Mohon tunggu...
Hendrie Santio
Hendrie Santio Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Serabutan

Seorang Serabutan yang mencoba memaknai hidup

Selanjutnya

Tutup

Metaverse Artikel Utama

Kala Hak Siar Menjadi Perdebatan di Esports

15 Mei 2020   17:15 Diperbarui: 17 Mei 2020   01:40 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar oleh dife88 dari Pixabay

Era Pandemi Covid-19 sepertinya tidak begitu berdampak buruk bagi industri esports di seluruh belahan dunia.

Kekhawatiran terhadap nasib industri ini ketika banyak turnamen yang dibatalkan seperti terjawab sudah dengan banyaknya alternatif berupa turnamen virtual yang dilaksanakan secara online. 

Khusus untuk gim dota 2, pembatalan sebagian besar agenda resmi menjadi angin segar bagi para penyelenggara event atau yang dikenal sebagai Third Party Organizer untuk menyelenggarakan turnamen versi mereka dengan format yang beragam.

Salah satu Organizer yang memiliki reputasi sebagai penyelenggara turnamen yang anti-mainstream, Weplay Esports tidak ketinggalan dengan menyelenggarakan beberapa turnamen untuk mengisi kekosongan agenda esports dota 2. 

Terakhir Weplay baru saja sukses menyelenggarakan turnamen online dengan titel Pushka League yang menghadirkan sederet caster dan announcer wahid di dunia perdotaan. 

Namun ada hal yang cukup menarik perhatian selain kualitas dari pertandingan yang tercipta di turnamen tersebut.

Hal tersebut adalah komentar salah satu analis sekaligus mantan pemain profesional, Kyle Freedman yang terang-terangan mengkritik streaming turnamen yang dilakukan oleh salah satu influencer dota 2 terkemuka, Henrik Ahrenberg. 

Perdebatan dibuka dengan pernyataan Kyle yang menyebut dengan lantang bahwa organizer resmi harus kehilangan 30 hingga 40 persen dari pendapatan mereka karena streaming turnamen yang dilakukan oleh pihak ketiga, dalam hal ini adalah para influencer macam Henrik. 

Dengan model bisnis yang tidak begitu menguntungkan, Kyle mengkritik Henrik yang menayangkan pertandingan di kanal twitchnya sekaligus mengeluhkan sedikitnya insentif yang didapat oleh "pemilik" turnamen. 

Henrik melalui akun media sosialnya gantian membalas bahwa pernyataan Kyle sangat tidak rasional. Seakan merasa kritiknya belum ditanggapi dengan porsi yang tepat, Kyle kembali mengangkat isu mengenai hak siar ini akun situs Medium-nya. 

Melalui tulisannya, selama ini mayoritas penyelenggara turnamen dota 2 tidak dapat memenuhi potensi ekonomi yang bisa mereka dapat dengan mengekslusifkan tayangan yang mereka produksi.

Kyle kemudian membandingkannya dengan esports Overwatch yang berhasil menjual hak siar mereka hingga 90 juta Dollar (sekitar 1,3 Triliun Rupiah) meskipun memiliki jumlah penonton yang lebih sedikit.

Sontak perdebatan keduanya turut memancing perhatian dari para figur penting dota 2 seperti Alan Nahaz yang menyuarakan tidak adanya jaminan finansial bagi para penyelenggara turnamen selama ini.

Permasalahan hak siar esports, khususnya di dota 2 tidak pernah menjadi pembicaraan di era-era sebelumnya.

Sebelum perubahan format kompetisi pada tahun 2016, Valve selama ini mengizinkan para penyelenggara turnamen mendulang pendapatan dari penjualan item kosmetik khusus yang dikemas layaknya tiket menonton. 

Kebijakan tersebut efektif dihapus lantaran Valve ingin menguasai sendiri hasil penjualan item untuk membiayai turnamen tahunan mereka.

Lantaran hal ini, para penyelenggara turnamen mulai mengeluhkan sulitnya membiayai sebuah turnamen seiring dengan meningkatnya pengeluaran operasional maupun non-operasional.

Tak pelak hal ini juga turut berpengaruh terhadap menurunnya jumlah agenda turnamen dota 2 yang berpotensi menurunkan tingkat kompetisi. 

Demi menyelamatkan ranah profesional, Valve pun mengambil langkah u-turn dengan menyelenggarakan liga regional yang dikelola bersama dengan pihak ketiga. 

Pilihan ini bukannya tanpa resiko karena berpotensi mengorbankan (lagi-lagi) pihak penyelenggara ketiga karena keterbatasan kesempatan untuk menyelenggarakan turnamen. 

Dilema antara menemukan model bisnis berbasis hak siar dan memanjakan penikmat esports masih menjadi misteri di tengah prediksi industri esports akan mencapai kapitalisasi pasar sebesar 1,7 Miliar Dolar pada tahun 2021. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Metaverse Selengkapnya
Lihat Metaverse Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun