Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Relakan Aku Bahagia

28 Juni 2020   22:03 Diperbarui: 28 Juni 2020   22:06 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah tiga hari ini Burhan merasakan tubuhnya kurang sehat. Segala macam vitamin dan suplemen makanan telah ia konsumsi. Istirahat pun sudah dilakukannya, bahkan ia rela mengorbankan beberapa aktivitas untuk sekadar merebahkan diri memulihkan staminanya, meski harus menelan ucapan Ratih yang kadang juga terasa makin berisik di telinga.  

Ratih yang keras kepala dan tak mau dikalahkan pendapatnya, selalu mengatur apa yang harus dilakukan Burhan. Terlebih saat suaminya itu mengeluhkan gejala flu yang dirasakannya sangat mengganggu, gatal di tenggorokan selalu menggelitik, ingus pun berdesak untuk berlomba menetes.

Meskipun Ratih --istri Burhan -- telah siap dengan segala obat untuk pencegahan awal, tetapi hal itu belum juga membantu dan berhasil mengurangi penderitaan. Burhan masih mengeluh jika tubuhnya terasa lemas dan tak bertenaga.

Sore itu, suasana sangat nyaman sekali, matahari diselimuti mendung tipis sehingga sinarnya tak terlalu menyengat. Burhan berniat mencari hawa segar dengan berjalan-jalan di sekitar rumah, sudah hampir seminggu ia tidak bekerja dan hanya rebahan untuk memulihkan kesehatannya.

Entah apa yang ada di pikirannya, usai berjalan keliling dan saat hendak  masuk ke rumah, ternyata rumah tetangga yang dimasukinya. Lebih mengherankan lagi, ia seolah memasuki rumah sendiri, tanpa salam dan langsung menuju dapur. Tetangga pun heran, apa yang terjadi dengan Burhan?

Keanehan lain juga terjadi saat Burhan terduduk di depan salah satu rumah tetangga di blok lain, dengan alasan lupa jalan pulang. Padahal pagar rumahnya kelihatan dan hanya berjalan lurus saja.

Keanehan demi keanehan jadi sering ia lakukan, karena alasan itu Ratih mengunci pintu rumah agar Burhan tidak keluar. Khawatir justru akan menimbulkan masalah lain dan sesuatu terjadi di luar sana tak ada yang mengetahuinya.

***

Saat matahari mulai terik, terlihat beberapa lelaki lewat depan rumah Burhan dengan berbaju koko lengkap dengan peci hitam dan bersarung. Mereka juga tampak membawa sajadah disampirkan pundak, hendak salat Jumat rupanya.

Tiba-tiba Ratih berteriak minta bantuan, Burhan kejang dan matanya membelalak ke atas. Tetangga pun berdatangan memberikan bantuan.

"Burhan, bangun, Han! Aku akan mencarikan obat buatmu. Kamu harus sembuh, Han!" ucap Ratih sambil terisak.

Akhirnya Burhan dilarikan ke rumah sakit. Dengan berurai air mata, Ratih tampak mendampingi dengan sabar dan setia. Pemandangan yang bertolak belakang dengan sebelumnya.

Ratih memang dermawan, begitu juga Burhan. Tetangga pun selalu menaruh hormat atas kebaikan mereka. Apa pun kegiatan yang diselenggarakan bagi lingkungan sekitar, Burhan dan Ratih selalu menjadi donatur terbesar.

Namun, di balik sifat itu, Ratih yang keras kepala sering bertindak berlebihan. Tak menghargai Burhan sebagai suami meskipun di depan orang banyak, kadang hingga Burhan yang merasa malu atas sikap istrinya itu.

Kini, saat Burhan terkulai tanpa daya, Ratih baru menyadari segala kekeliruannya. Seolah ia ingin menebus semua dosa yang telah ia perbuat pada suaminya.

Di ruang tunggu ICU, Ratih hanya bisa tergugu melihat tubuh suaminya dipasangi beberapa alat pendeteksi. Doa-doa di langitkan demi kesembuhan Burhan.

Mukjizat pun datang, Ratih masih diberi kesempatan memperbaiki perilakunya kepada suami tercinta. Burhan kondisinya makin membaik dan bisa dipindahkan ke ruang perawatan  biasa.

Ada kesempatan bagi Ratih untuk berbakti dan mengabdi sambil meraih amal saat merawat Burhan di ruangan. Disuapinya sang belahan jiwa, dipijat dan diusap ketika terlihat Burhan sedang tertidur.

Burhan bisa merasakan semua itu dengan perasaan bahagia. Meski ia sedang terkulai, usapan Ratih mampu menghilangkan sedikit nyeri di dadanya.

Beberapa hari di rumah sakit, dokter belum juga memberikan jawaban atas apa yang tengah di derita Burhan. Tak ada indikasi ia menderita covid, juga dari hasil rapid tes tak terdeteksi virus menempel di tubuhnya, negatif katanya.

Sore itu, Burhan merasakan mulai sesak di dadanya. Ia mengeluh sulit untuk bernapas, meskipun hanya beberapa saat. Tanpa pikir panjang, Ratih berniat memindahkan Burhan ke rumah sakit lain agar segera diketahui penyakit sesungguhnya.

Dengan keluhan adanya sesak, rumah sakit baru yang jadi tujuan Ratih menerimanya dan memperlakukan Burhan sesuai protokoler covid. Ada indikasi sesak, lagi pula Burhan masuk dalam kondisi sakit, untuk itu Burhan harus menjalani perawatan khusus.

Kondisi lemah dan harus terpisah dari keluarga, rupanya membuat kondisi Burhan semakin memburuk. Perawat memberi tahu Ratih bahwa keadaan suaminya sedang kritis beberapa jam setelah masuk ruangan.

Namun, hal itu tak membuat Ratih berkecil hati. Ia paham suaminya yang sabar dan selalu penuh semangat pasti bisa menjalani semua ini dengan mudah. Sebagaimana di rumah sakit yang lama, Burhan mampu keluar dari ICU dan kondisinya semakin membaik.

Saat perawat memanggilnya pun Ratih masih yakin suaminya pasti membaik dan segera memindahkan ke ruang perawatan biasa. Sambil mengingat hasil laborat sebelumnya, Ratih yakin kondisi Burhan akan terus membaik karena hasil pemeriksaan terbaca baik semua.

Pernyataan dari perawat berkaitan dengan kesembuhan Burhan yang ditunggu benar-benar membawa perubahan pada raut wajah Ratih saat salah seorang perawat mengatakan,

"Ibu diminta menemui dokter, beliau yang akan menjelaskan segalanya. Pak Burhan telah berpulang, Ibu yang sabar, ya."

Seketika langit terasa gelap bagi Ratih. Tungkai tak mampu lagi menahan beban tubuhnya. Selintas bayangan Burhan berdiri di hadapannya sedang melambaikan tangan sambil tersenyum.

"Selamat tinggal Ratih, relakan aku bahagia di sana."

Sidoarjo, 28 Juni 2020
Any Sukamto

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun