Mohon tunggu...
Any Sukamto
Any Sukamto Mohon Tunggu... Penulis - Belajar dan belajar

Ibu rumah tangga yang berharap keberkahan hidup dalam tiap embusan napas.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Perilaku Cerdas di Tengah Ketidakpastian? Taqwa Pilihanku

17 Juni 2020   15:25 Diperbarui: 17 Juni 2020   15:31 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sudah lebih dari tiga bulan, penyebaran virus Corona di tanah air belum juga bisa dihentikan. Bukan hanya Indonesia yang mengalami masalah tersebut, hampir di seluruh penjuru dunia juga merasakan hal yang sama. Tak heran jika hal itu menyebabkan ketidakpastian di segala bidang.

Sebagaimana kita ketahui, berbagai sektor kehidupan sempat lumpuh bahkan ada yang harus terhenti karena hantaman pandemi yang sangat dahsyat. Dari semua sektor, ekonomilah yang sangat terdampak.

Di sinilah peran Bank Indonesia sangat dibutuhkan agar tidak berdampak ke sektor lain, yaitu dengan menjaga stabilitas system keuangan melalui kebijakan makroprudensial. 

Dengan mengajak masyarakat berperan serta dan berperilaku cerdas terhadap pertumbuhan di sektor ekonomi, diharapkan bisa turut membantu menjaga kestabilan tersebut.

Melalui digitalisasi usaha mikro, kecil dan menengah, UMKM bisa turut mendorong digital ekonomi dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Perilaku cerdas inilah yang nantinya turut menjaga kondisi ekonomi tetap stabil di tengah pandemi yang tak pasti.

Seperti yang telah saya lakukan beberapa waktu terakhir, membuat usaha telur asin Taqwa dan menjualnya melaui online dan off line. Sebetulnya usaha ini telah kami mulai beberapa tahun yang lalu, tetapi karena waktu itu hanya sebagai usaha sampingan maka pengerjaannya pun tidak begitu maksimal.

Sedikit cerita, pada awalnya suami saya adalah pegawai salah satu perusahaan berplat merah, karena kondisi krisis dan perusahaan sudah tidak mampu lagi menggaji karyawannya maka ditawarkan pensiun dini. 

Dengan segala pertimbangan, kami mengambil keputusan ikut pensiun dini dengan harapan pesangon yang diberikan nanti kamigunakan untuk memulai usaha baru yang kiranya mampu menopang ekonomi keluarga  selanjutnya.

Usaha awal yang dilakukan adalah beternak bebek petelur. Sejumlah pesangon yang ada kami tanam pada bisnis ini.Mulai dengan membangun kandang, membeli bebek dan pakannya serta menggaji beberapa pegawai untuk memeliharanya. 

Pasang surut pasti ada, dan inilah pilihan kami untuk bisa bertahan memenuhi kebutuhan hidup. Sama halnya dengan kondisi saat ini 'kan, diantara ketidakpastian, dan Allah pasti akan memberikan jalan.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Hampir sepuluh tahun kami menjalankan usaha ternak bebek petelur ini. Sebenarnya sangat bagus prospeknya, jika dihitung secara teori tidak ada istilah rugi dalam usaha ini. 

Hanya faktor alam yang tidak bisa diprediksi dan itulah yang jadi kendala utama bagi kami. Serangan penyakit, pegawai tak jujur dan tangan-tangan yang tak bertanggungjawab ikut merusak rencana awal kami. 

Bisa, sih, diantisipasi sebelumnya, tetapi karena waktu itu kami tidak bisa tegas terhadap mitra maupun penyuplai, jadilah kami kecolongan.

Bisnis seharusnya memang dilakukan dengan etika bisnis yang tegas. Benar saja jika ada istilah "teman ya teman, bisnis ya bisnis" agar bisnis yang kita lakukan bisa berjalan sesuai relnya. 

Nyatanya, kami masih belum mampu menjalankan ini, jadilah bisnis yang kami lakukan penuh dengan sungkan dan ewuh pakewuh. Hitungan awal berbeda dengan saat pelaksanaan, sekali lagi karena faktor sungkan ikut bermain.

Memasuki tahun ke sepuluh, suami saya mendadak kena serangan jantung. Padahal itu merupakan tahun kritis, jika dilihat dari segi modal kami harus memberi banyak suntikan. 

Selain dari kenyamanan kandang untuk unggas agar bisa menghasilkan telur yang banyak, jumlah bebek yang harus diafkir untuk regenerasi juga tak sedikit. Namun, semua sudah digariskan oleh yang kuasa, itulah yang terbaik bagi kami, suami masuk rumah sakit dan kandang pun terbengkelai.

Dengan kondisi kesehatan suami yang masih lemah pasca serangan jantung, kami memutuskan menjual usaha tersebut dan memilih usaha telur asin sebagai penyangga ekonomi berikutnya. 

Memang belum bisa dibilang berhasil, tetapi setidaknya masih bisa diharapkan untuk sekadar menyalakan kompor di dapur tetap ngebul dan untuk biaya sekolah anak-anak..

Awal mula mempunyai ide membuat telur asin Taqwa, karena pelanggan yang biasa ambil telur di kandang tidak datang, telur hari itu belum laku dan kami mencoba membuatnya jadi telur asin. 

Tentunya tak banyak, sebagai percobaan kami mengambil beberapa saja, setelah berhasil dan rasanya enak jumlah kami tambah, begitu seterusnya hingga bisa membuat banyak dan laku di pasaran.

Sebagai langkah awal, waktu itu saya menitipkan penjualannya pada pedagang sayur yang biasa lewat depan rumah. 5 butir telur asin dikemas dalam satu plastic, bisa laku 6 pak dalam sehari, lumayan 'kan? Besoknya pada penjual sayur yang lain, ternyata lakunya juga banyak, alhamdulillah.

Dari sinilah kami mulai menekuni usaha telur asin ini. Semua kami kerjakan sendiri. Telur yang pada awalnya kami ambil dari kandang milik sendiri, sejak suami sakit dan menjual kandangnya kami harus membeli telur dari rekan lain sesame peternak bebek.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Dengan menitipkan ke beberapa warung kopi dan tempat-tempat yang menjual makanan matang seperti warung soto dan rawon, kami berusaha membuka peluang  pasar lebih banyak. System konsinyasi sengaja kami pilih dengan pertimbangan sama-sama mendapat keuntungan dari penjualan yang ada. Warung menyediakan tempat kami menyediakan telur asinnya.

Beberapa supermarket juga menerima titipan telur asin yang kami produksi, dan bersyukurnya ternyata pelanggan di sana juga banyak. Bahkan, ada salah satu supermarket yang dalam seminggu kami harus mengisi dua kali dengan masing-masing kiriman seratus butir.

Kalau ada barang yang jelek karena busuk dan harus dikembalikan maka itu menjadi tanggungan kami. Penjual hanya tahu barang itu bagus dan layak jual, jadi kalau ada kerusakan bukan tanggungannya. Begitu cara kami berkerja sama, saling menguntungkan. Alhamdulillah, usaha itu berlangsung hingga sekarang.

Namun, dengan adanya pandemi dan diberlakukannya physical distancing serta pembatasan sosial berskala besar maka beberapa warung makan dan warung kopi harus tutup. Banyak masyarakat yang harus berdiam di rumah demi keamanan dan kesehatan mereka. Keadaan kembali dalam ketidakpastian, sampai kapan pandemi ini berlangsung?

Sekali lagi, Allah pasti menghadirkan kemudahan dibalik setiap kesulitan. Beberapa teman yang telah mengenal usaha saya kembali menghubungi untuk memesan telur asin Taqwa. Ada yang sebagai stok makanan sendiri di rumah, ada juga yang berusaha menawarkannya kembali ke teman-teman atau tetangga mereka. Telur pun kami kemas menarik untuk layak dijual kembali, ada kemasan 3, 6 dan 10 per pak.

dokpri
dokpri
Banyaknya kantor yang memberlakukan work from home dan liburnya anak-anak sekolah, membuat ibu rumah tangga harus menyimpan beberapa stok makanan di rumah. Pasar banyak yang tutup, kalau pun buka menimbulkan kekhawatiran sendiri bagi pengunjung untuk bisa berbelanja aman.

Beberapa waktu sebelumnya, kami sempat mengiklankan usaha kami ini melalui market place di laman facebook. Belum menggembirakan, sih, hasilnya, tetapi ketika pandemi datang banyak yang menghubungi kami. Tayangan beberapa waktu yang lalu ternyata masih terbaca. Sayangnya, tidak semua bisa kami layani, ada beberapa pemesan berasal dari tempat yang jauh, kami tak dapat mengirimkannya karena kendala PSBB.

Masih harus tetap bersyukur 'kan? Di balik kesulitan pasti ada kemudahan. Itu yang selalu menjadi motivasi kami dan itu terbukti.

Sehubungan dengan ditutupnya beberapa pasar, banyak yang membutuhkan telur asin untuk cadangan makanan di rumah, atau untuk hajatan dengan tujuan dibagi-bagikan. Terlebih saat bulan puasa lalu banyak yang membagikan takjil gratis. Mereka pun menghubungi kami melalui gawai, dan pesannya tidak sedikit, lho, ada yang 350 butir, 200 butir, atau 50 butir.  

Untuk wilayah yang kami mampu mengirimnya, barang akan kami antar tanpa ongkos kirim. Akan tetapi jika jauh maka mereka yang akan mengambil sendiri, mau tidak mau harus mau lah, mengingat di pasar tidak ada yang jualan, hehe.

Begitulah perilaku ekonomi kami selama pandemi, pembatasan bukan berarti membatasi 'kan? Selain telur asin yang saya tawarkan melalui online, saya juga berusaha reseller baju dan mutiara, lumayanlah hasilnya meskipun cukup sekadar buat beli kuota. 

Pandemi tak selalu merugikan bagi yang berpikir kreatif. Toh, banyak ibu rumah tangga yang selama bulan puasa kemarin jadi lebih kreatif dengan menawarkan dagangan melalui aplikasi hijau, membuat masakan dan minuman bekal buka puasa untuk dijual pada tetangga. Produk lain juga ada seperti kebutuhan sembako, sayur dan lainnya. Intinya kreatif, apa yang layak dijual dan laku bisa digunakan untuk meningkatkan pendapatan.

Dengan meningkatnya ekonomi di rumah sendiri, pasti akan mendorong ekonomi yang lain juga tumbuh dan berkembang. Jadi, berpikir cerdas dan kreatif di tengah pandemi? Kenapa tidak?  

Semoga bisa menginspirasi dan bermanfaat.

Salam,

Any Sukamto

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun