Nanda nama seorang gadis dengan rambut panjang dan alis yang tegas.
Matanya selalu melihat permasalahan tentang bagaimana kehadiran diri menjadi penting dan berarti. Itu kalimat yang ia ucap ketika memandang dirinya di cermin.
“Kenapa aku harus masih sekolah?” nanda berfikir dalam pikirannya. Alasan dan gagasan hidup yang ia pahami menatap matanya saat berkaca.
“ Tahu... Tahu... ” suara tukang tahu lewat rumahnya pagi - pagi. Ibunya yang bersiap ke pasar menoleh nanda yang masih mencoba merapikan rambutnya.
“Nanda cepatlah, hari tua mu tidak bergantung pada rambutmu” canda ibunya mencoba membuat nanda bergerak cepat.
“ Tapi tua, tak mungkin aku botak ” nanda mencoba menjawab gurauan ibunya. “Ibu mengapa bapak tidak pulang dari dinas?” tanya nanda pada ibunya.
“Bapak bekerja agar kamu bisa sekolah, nanda” ibunya menjawab cepat. “Bukanya begitu ibu, nanda ingin bapak yang mengambil raport nanda” jawab nanda cemberut. Ibunya hanya bisa mengelus kepala nanda yang merasa bersedih.
Nanda hanyalah anak sekolahan biasa, ia selalu merindukan bapaknya yang harus bekerja di luar kota. Adiknya yang nakal dan kakaknya yang sibuk membuat nanda merasa bingung terhadap hidupnya. Yang ia miliki hanyalah kerja keras untuk membahagiakan keluarganya.
Sesampai disekolah Nanda bertemu dengan Tono, pemain basket unggulan di sekolahnya. Tono menyapa nanda sambil bercanda “udah siap di pelaminan Nanda Ismail” tono mengejek nama bapak nanda.
Nanda pun mencoba membalas lelucon tono yang mencoba menghina nama bapaknya “Diam kau Tono Kratajarta” . Teman nanda pun langsung bergegas mendekati Nanda “Kenapa nanda?” temannya berbicara.
“Si Tono samsuldin coba ngomongin bapak aku” kata nanda ketus. “Dia suka kali sama kamu?” jawab mega. “Engga mungkinlah aku suka sama si Tono Samsuldin”. Tiba - tiba datang Regi pacar Nanda “Nanda liat aku bawa tahu kesukaan kamu”. “Engga aku lagi ga mood” kata nanda ketus. “Kenapa Nanda? kamu suka sama Tono?” jawab regi.