"Kita pindah ke kontrakan lagi, ya, May? Kita mulai dari nol lagi. Aku yakin suatu hari kita akan mendapat ganti yang lebih banyak. Sementara rumah Ayah aku pinjam, ya. Aku janji akan menggantinya dengan yang lebih bagus."
Menafkahi seorang istri dan dua orang putri, tanggung jawab Juna harus benar-benar diwujudkan. Ia rela banting tulang demi ketiga bidadarinya.
Berkat informasi seorang teman, suami Maya berhasil mengajukan permohonan pekerjaan dan menduduki jabatan di salah satu perusahaan plat merah. Kehidupan mereka kembali membaik.
"Syukurlah, Mas. Sekarang sudah ada pekerjaan yang bisa diharapkan. Anak-anak mulai sekolah, jangan sampai mereka tak bisa menikmati masa kanak-kanaknya dengan bermain bersama teman-teman di sekolah. Namun, hal  ini juga jangan sampai jadi beban Mas Juna, bersyukur aja,  untung sudah ada pekerjaan yang layak."
***
Dua puluh tahun menjalani rumah tangga, Maya sudah memberi 1 putra dan 2 putri yang kini beranjak dewasa. Rumah mewah di kawasan elite menjadi saksi perjuangan seorang manajer seperti Juna membahagiakan keluarganya. Mobil mewah pun menghiasi garasi dan berganti tiap dua tahun sekali.
Hidup adalah sebuah perjalanan. Tak jarang harus menuruni lembah, pun terkadang harus mendaki tebing terjal kehidupan.
Menjelang ulang tahun perak pernikahan, riak-riak kecil mulai datang mendekati bibir pantai. Gelombang pun menghampiri seiring angin yang berembus kencang, badai pun tak dapat dielakkan dan menghantam kapal yang dinakhodai Juna.
Ketika mulai tercium bau tak sedap perselingkuhannya dengan wanita lain, Juna menciptakan segala cara agar Maya yang menjadi pesakitan. Dengan berbagai dalih, Maya tetap harus jadi korban akibat kerakusan Juna.
"Apa saja yang kau lakukan di vila itu? Aku tak sebodoh yang kau kira, untuk apa reuni jauh di sana kalau bukan ada niat busuk dibalik itu!" tuduh Juna.
"Mas, bukankah dari awal aku sudah minta ijin kamu? Aku berangkat ke sana juga bersama anak-anak dan teman yang lain? Kenapa kamu masih tega menuduhku seperti Itu?"