Saat ini telah kami sadari, negara ini hanya menciptakan polusi dan polisi. Serta menjunjung tinggi dua komoditi, yakni sawit dan karet. 'Sawit' sebagai bahan produksi utama, dan 'karet' sebagai pasalnya.
Sang pembuat keputusan, telah menetapkan kata 'Cilaka', sebagai pedoman utama dalam mendekatkan  diri pada "posisi karet". Mereka dimabuk lupa dan dimabuk kuasa, serta tidak menghiraukan massa yang berkeringat seharian, demi dapat mempertahankan kenyamanan kursi kalian.Â
Kalian duduk sembari meminum darah dan perasaan kami. Kalian berdiri dan menatap kami tiada. Kalian berjalan diatas kepala-kepala keluarga yang diperas dan anggotanya diperkosa.Â
Sesungguhnya apa makna dari demokrasi? Diantara kalian yang melanggengkan oligarki?
Kami benci standar ganda dan tawa yang kalian tebarkan. Oportunis diantara dosa yang kalian anggap manis. Membungkam setiap kata oleh Sabhara, menentang aksi lewat peran TNI, dan BIN melacak informasi pribadi, lewat identitas diri kami.
Kami menentang tindakan sembunyi-sembunyi, di negara yang memegang asas keterbukaan. Jangan jadikan kami yang miskin, sebagai alat untuk memperkaya diri kalian.Â
Dimana sila ketiga, keempat dan kelima? Kalian menuduh kami sebagai Penjahat Pancasila? Sesungguhnya kalian lupa, karena yang membungkam dan meniadakan Pancasila adalah kalian yang menetapkan 'Cilaka'. Kami mengkritik tersandung UU ITE, kami berkonfrontasi membuka suara, namun dilempar gas air mata.Â
"Sesungguhnya tanpa gas air mata pun, kami telah menangis setiap hari. Sesungguhnya tanpa sepatu boot kalian pun, kami telah ditindas setiap hari."
Terusik sudah kedamaian yang tidak pernah tercipta. Oleh mata yang menyorot benci dan hina kepada eksistensi masyarakat.Â
"Apakah kami pantas berdemo didepan taman kanak-kanak?"