Aku sudah berdandan lebih dari satu jam agar terlihat cantik saat bertemu dengan teman-teman waktu berseragam putih abu dulu. Semua kusesuaikan, mulai perhiasan, baju, sepatu, tas, dan aksesoris lain yang mendukung penampilanku. Aku harus tampil beda kali ini, cantik paripurna di mata mereka.Â
Aku yang sekarang beda dengan yang dulu mereka remehkan. Penampilanku boleh jadi yang terjelek waktu itu, tapi kali ini, tak ada seorang pun yang bisa menandingi kecantikanku.
Jam tangan, tas, sepatu, dan kosmetik serba branded kutempelkan di tubuhku. Semata hanya ingin melihat mereka berdecak kagum. Ya, aku yang sekarang bukan lagi gadis miskin yang mereka kenal dulu.Â
Nasib telah mengubah hidupku. Sejak menjadi istri simpanan seorang pria kaya, segalanya jadi berubah. Aku dihormati, disegani, dikagumi, karena penampilanku yang sangat berbeda.Â
***Â
Hartawan namanya, pria tampan dan terhormat. Dengan istrinya yang pertama, dia memiliki empat orang putri. Tak satu pun putra terlahir dari rahim perempuan berusia empat puluh tahun itu.Â
Sementara, umurku yang masih dua puluh lima tahun, terlihat begitu enerjik dan menarik perhatian lelaki yang kupanggil Bos itu. Dia begitu mencintaiku, tetapi takut perasaannya diketahui oleh istri sahnya.Â
Berbagai cara dia lakukan untuk menaklukan hatiku. Aku yang pada awalnya tak tertarik, lama-lama bertekuk lutut juga demi materi untuk membantu keluargaku.Â
Sebelum kami resmi menikah, Hartawan mengajukan syarat yang sebenarnya sungguh sulit bagiku. Dia bersedia menjadikan aku istri sahnya jika aku bisa melahirkan bayi laki-laki sebagai penerusnya. Namun, jika bayi perempuan yang kulahirkan, maka cukup aku sebagai istri simpanannya.Â
Nasib memang sedang berpihak kepadaku, bayi laki-laki mungil berhasil kehadiahkan tepat diulang tahun Hartawan yang ke empat puluh tiga. Empat puluh hari berikutnya, statusku resmi menjadi Nyonya Hartawan bersamaan dengan pelaksanaan syukuran untuk raja kecil kami.Â