Kabar duka datang dan pergi. Silih berganti teman dan kerabat kehilangan orang-orang yang disayangi. Kata positif menjadi sering terdengar, disandangkan untuk mereka yang memiliki beberapa keluhan.
Hari ini, dia dan keluarganya, hari esok mungkin kamu dan kerabatmu. Aku pun juga akan jadi target incarannya. Entah kapan giliran itu datang.
Apakah semua harus menjalani masa-masa itu?
Apakah semua harus merasakan penderitaan itu?
Kapan semua ini akan berakhir?
Tak bisa lengah sedikit pun. Topeng-topeng harus tetap kita kenakan demi kesehatan. Saling curiga menjadi satu kebiasaan.Â
Berharap Tuhan kembali menyayangi makhluk yang diciptakanNya sempurna ini, dan mulai lelah dengan tingkah satu citpaan yang kecil itu, yang telah memporak-porandakan dunia sehingga Dia menariknya kembali ke dalam perut bumi.
Kapan hal itu akan terwujud, Tuhan?
Kapan kedamaian kembali kami rasakan lagi?Â
Kapan dunia kembali ceria?
Bukankah selama ini kami selalu bersyukur atas semua nikmatMu?
Bukankah kami selalu menjalankan perintahMu dan menjauhi laranganMu?
Bukankah kami selalu berusaha saling sayang menyayangi dan menghindari peperangan?
Biarkan mereka yang lupa.
Biarkan mereka yang membangkang.
Biarkan mereka yang tidak taat.
Mengapa semua Kau samakan, Kau timpakan atas kami yang berusaha tunduk dan patuh?
Lihatlah kami yang selalu bersujud. Masih kurangkah ketaatan kami untuk kemakmuran bumi? Â
Kapan mentari kembali bersinar bersama senyum kehangatan anak-anak negeri beranjak ke sekolah, Tuhan?
Kapan senda gurau kembali terdengar dari pemuda-pemuda gagah saat menyingsingkan lengannya untuk mengabdikan diri demi kemajuan Ibu Pertiwi?Â
Lihatlah kegelapan dan ketakutan yang kami rasakan ini, Tuhan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H