Entah dari mana aku harus memulai ceritaÂ
Ketika beberapa tetangga mengeluhkan kepergian orang tercintanyaÂ
Belum juga ada diagnosis jelas tentang penyakit yang dideritaÂ
Tetapi pemulasaran harus dengan protokol yang adaÂ
Tetangga yang lain pun mengeluhkan yang samaÂ
Beberapa hari terkulai lemah tak berdaya tanpa hasil deteksi sesuai faktaÂ
Ketika merujuk tempat agar jelas pemeriksaan atas penyakitnyaÂ
Lagi-lagi pelayanan yang sama didapat dengan alasan yang tak beda
Apakah semua kesakitan harus selalu mendapat perlakuan yang persis?Â
Haruskah makhluk tak kasat mata menjadi alasan utama?Â
Apakah semua jalan menghadap Tuhan harus dengan kematian disebabkan penyakit yang tak lain?Â
Lalu mengapa semua pemulasaran harus dengan protokol yang cocok?Â
Tetangga lain pun berceritaÂ
Ada pihak yang sengaja memanfaatkan kesempatan untuk mengeruk uang negaraÂ
Dengan berbagai cara dan rekayasaÂ
Mereka mengatur rencana agar tampak mendekati faktaÂ
Ah, apa pula peduliku?Â
Aku yang bukan sesiapa dan tak punya hak serta kuasaÂ
Untuk apa mengulik masalah yang kian pelik?Â
Aku hanya makhluk Tuhan yang menyendiri di keremangan malamÂ
Berharap keberkahan hidup bagi diri sendiri dan bagi mereka yang punya nuraniÂ
Hidup tak harus dilalui dengan mencuri, meski dengan dalih berbaktiÂ
Di keremangan malam, hanya ada aku dan anganÂ
Berbincang dengan pemilik keabadianÂ
Menuangkan segala kegelisahanÂ
Sidoarjo, 13 Juli 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H