Adanya pandemi di seluruh pelosok negeri telah merusak sebagian sistem atau tatanan yang telah berlaku. Sehingga semua sendi-sendi kehidupan menjadi berubah. Pandemi juga belum bisa diperkirakan kapan berakhirnya, hal inilah yang akan menyulitkan beberapa sektor salah satunya pendidikan.Â
Sejak diberlakukannya social distancing, physical distancing hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), kegiatan belajar mengajar nyaris terhenti. Kalau pun pada akhirnya diberlakukan School From Home atau belajar dirumah, tidak serta merta bisa menggantikan cara belajar di sekolah.
Kesempatan anak untuk bermain dan bercanda dengan teman sebaya menjadi berkurang bahkan nyaris hilang. Bagi siswa setingkat SMP ke atas, mungkin waktu bermainnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan siswa-siswi kelas 5 SD ke bawah. Jadi, tidak terlalu bermasalah, meskipun sempat menemukan kejenuhan.
Walaupun kegiatan belajar di selenggarakan di rumah dan tugas yang diberikan banyak, hal itu bukan jaminan anak akan betah berlama-lama di rumah. Justru akan melibatkan orang tua yang juga akan mengalami kejenuhan membantu tugas belajarnya.
Adanya tugas yang harus diselesaikan, otomatis akan menambah waktu anak memainkan gawai juga akan lebih lama. Bukan hanya untuk mengerjakan tugas sekolah saja, tetapi keinginan untuk bermain yang lain juga bertambah.
Hal yang perlu diperhatikan, jika orang tua tak mampu membatasi waktu anak bermain gawai, akan berdampak buruk pada anak. Bisa menyebabkan ketagihan jika sudah mengenal salah satu permainan dan merasa nyaman memainkannya.
Selain dampak psikis, fisik pun terpengaruh. Terlalu lama menatap layar gawai akan menyebabkan mata lelah, sakit kepala hingga mata jadi kabur. Kondisi inilah yang disebut CVS (Computer Vision Syndrome), dan jika terus dibiarkan akan menyebabkan kerusakan mata.
Adapun dampak psikis, jika anak telah menyukai salah satu permainan, maka ia akan penasaran untuk selalu memainkannya. Sifat permainan yang kadang bisa dimenangkan dan kadang kalah, memacu ambisinya untuk selalu menang dan menang lagi. Di sinilah bahayanya, karena akan menyebabkan ketagihan, belum lagi kalau mereka mengakses situs-situs yang tak seharusnya dikunjungi.Â
Jadi, perlu adanya pembatasan pemakaian gawai bagi anak-anak. Kalau saya pribadi menerapkan antara jam 18.00 - 20.00 adalah waktu wajib belajar di rumah untuk mengulang pelajaran atau mengerjakan tugas dari sekolah. Setelah jam 21.00, gawai tidak boleh dibawa masuk kamar.Â
Penggunaan gawai hanya boleh saat pulang sekolah jam 16.00 sampai  waktu salat Magrib atau maksimum jam 18.00. Setelah itu dilarang menggunakan gawai kecuali untuk mengerjakan tugas sekolah. Saat malam gawai tidak boleh dibawa ke kamar agar segera tidur dan bangun tidak kesiangan akibat bermain gawai sampai malam.
Sikap orang tua yang kooperatif membuat komunikasi berjalan lancar antara orang tua dan dosen demi mahasiswa tersebut "sembuh". Bagi sang dosen, sikap individual si mahasiswa sudah jauh melebihi batas, hingga dia tak memedulikan dirinya sendiri.
Suatu ketika, sang ayah mengajaknya refreshing. Â Pergi ke suatu tempat dengan maksud si anak bisa menikmati keindahan dan kesegaran suasana hingga melupakan gawainya.
Namun, hal itu sia-sia. Si anak masih saja menyendiri dan selalu  menundukkan kepala. Tak tampak sedikit pun rasa percaya diri pada si mahasiswa tersebut. Butuh waktu yang lama untuk bisa mengubahnya secara perlahan.
Pengenalan gawai pada anak sangat perlu agar anak tidak gaptek (gagap teknologi), tetapi harus memperhatikan juga lama waktu penggunaan dan disesuaikan dengan umur anak. Jangan sampai pelarangan menggunakan gawai, akan menjadikan anak buta teknologi, sedangkan saat ini adalah era teknologi digital yang menuntut semua pihak bisa menggunakan kemajuan teknologi untuk memudahkan pekerjaan sesuai tantangan zaman.
Sebuah petuah bijak :
"Didiklah anakmu sesuai dengan jamannya."
Hal ini berarti, sebagai orang tua kita juga harus menyesuaikan pendidikan anak-anak, tetapi jangan sampai malah menghancurkan masa depan anak.
Bagaimana dengan tugas yang selalu diberikan sekolah selama pandemi bagi anak-anak? Bermanfaatkah bagi mereka? Lalu, jika tanpa menggunakan gawai, bagaimana cara belajar di rumah selama pandemi?
Permasalahan yang harusnya dibicarakan oleh pemangku jabatan dengan duduk bersama dan memutuskan yang terbaik bagi generasi bangsa. Semoga pandemi segera berlalu dan pergi meninggalkan bumi pertiwi, agar kehidupan kembali normal dan anak-anak menemukan kembali dunianya, dunia bermain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H