Rendy memasuki rumah dengan tergesa-gesa. Tanpa sepatah kata pun dia langsung masuk ke kamar lalu menguncinya. Rena yang melihat peristiwa itu jadi bertanya-tanya, apa mungkin abangnya terserang virus mutasi?
Dugaan itu muncul karena Rena baru saja membaca berita di salah satu media online tentang gejala baru akibat terinfeksi virus corona. Ada tujuh tanda yang patut dicurigai, yaitu: sifat lekas marah, kebingungan, kesadaran berkurang, kegelisahan, depresi, gangguan tidur, dan komplikasi neurologis yang lebih parah dan jarang terjadi seperti stroke, radang otak, delirium, dan kerusakan syaraf.
Dari ketujuh gejala di atas, empat di antaranya terdapat pada Rendy. Segera saja Rena mengatakan hal itu pada maminya yang sedang memasak di dapur.
"Mam, harusnya Mami itu segera bawa Bang Rendy ke rumah sakit, deh. Dia terserang corona, lho, Mam. Sepertinya dia itu terserang virus mutasi," ucap Rena pada Mami.
"Virus mutasi gimana? Kamu jangan bikin Mami panik, ya, Mami paling gak suka berurusan dengan rumah sakit!" jawab Mami tegas sambil memotong sayuran. Â
"Iya, Mam, Rena baru saja membaca berita online, katanya virus corona itu sekarang punya tujuh gejala baru. Pada Bang Rendy sudah ada empat gejalanya, lho, Mam. Coba Mami perhatikan!" bujuk Rena sambil berpindah posisi menghadap Mami.
"Dari tadi pagi Bang Rendy marah terus, dia gelisah, Mam. Tampak kebingungan dan semalam dia gak bisa tidur, lho, tadi pagi juga nggak sarapan. Mami nggak perhatikan?"
"Tumben kamu perhatian sama abangmu?" tanya Mami heran.
"Ya iyalah, Mam, gimana nggak perhatian, Rena masih di kamar mandi diteriaki suruh cepat ke luar, setelah di luar dia gak jadi masuk malah terlihat bingung mau ambil sesuatu. Tadi malam Rena dengar Bang Rendy nggak bisa tidur, seperti gelisah gitu." Rena terus berusaha menjelaskan keadaan Rendy pada maminya.
"Barusan Bang Rendy masuk rumah tanpa salam, nyelonong aja langsung masuk kamar dan dikunci. Rena takut Bang Rendy kenapa-kenapa gitu, mana Papi lagi tugas ke luar lagi."
"Ya sudah, nanti selesai masak Mami coba bujuk Rendy untuk periksa ke rumah sakit. Mami juga gak mau dia terkena virus itu." Jawaban Mami melegakan Rena.
"Nah, gitu, dong! Secara Bang Rendy kan juga sering ke luar, Mam, siapa tahu saja ada virus yang kebawa, kasihan Mami dan Papi juga kalo sampai tertular." Ucapan Rena masuk akal, Mami jadi terdiam sesaat lalu kembali sibuk dengan peralatan dapurnya.
Rena pun berlalu, saat melintas di depan kamar Rendy ia mendengar abangnya itu seperti bicara dengan seseorang di telepon. Tak lama kemudian Rendy ke luar dan menuju dapur mencari sesuatu. Di sana ia disapa oleh Mami, sambil menyelidik benarkah Rendy tertular oleh virus mematikan itu.
"Rendy, sepertinya kamu kurang sehat, ya? Mami antar periksa ke dokter mau, ya?" tanya Mami.
"Memang kenapa, Mi? Rendy baik-baik saja, kok," jawabnya santai.
"Kamu lagi ada masalah? Mami perhatikan kamu seperti gelisah, bingung, marah-marah, dan gak bisa tidur. Mami takut kamu kena infeksi virus corona yang sudah bermutasi."
"Virus mutasi? Kata siapa, Mi? Rendy merasa baik-baik saja, sih. Tapi belum tahu tentang virus mutasi. Nggak usah, deh, Mi, Rendy baik-baik saja."
Rendy yang merasa sehat tetapi emosinya sedang tidak stabil terkejut dan berusaha menolak.
"Kita periksa saja, nanti Mami antar sebelum terlambat dan virus menjalar ke mana-mana." Rendy pun pasrah.
***
Setibanya di rumah sakit, Rendy langsung diperiksa dokter yang bertugas siang itu. Kebetulan saja tidak ada antrian jadi langsung mendapat pelayanan dan segera diperiksa sebagaimana mestinya.
"Kenapa ini, Mas? Apa yang dirasakan?" tanya Dokter Mirna.
"Ini, Dok, kami khawatir kalo kena corona. Bawaannya marah, gelisah, gak bisa tidur, dan seperti kebingungan gitu," jawab Mami menerangkan.
"Ada demam, batuk, dan pilek atau sesak napas?"
Mami terdiam dan menoleh ke arah Abang, lalu menanyakan lagi pertanyaan Dokter Mirna pada Abang.
"Bang, ditanya Dokter, ada batuk, pilek, dan demam atau sesak napas kah?"
"Nggak ada," jawab Abang singkat.
"Baik, kita periksa darah dulu, ya, hasilnya dua jam. Kita tunggu saja setelah itu baru bisa kita ambil tindakan, saya swab sekalian mau kan? Biar lebih akurat hasilnya," tanya Dokter Mirna sekaligus menjelaskan proses pemeriksaan berikutnya.
Saat itulah, Rena mengambil foto Rendy yang sedang diambil darahnya lalu mengirim di status Whatsapp.
Sementara itu, Maya yang merupakan teman Rena sekaligus kekasih Rendy sempat membaca status itu. Dia ingin sekali menanyakan keadaan Rendy, tetapi ia ragu setelah pertikaiannya dengan Rendy beberapa waktu lalu.
Maya juga khawatir jika tertular virus itu, sebab tiga hari yang lalu masih jalan berdua dengan Rendy. Dengan memberanikan diri, Maya akhirnya membalas status Rena tersebut.
[Ren, gimana kondisi abangmu? Parahkah?]
[Belum tahu hasilnya, May, Abang masih diperiksa. Ini juga lagi nunggu hasil] jawab Rena.
[Emang apa gejalanya? Kok secepat itu dia tertular. Kemarin dulu baik-baik saja] tanya Maya penasaran.
[Iya, kami takut Abang terkena virus mutasi. Gejalanya mirip banget seperti yang ada di Abang. Cepat marah, Bingung, gak bisa tidur, gelisah, ya gitu deh]
Maya tak segera menjawab pesan itu. Dia berpikir sejenak, mengingat beberapa waktu yang lalu sempat berselisih pendapat dengan Rendy. Apakah karena itu kekasihnya berubah sikap menjadi seperti yang Rena katakan?
Timbul rasa penasaran di hati Maya. Lalu sebuah kalimat dikirimkan untuk Rena.
[Ren, Bang Rendy nggak cerita apa-apa sama kamu?]
[Tentang apa?] tanya Rena.
[Kami sempat berselisih pendapat, apa karena itu Bang Rendy jadi suka marah, bingung dan lainnya. Kami beberapa hari ini saling diam. Nggak berhubungan sama sekali, baik telpon maupun chat] Maya menceritakan hubungannya dengan Rendy.
Membaca pesan itu, Rena pun berpikir, apa jangan-jangan karena Bang Rendy lagi marahan dengan Maya maka sikapnya aneh. Kan Bang Rendy belum pernah pacaran lalu bertengkar terus didiamin pacarnya, lebih-lebih ditinggalkan.Â
[Jadi kalian lagi ada masalah? Bang Rendy nggak cerita, sih. Tapi bisa juga. Kamu kan pacar pertama Abang, jadi dia sakit hati dan sikapnya berubah setelah punya masalah sama kamu] balas Rena.
[Aku nyusul ke rumah sakit, ya. Biar Bang Rendy semangat dan imunnya naik. Aku mau minta maaf sama dia]
[Kamu nggak takut ke rumah sakit? Banyak virus mutasi, lho] Pesan Rena hanya dibaca oleh Maya.
Tak lebih dari setengah jam, Maya sudah sampai di rumah sakit. Melihat Rendy tergolek lemah, Maya sempat menitikkan air mata.
"Bang, aku minta maaf, ya. Kita lupakan pertikaian kita kemarin lalu, yang penting Abang sehat dulu, ya. Abang harus semangat, biar imun Abang meningkat," bisik Maya.
Mendengar suara kekasihnya datang, wajah Rendy langsung berubah. Dia tampak bersemangat lagi. Senyum terkembang di wajah lelaki tampan itu.
Tak terasa, waktu telah berjalan lebih dari dua jam. Hasil periksa darah dan swab sudah keluar. Dokter Mirna datang mengabarkan kalau Rendy dinyatakan negatif dan boleh melanjutkan pengobatan di rumah.
"Alhamdulillah, ada hikmahnya virus mutasi. Pacarku jadi balik lagi," ucap Rendy sambil melirik Maya.
"Ah, elo, Bang, pake pura-pura sakit segala. Ngomong dong kalo sakit hati. Gak bikin bingung aku sama Mami, khawatir juga, tauk!" protes Rena.
"Lagian elo, Ren, sotoy juga. Orang patah hati kenapa dikaitkan sama virus mutasi? Lain kali kalo baca berita jangan setengah-setengah, baca seluruhnya!" ledek Rendy.
"Kalian ini, ya, kalo akur sebentar aja kenapa, sih? Ribut melulu kerjaannya. Tau, Ah! Ganti Mami ini yang kena virus mutasi," sergah Mami, membuat mereka tertawa terbahak.
Sidoarjo, 4 Januari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H