Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengetuk Pintu Hati

25 Oktober 2023   20:09 Diperbarui: 25 Oktober 2023   20:15 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami dipertemukan di salah satu rumah sakit ternama di Sidoarjo. Kondisi kesehatan yang tidak bagus membuat kami harus menginap beberapa hari di salah satu ruangan. Di ruangan yang berisi empat pasien itu kami memiliki kesamaan, sama-sama menjalani perawatan setelah operasi.

Namanya Rumiyati, seorang wanita berusia enam puluh tahun yang berasal dari Madiun. Dia ditemukan oleh seorang wartawati di dekat sebuah minimarket di Bungurasih. Kondisi tubuh dan kesehatan yang memprihatinkan membuat wartawati dari Madura itu trenyuh.

Si Ibu yang baik itu lalu membawa si Nenek ke salah satu rumah sakit terdekat. Setelah mendapat pertolongan medis, Nenek Rumiyati ternyata harus dirujuk ke rumah sakit milik pemerintah yang lebih lengkap. Ditemukan patah tulang di sekitar panggul, oleh sebab itu harus ditangani secara intensif.

Entah apa yang dipikirkan oleh wartawati itu, yang pasti usahanya membawa si Nenek agar mendapat pertolongan lebih baik.

Bersama seseorang yang dia temui juga di lokasi ia menemukan Nenek Rumiyati, wartawati itu meminta pemuda berusia 22 tahun itu ikut bersamanya. Kebetulan yang disengaja? Atau nasib seperti apa pula sehingga mempertemukan keduanya untuk menolong kondisi si Nenek.

Bak gayung bersambut, keduanya sepakat membawa Nenek mendapat perawatan yang sebaik-baiknya. Sang pemuda yang menjaga nenek dengan penuh kasih sayang, sedangkan Ibu wartawati yang mengurus semua administrasi di rumah sakit, dan mengupayakan kepulangan Nenek setelah sembuh dari sakitnya.

Nenek Rumiyati mengaku telah dibuang oleh anaknya. Dia juga mengaku sering mendapat perlakuan yang tak baik oleh putranya. Berdasarkan keterangan itulah, wartawati itu makin prihatin dan mengupayakan kesembuhan untuk wanita renta itu.

Sejumlah dana telah dia keluarkan untuk membiayai pengobatan itu. Namun, masih banyak lagi yang dia butuhkan demi kesembuhan sang nenek. Upaya mengurus keringanan biaya dan perizinan untuk kesehatan nenek itu pun dilakukan bersama si pemuda. Sayang sekali, kami tak sempat meminta nama keduanya karena larut pada cerita dan keikhlasan keduanya berupaya demi kesembuhan wanita tua yang belum dikenal sebelumnya.

Sejelek apa pun wanita tua itu, seburuk apa pun perlakuannya di masa muda, dia tetaplah seorang ibu dan hamba Allah yang wajib dibantu. Tidak selayaknya seorang anak menyia-nyiakan orang tua yang telah melahirkannya. Tak pantas pula bagi kita membiarkan orang yang lemah terlunta-lunta di jalanan dengan kondisi yang sangat menyedihkan.

Kepulangan Nenek Rumiyati dari RSUD menuju Panti di Dinas Sosial. Tampak Ibu wartawati berkerudung coklat dan pemuda penjaga Nenek berkaus merah (Dokpri)
Kepulangan Nenek Rumiyati dari RSUD menuju Panti di Dinas Sosial. Tampak Ibu wartawati berkerudung coklat dan pemuda penjaga Nenek berkaus merah (Dokpri)

Hari ini, si Nenek akan memasuki babak baru dalam kehidupannya. Ibu wartawati yang baik berhasil mengurus segala keperluan agar si Nenek bisa tinggal sementara di panti jompo milik Dinas Sosial.

Semoga Nenek betah, meskipun sementara, semoga Nenek bisa tidur lebih nyenyak dibandingkan saat tidur di rumah sakit. Dua hari dua malam kami menginap di ruang yang sama, perilaku Nenek sangat menyedihkan.

Dia terlihat sangat tersiksa dengan keadaan, mimpi buruk selalu menghantui. Tak jarang berteriak dan memanggil si pemuda dengan sebutan Le (Tole, anak lelaki dalam bahasa Jawa). Lalu, minta untuk dipijit hingga ia tertidur nyenyak.

Dengan penuh kesabaran, menjaga dan merawat Nenek yang baru ditemuinya. (Dokpri)
Dengan penuh kesabaran, menjaga dan merawat Nenek yang baru ditemuinya. (Dokpri)

Tak jarang pula Nenek sangat ingin diperhatikan dan dilayani dengan baik. Berontak ingin tidur di lantai, sehingga perawat ruangan harus membiarkan ia tertidur di bawah agar tidak gaduh hingga mengganggu pasien lain. Itu pun setelah dibujuk dengan berbagai cara agar mau tidur dengan beralaskan matras tempat tidur.


Hanya prihatin yang bisa kami lakukan. Di usianya yang kini seharusnya lebih banyak mendapat perhatian dari anak dan cucu, nyatanya si Nenek masih harus berjuang sendiri untuk bertahan hidup.


Siapa yang salah? 

Siapa yang harus mengalah?


Siapa yang harus mengerti?

Siapa pula yang seharusnya dipahami?

Hanya jiwa-jiwa yang ikhlas dan rela berkorban, mengasihi tanpa pamrih, dan memberi tanpa berharap kembali, yang akan terketuk pintu hatinya untuk membantu sesama. Menemukan kebahagiaan dengan cara yang indah, di mana pun, dan dari arah yang tak terduga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun