Monyet Besar Menumpang Truk
Karya: Aosin Suwadi
Pada suatu sore seorang ayah sedang santai di teras rumah iseng-iseng menguji IQ anaknya yang baru kelas lima SD. Sebelum mengajukan pertanyaan, sang ayah memberikan cerita dulu sebagai pengantar soal. “Simak baik-baik yah!” Kata sang ayah kepada anaknya. “Siap!” sang anak menjawab dengan semangat. “Pada suatu hari seorang pengusaha kayu mengirim kayu gelondongan sebanyak satu truk. Kayu tersebut dikirim dari wilayah lereng gunung Karang ke Jakarta. Setelah masuk ke penimbangan, ternyata truk tersebut muatannya sudah maksimal, yaitu 8 ton. Artinya jika truk tersebut ditambah beban lagi, walaupun hanya 2 kg, maka ban truk tersebut akan meledak.” Sang ayah menarik nafas.
Baru setengah perjalanan menuju Jakarta, tiba-tiba ada suara jatuh ke atas mobil. Supir dan kenek kaget. Kemudian truknya dihentikan di pinggir jalan. Setelah diperiksa, ternyata ada seekor monyet besar di atas truk, kira-kira beratnya 5 kg. Anehnya monyet itu tidak mau turun. Dibawalah monyet itu sampai ke tempat tujuan,bersama supir dan keneknya. Dan ban mobil truk ternyata tidak meledak. “Nanti dulu yah, monyet itu dari mana datangnya? Perjalanan antara Pandeglang Jakarta kan tidak ada hutan?” Tanya sang anak penasaran. “Zaman dulu perjalanan antara Pandeglang Jakarta masih melewati banyak hutan. Bahkan di Jakarta sendiri seperti Kampung Angke dan kampung Duri, dulunya hutan yang penuh dengan binatang, termasuk monyet banyak di situ.” Sang ayah menambahkan penjelasan pengetahuan sejarah. “Ooooh gitu yah!”
Ayah
:
“Coba jelaskan mengapa ban truk trsebut tidak meledak?”
Anak
:
“Kan muatannya engga ditambah!” (Asal menjawab karena belum sempat berpikir)
Ayah
:
“Sebelum menjawab, coba dipikirkan dulu!” (Sang ayah membimbing)
Anak
:
“Ooh... iya iya, iya... (Sang anak kegiarangan seperti telah tahu jawabannya)
Ayah
:
“Coba bagaimana jawabannya?” (Berharap jawaban anaknya benar)
Anak
:
“Kayunya diturunkan separo yah!” (Lagi-lagi jawaban sang anak tidak mengarah)
Ayah
:
“Kan tadi dalam penjelasannya ga ada kayu yang ditrunkan!”
Anak
:
“Kenapa yah, monyet besar kan berat, mungkin ada 5 kg. Tapi ko, ban mobil ga meledak? (Sang anak bertanya sendiri sambil memegang pelipisnya)
Ayah
:
“Bagaimana, susah yah? Kalau pertanyaan ini terjawab, ayah kasih hadiah!”
Ibu
:
“Ini kopinya yah! Kayanya ibu tahu jawabannya tuh!”
Anak
:
“Gimana mah?!?” (Sang anak penasaran)
Ayah
:
“Kalau dibantu, Hadiahnya gimannna?”
Anak
:
“Emang ayah mau ngasih hadiah apa, kalau jawabannya benar?”
Ayah
:
“Bagaimana kalau sepeda baru, mau?”
Anak
:
“Mau, mau, mau.... Horeee aku bakal punya sepeda baru!”
Ayah
:
“Nanti dulu.... Jawabannya gimana?”
Anak
:
(Mendadak diam memikirkan jawaban)
:
“Keneknya ketinggalan waktu istirahat di rumah makan.”
Ayah
:
“Kan tadi udah dikasih tahu semuanya ikut sampai di tempat tujuan, termasuk dengan monyetnya!
:
Gimana....... mau nyerah?” (Sang ayah berusaha memberi memotivasi)
Anak
:
“Supir dengan kenek muntah dua-duanya, kan kalau mintah bebannya berkurang tuh.” (Senang, karena menganggap jawbannya benar)
Ayah
:
“Supir dan kenek itu muntahnya kan habis makan waktu istirahat. Mereka makan tidak akan menghabiskan 2 kg kan? Kemudian muntah lagi, ya tetap segitu lah!”
Anak
:
(Bingung karena semua jawaban ternyata salah)
Ayah
:
“Gimana... mau nyerah?”
Anak
:
“Nyerah lah ayah, tapi sepedanya?????”
Ayah
:
“Kalau nyerah, ya ga jadi!”
Anak
:
“Usul!” (Sambil mengacungkan tangan)
Ayah
:
“Usul apa!”
Anak
:
“Gimana kalau begini.... nyerah.... tapi...... sepeda tetap beli!”
Ayah
:
“Itu, maumu! Sebenarnya jawaban pertanyaan itu gambang!”
Anak
:
“Gambang gimana” (Penasaran)
Ayah
:
“Ayah tanya nih, kira-kira dari pandeglang sampai Tangerang saja, bahan bakarnya habis berapa liter yah?”
Anak
:
“Habis lah kira-kira 20 liter! Emang apa hubungannya?” (Belum paham)
Ayah
:
“Truk itu bahan bakarnya solar kan? Solar 20 liter itu berapa kilo yah?”
Anak
:
“Satu liter solar = 0,8 kg berarti....... 16 kg yah!”
Ayah
:
“Naaaah..... itu tahu!”
Anak
:
“Ooo iiiiiiiiyaaaah..... solar habis 16 kg, ditambah monyet 5 kg malah berkurang.” (Sang anak baru ingat hal itu telah diajarkan dalam pelajaran IPA yang disampaikan oleh pak Jahori)
Sang ayah merasa senang telah menyampaikan pengetahuan kepada anaknya, sedangkan sang anak menyesal tidak jadi mendapatkan hadiah sepda baru. Demikian teka-teki ini, semoga bermanfaat bagi para pembaca. Dan terima kasih Anda telah mengapresianya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H