Memuaskan pasangan, urusan siapa?
Wuidih, baru baca temanya saja sudah semriwing. Â Apa lagi pembahasan di dalamnya. Eits! Jangan jauh-jauh, ya, membayangkannya.Â
Hubungan suami istri adalah hubungan yang unik, menarik dan eksentrik. Ketika dua insan disatukan oleh sakralnya pernikahan maka keduanya juga harus meleburkan egoismenya.Â
Rumah tangga yang terbangun adalah kehendak masing-masing pribadi, yang nantinya disebut suami-istri. Apakah hari gini masih ada yang dijodohkan seperti Siti Nurbaya? Masih ada yang dipaksa, dinikahkan?
Perbedaan adat dan kebiasaan pasti ada. Akan tetapi, hal itu bukan jadi masalah besar jika masing-masing bisa saling memahami.Â
Sebagai contoh saat makan, ada suami yang minta istri menyiapkan dulu makanannya di meja, baru makan bersama. Namun ada juga istri yang berinisiatif menanyakan suami untuk segera disiapkan makan atau nanti.
Bila keduanya saling memahami, pasti tidak akan ada masalah jika yang satu masih kenyang dan yang lain sudah lapar. Silakan makan dulu atau nanti sama-sama.Â
Tak ubahnya urusan ranjang, untuk kepuasan juga menjadi kesepakatan berdua. Masing-masing juga harus saling mengerti dan memahami.Â
Ketika suami menginginkan adanya hubungan kapan pun itu, jika si istri berhalangan atau sedang capek, suami harus paham. Tahan dulu, belajar sabar, Bro!Â
Sebagai istri pun harus sadar kewajibannya kepada suami, usahakan saat suami minta jangan capek. Harus mengerti keadaan suami juga jika sewaktu-waktu ingin ke puncak asmara. Ahaayyy.Â
Nah, ketika permainan berlangsung, masing-masing juga harus jujur. Jika istri belum panas ya jangan asal masuk saja. Tanyakan dulu dengan bahasa yang romantis.Â
Sebaliknya, istri juga jangan pasif, hanya nrimo ing pandum (menerima apa adanya), bakal sakit semua dibolak-balik. Sampaikan apa maunya. Uhukk!
Dengan adanya komunikasi yang baik, pasti urusan ranjang juga akan kelar dengan asyik. Toh, hanya berdua yang merasakan, kenapa harus jaim?Â
Suatu ketika pernah seorang teman bercerita, dia malas melayani suaminya karena terlalu banyak gaya yang diinginkan suami, hingga dia capek nggak selesai-selesai.Â
Saya lalu bertanya, "Lhah, kalo modelmu begitu, apa nggak takut suamimu bakal nyari yang bisa membalas maunya? Kamu nggak bisa menikmati, suamimu pun nggak dapat nikmatnya, bener saja kalo sampai loyo gak dapat-dapat. Nggak takut dia nyari lawan lain? Ngobrol dong!"
Ternyata dipertimbangkan juga, saran saya dibuktikan. Hasilnya? Dia juga bisa menikmati dan tidak mengeluh bosan seperti sebelumnya. Weleh!Â
Berarti bisa disimpulkan, bahwa memuaskan pasangan itu menjadi urusan pasangan juga. Bagaimana suami bisa nikmat dan istri menikmati, atau sebaliknya.Â
Rumah tangga, kita sendiri yang menentukan pilihannya. Baik buruknya juga, kita yang akan merasakan. Kejujuran dan keterbukaan kita dan pasangan adalah kunci keberhasilan rumah tangga.Â
Beda adat dan kebiasaan bisa disamakan dengan kejujuran dan keterbukaan. Jadi, nggak usah ragu dan malu, yang ada malah malu-maluin.Â
Seperti ini, nih, yang lagi di sebelah, udah colek-colek, kedip-kedip kasih kode. Tarik maaanngg!
UhuuyyyÂ
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H