Mohon tunggu...
Any Sundari
Any Sundari Mohon Tunggu... -

sering menghabiskan waktu menikmati langit senja dan membuat puisi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Siapa?

18 November 2011   08:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:30 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nafasnya terengah, dadanya terasa sangat sakit dan tubuhnya penuh dengan peluh. Ia merasakan dirinya sangat lemas, lemas karenaterlalu banyak beban dan pikiran yang tidak pernah terhubung dengan hasratnya untuk mengubah hidup.

“Tidak, ini tidak seperti ini” guman Kirana perlahan.

“Aku lelah, dan kupikir ini tidak akan lebih baik, tetapi haruskah pergi?” katanya kepada si cermin

“Hidupku memang seperti ini sekarang. Dikejar kegelisahan, tumpukan pekerjaandan kurasa hal ini membuatku lama-lama tidak waras, ku pikir keputusanku menginjak kota ini akan diikuti oleh hembusan angin surga, tetapi ternyata ini lebih buruk, jauh lebih buruk”

Pilihanya menetap salah satu kota besar di pulau jawa ternyata membuat hidupnya porak poranda seperti tsunami. Awalnya, ia mengira kota akan jauh lebih ramah dibanding gelap dan sepinya kampung halaman.Ternyata, kota membuatnya harus memutar otak setiap hari. Hal yang selama ini jarang ia lakukan, ia biasa berleha dengan semboyan alon-alon waton kelakon semasa dikampung. Sekarang, berhenti berfikirpun tidak. Tidak jika di kota ini. Sekali lagi tidak!

Kota ini panas dengan ribuan pabrik yang tiap hari mengepul. Pohon-pohon mungkin jugaprotes dengan banyaknya gas karbon yang mereka hirup untuk menghasilkan oksigen. Bau limbah menyengat sudah jadi hal yang biasa. Orang bertengkar dan mengeluh kepanasan sudah jadi santapan sehari-hari dan Kirana tak pernah terpikir menjadi bagian dalam drama kehidupan kota.

Lalu, bayangan cermin berbisik . Entah aneh bin ajaib, cermin itu tiba-tiba berkata pelan

“ Ada hal yang membuatku kadang bertanya, ketika aku sudah menginjak kota ini. Ada hal –hal yang membuat manusia tidak waras memikirkan keputusan untuk hidup seperti nenek moyangnya secara nomaden. Hari ini, kau ada dikota ini, besok kau sudah dikota sebrang, dan lusa kau sudah ada dibelahan dunia lain. Pernah juga terpikirkan olehku untuksekedar menikmati sensasi kemewahan ketika menjadi perempuan kaya, tetapi kaya tidak cukup, karena faktanya ternyata semua tak lebih dari kertas kosong yang terisi dengan tinta pena dan kemudian dibuang ke tong sampah. Kaya berdampak pada pilihanmu, seleramu dan pada caramu memandang dunia. Kaya membuatmu lebih condong kepada kesinisan bila hanya mau mendongak keatas dan aku tidak ingin seperti itu” kata cermin.

“Aku tahu. Aku cukup menjadi biasa saja, karena itu lebih baik. Perempuan bisa saja tertindak dan dianggap sembrono hanya karena tubuhnya. Tetapi, faktanya itu bisa terbalik ketika suara hati perempuan begerak dan mengubah sesuatu yang tidak pernah laki-laki atau dunia bayangkan. Ya, tidak ada yang bisa menghapus mimpi yang ada didalam benak dan perempuan punya itu”

“Aku Kirana, aku perempuan kuat . Aku adalah perempuan kuat bernama Kirana, diriku adalah dirimu, dirimu juga diriku dan ubahlah dunia karena kau perempuan”

Dan Kirana termenung.

“Kau siapa?” penuh teka-teki.

___________ (Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun