ini bersifat multisektoral, sehingga diperlukan komitmen bersama dan kolaborasi lintas sektor antar Kementerian/Lembaga (K/L) untuk mencegahnya” ungkap Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Pengasuhan dan Lingkungan, Rohika Kurniadi Sari. Data tersebut menunjukan bahwa di Indonesia mengalami darurat pernikahan dini dengan angka pernikahan dini yang cukup tinggi, hal ini menjadi permasalahan penting yang perlu diperhatikan untuk menggapai Indonesia Emas 2045.

Pernikahan dini, yang umumnya terjadi pada usia remaja, seringkali dipicu oleh berbagai faktor termasuk tekanan sosial, tradisi budaya, dan ketidakmampuan mengakses pendidikan yang layak. Dampaknya meluas dari bidang kesehatan reproduksi hingga ekonomi keluarga, serta menciptakan lingkungan yang tidak kondusif bagi pembangunan sosial. Kita perlu mengeksplorasi masalah pernikahan dini dengan cara memahami akar penyebabnya, serta menjelajahi upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan mencegahnya. Perubahan sosial dan pendidikan menjadi kunci utama dalam merombak paradigma yang memandang pernikahan dini sebagai solusi atas berbagai masalah sosial. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat sipil, dan lembaga pendidikan untuk menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan remaja sehingga mereka dapat mengambil keputusan yang lebih bijaksana mengenai pernikahan dan masa depan mereka.

Salah satu faktor utama pernikahan dini di Indonesia adalah karena adanya tekanan budaya. Budaya yang mengutamakan perkawinan sebagai tanda kedewasaan, status sosial, atau solusi terhadap masalah ekonomi dapat mendorong individu untuk menikah pada usia yang masih sangat muda. Selain itu, aspek ekonomi juga menjadi faktor penting, terutama di daerah pedesaan di mana kemiskinan seringkali menjadi pendorong utama pernikahan dini. Keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi mungkin melihat pernikahan anak mereka sebagai cara untuk mengurangi beban finansial atau bahkan sebagai sumber pendapatan.

Pertama-tama, perlu dipahami bahwa pernikahan dini seringkali terjadi karena berbagai faktor ekonomi, sosial, budaya, dan agama. Faktor ekonomi seperti kemiskinan dapat mendorong orang tua untuk menikahkan anak-anak mereka pada usia yang sangat muda sebagai upaya untuk mengurangi beban ekonomi keluarga. Di sisi lain, faktor sosial dan budaya seperti tradisi dan norma-norma lokal juga dapat mempengaruhi praktik pernikahan dini. Selain itu, faktor agama juga sering menjadi pertimbangan penting, di mana beberapa kelompok masyarakat menganggap pernikahan pada usia muda sebagai hal yang diinginkan atau diperintahkan.

Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan juga memainkan peran dalam pernikahan dini. Anak-anak yang tidak mendapatkan akses pendidikan yang memadai cenderung kurang mampu memahami konsekuensi dari pernikahan dini, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Kurangnya pengetahuan tentang hak-hak mereka juga dapat membuat mereka rentan terhadap eksploitasi dan penindasan dalam pernikahan. Pernikahan dini juga memiliki dampak yang serius terhadap individu yang terlibat. Anak perempuan yang menikah pada usia muda seringkali menghadapi risiko kesehatan yang lebih tinggi, seperti komplikasi kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi. Mereka juga cenderung mengalami hambatan dalam menyelesaikan pendidikan mereka, yang dapat menghambat pengembangan potensi dan kesempatan ekonomi di masa depan. Selain itu, pernikahan dini juga dapat meningkatkan risiko kemiskinan dan kekerasan dalam rumah tangga.

Dampak pernikahan dini dapat sangat merugikan bagi individu yang terlibat. Anak perempuan yang menikah pada usia yang sangat muda memiliki risiko lebih tinggi terhadap komplikasi kesehatan reproduksi, termasuk kematian ibu dan bayi, serta risiko peningkatan kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, pernikahan dini juga dapat menghambat perkembangan sosial, emosional, dan intelektual anak-anak, karena mereka terpaksa menanggung tanggung jawab perkawinan yang seharusnya dilakukan oleh orang dewasa. Data pada permohonan dispensasi pernikahan dini di Pengadilan Agama Kabupaten Malang perlu diperhatikan lebih lanjut. Dari Januari hingga Oktober tahun lalu, telah ada sebanyak 800 permohonan yang diajukan, dengan mayoritas pemohon berusia SD dan SMP, yang merupakan sebuah ironi. Sementara itu, dari data Pengadilan Agama kabupaten Malang salah satu yang menjadi perhatian adalah permohonan yang diajukan atas dasar perjodohan oleh orang tua."Saya merasa prihatin sekali jika pernikahan dini terutama melibatkan SD dan SMP ini yang masih tinggi sekali. Faktor ekonomi dan hamil diluar nikah menjadi salah satu faktor terjadinya hal tersebut," ujar Anggota komisi E DPRD Jawa Timur Jajuk Rendra Kresna, Minggu 19 November 2023 ini. Pernikahan dini merupakan permasalahan serius yang membutuhkan perhatian serius dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait lainnya di Indonesia. Langkah-langkah preventif yang dapat diambil termasuk peningkatan akses pendidikan bagi anak-anak, perubahan budaya yang memandang pernikahan pada usia muda sebagai sesuatu yang tidak diinginkan, pemberian kesempatan ekonomi yang lebih baik bagi keluarga miskin, dan penegakan hukum yang ketat terhadap praktik pernikahan dini.

Penting bagi masyarakat Indonesia untuk menyadari bahwa pernikahan dini bukanlah solusi atas masalah ekonomi atau sosial yang mereka hadapi. Sebaliknya, pernikahan dini cenderung memperburuk kondisi tersebut dengan menghasilkan dampak negatif jangka panjang bagi individu, keluarga, dan masyarakat secara keseluruhan. Dengan meningkatkan kesadaran akan risiko dan konsekuensi pernikahan dini serta mengambil langkah-langkah preventif yang sesuai, kita dapat bergerak menuju masyarakat yang lebih sehat dan lebih adil bagi semua individu, tanpa memandang usia atau gender. Upaya pencegahan dan penanggulangan pernikahan dini harus mencakup pendidikan yang lebih baik tentang pentingnya pendidikan formal dan kesehatan reproduksi, perlindungan terhadap anak-anak, pemberdayaan perempuan, serta perubahan norma sosial dan budaya yang mendukung pernikahan pada usia yang lebih matang. Dengan melakukan langkah-langkah ini, diharapkan dapat mengurangi angka pernikahan dini dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi generasi muda di Indonesia.

Maka dari itu, opini saya dalam menghadapi tantangan dan menciptakan perubahan terkait pernikahan dini adalah suatu panggilan untuk membangun masyarakat yang lebih inklusif dan berdaya. Pernikahan dini, dengan segala konsekuensinya, menuntut pemikiran kritis dan tindakan yang terarah. Kita dapat mengubah paradigma yang melingkupinya dengan mendukung pendidikan yang lebih baik, memberdayakan perempuan, dan mempromosikan kesetaraan gender. Melalui upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan individu-individu dalam komunitas, kita dapat menciptakan lingkungan yang mendukung pemuda dan pemudi untuk mengejar impian mereka tanpa terjebak dalam pernikahan yang tidak matang atau pernikahan dini. Edukasi mengenai hak-hak individu, kesehatan reproduksi, dan peluang pendidikan serta karir harus menjadi prioritas utama. Saat kita bergerak maju, mari kita memastikan bahwa suara-suara yang sering kali terpinggirkan, seperti mereka yang terkena dampak langsung dari pernikahan dini, didengar dan diberdayakan. Hanya dengan memberikan ruang untuk berdialog, mendengarkan, dan bertindak bersama-sama, kita dapat mencapai perubahan yang berkelanjutan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun