Mohon tunggu...
Adolpus otoper
Adolpus otoper Mohon Tunggu... Buruh - Hanyalah tukang cangkul tanah

Selalu merayakan hidup dengan membaca, menulis, berdiskusi, dan merenung dengan diri sendiri dan oranglain dalam metode disputio et dialegtika. Saya suka seni dan musik juga.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Skeptifitas Budaya Masa Kini

17 April 2024   09:56 Diperbarui: 17 April 2024   10:01 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam tulisan ini hanyalah mengambil gambaran umum hilangnya budaya kita masing-masing pada masa kini.

Tanpa kita sadari bahwa kita berada dalam zaman yang sungguh indah dan nyaman adanya. Zaman yang sungguh menggiurkan. Zaman yang penuh daya yang menjinakkan kita sekaligus mengenyangkan.

Dalam kenyamanan yang ada ternyata menjadikan kita lupa pada dasar-dasar hidup yang telah melahirkan dan membesarkan kita. Dasar hidup itu adalah budaya dan kearifan lokal kita.

Pada masa kini ternyata kita sedang berada dalam keadaan dimana budaya dan kearifan lokal kita semakin menghilang. Hal ini terjadi entah kita sengaja melupakannya, sengaja menyimpannya demi menerima budaya baru.

Kita patut bersyukur bahwa kita dapat dibentuk dari budaya dan kearifan lokal kita. Namun semakin hari rasanya ada yang aneh dan tidak masuk akal bila kita berpikir lebih jauh dan mendalam. Ternyata kita mengalami kemajuan yang sekaligus kemunduran hingga pada kekosongan diri yang tak dapat dikontrol.

Semakin kita merasa nyaman juga sekaligus kita semakin melupakan dasar budaya kita dan kearifan lokal yang kita miliki masing-masimg. Gambaranya seperti orang yang kekenyangan tak bisa berpikir sehingga mengantuk dan tertidur.

Kenyataan ini mengingatkan kita pada poin refleksi yang disampaikan oleh Antoni D Mellow dalam satu judul ceritanya yakni" Kita hidup dalam keadaan Tidur." Ada kemungkinan besar kita mengalaminya saat ini.

Kemajuan dan perubahan rupanya mengendalikan manusia bukan sebaliknya. Ini adalah akibat dari manusia yang tidak mampu melawan kenikmatan perubahan yang ada. Bila kita masih punya akal Budi pastilah kita dapat mengendalikan kemajuan dan perubahan budaya baru dan dapat menikmati keseimbangan hidup dalam perpaduan budaya lama dan baru.

Masalah yang ada pada kenyamanan saat ini adalah anak anak muda Indonesia juga orangtunya mengalami kehilangan daya untuk saling mengingatkan atas ancaman budaya dan kearifan lokal yang dialaminya. 

Contoh nyata: sebagian besar orang muda Indonesia merasa gengsi dan tidak nyaman lagi berkomunikasih dalam bahasa Indonesia dan bahasa daerahnya sendiri baik di depan umum maupun di dalam rumah masing masing. Selain bahasa ada kemungkinan besar unsur-unsur budaya lainnya pun sudah tidak dipakai lagi.

kenyataan ini mengingatkan kita pada padangan Theodore Adorno filsuf Frankfurt yang mengatakan bahwa kemajuan adalah kemunduran. Dan ternyata memang benar kita mengalaminya saat ini hingga pada ranah nihilitas diri yang tak terkendali. Akibatnya kita kehilangan segalanya.

Manusia berakal Budi akan memiliki kemampuan untuk hidup dalam keseimbangan. Ia memiliki kemampuan untuk mengendalikan kekuatan yang berasal dari dalamnya juga dari luar dirinya.

Pertobatan budaya

R. Descartes: Co Gito ergo sum: saya berfikir maka saya ada barangkali menjadi kekuatan bagi kita untuk memperbaiki diri kita dalam ranah otokritik mendalam untuk membedah dan menentukan diri kita yang dihendaki maksud dan nilai-nilai kearifan lokal kita masing-masing. 

I.kant: manusia adalah binatang yang berfikir. Semoga point refleksi dari I.Kant memberikan kekuatan bagi kita untuk melawan kecenderungan kebinatangan kita serta menaikan kita kembali pada martabat manusia yang sesungguhnya.

Kedua point refleksi dari para filsuf ini memampukan kita untuk memperbaiki kualitas diri kita minimal membantu proses pembentukan akal Budi Kritis terhadap apa yang ada.

Semoga kita mampu bangkit dari kenyamanan yang tidak manusiawi ini menuju manusia yang murni manusia, bukan manusia yang dibudaki hawa nafsu dan naluri kebinatangan kita.

Dengan demikian kita akan dikembalikan pada paradigma dan kesadaran bahwa manusia itu adalah ciptaan yang mengendalikan hidup dirinya terhadap kenikmatan yang datang merayu,menawar, menyamankan, hingga merusak dan mencabik-cabik harga dir dan kehormatan manusia.

Semoga....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun