---
Selamat tinggal, musim dinginku. Ingin ku berkata, o mohon jangan tertetes airmata, tapi apalah daya bila yang tertetes adalah airmataku sendiri. Sementara kau tetap disitu, membeku, menularkan bekumu kepadaku. Mungkin seharusnya lebih baik aku begitu, melepaskan diri ini untuk turut membeku. Mungkin dengan begitu aku dapat memahami misterimu. Tapi langkahmu telah berlalu, dan aku, walau takkan henti ku menunggu, langkahmu telah berlalu.
---
Kulangkahkan kaki ini, dara, karena kita tahu, aku bukanlah orang yang kau butuhkan. Setidaknya aku yang sendiri tahu mengenai itu. Bagaimana kau bisa membutuhkan orang yang hanya bisa secara separuh dirinya mencintaimu? Kau lebih dari layak untuk mendapatkan yang lebih dari aku, dara. Setidaknya aku yang sendiri tahu, sementara kemanapun itu jejak langkah ini akan membawaku pergi dari semua ini. Aku yang takut kehilangan separuh lagi.
---
Aku kan selalu mencintaimu, aku kan selalu mencintaimu. Ingin kunyanyikan itu kepadamu, musim dinginku, tapi langkahmu telah berlalu. Mungkin sebagai upaya terakhirku agar kau tahu. Bila kunyanyikan sekarang, akankah terdengar olehmu? Terdengarkah olehmu, musim dinginku? Ah, aku hanya bisa berdoa dan berharap. Dan ku harap hidup akan memperlakukanmu dengan baik. Membantumu mengikis perlahan dinding bekumu, supaya kau bisa kembali menjadi seseorang yang kubayangkan kau seperti itu, dulu.
Dan ku harap kau menggapai semua mimpimu, musim dinginku. Hati kecilku berteriak, aku ingin ada disitu, aku ingin ada di mimpi-mimpimu, dan mengharap kau dapat menggapai semuanya. Aku. Maafkan aku bila hati kecilku berteriak begitu.
---
O aku sungguh mengharapkan kau senang, dan aku mendoakanmu bahagia, dara. Tiada lagi yang kuinginkan lebih dari itu. Bilapun ada, di atas segalanya, aku mendoakanmu cinta, dara. Cinta yang kan buatmu bahagia, cinta yang kan buatmu senang. Karena kau adalah musim panas yang layak mendapatkan itu semua.
---
Hanya ingin kau tahu.