Kesibukan pagi itu, layaknya ibu rumah tangga yang lain, juga dijalani oleh Shinta. Setelah salat subuh berjamaah dengan suami dan kedua putranya, dilanjutkan dengan memasak untuk bekal dan sarapan keempat lelakinya.Â
"Mungkin besok Bunda akan tugas ke Makassar, kalian jaga adik baik-baik, ya!""Bunda tugas ke sana lagi? Bukannya Bunda sudah pindah?" tanya Adit.
"Bunda diperbantukan, banyak tenaga medis yang dibutuhkan untuk kondisi saat ini."
Setelah lewat pukul enam, Adit dan Kevin berangkat ke sekolah bermotor berdua. Tinggal si kecil Kenzo yang masih harus diantar. Lelaki kecil ini yang lebih banyak meminta perhatian Bundanya, seorang dokter cantik yang selalu semangat demi keluarganya.
"Kenzo sudah siap? Ayo kita berangkat!" teriak Shinta dari meja makan.
"Kenzo masih pakai sepatu sama Ayah, Bun, bentar lagi!" teriak bocah berumur enam tahun itu.
Fortuner hitam yang sudah siap di garasi mulai meluncur membelah kota. Menuju sebuah sekolah dasar di pusat kota. Saat yang tepat bagi Shinta untuk mengatakan pada Kenzo tentang keberangkatannya besok.
"Kenzo besok berangkat sama Ayah, ya! Besok Bunda ada tugas lagi ke Makassar," ucap perempuan berkulit putih itu.
"Lho, kok, Kenzo ditinggal lagi? Bunda gak seru, Kenzo jadi gak punya teman di rumah." Dengan polos Kenzo menjawaban.
"Ada Kak Adit sama Kak Kevin, ada Ayah juga Eyang, banyak, kok."
"Tapi kalo siang Kenzo sendiri, cuma sama Eyang."
Sejenak Shinta terdiam, akhir-akhir ini memang dia yang lebih banyak menemani. Sejak kepulangannya kembali ke Surabaya, dia lebih banyak menghabiskan waktu bersama putra kecilnya. Jarak umur yang jauh antara putra ke tiga dan kedua kakaknya sangat jauh, tak ayal jika si kecil lebih nyaman dengan bundanya.
Kepindahannya kembali ke Surabaya juga demi kebersamaan keluarganya. Selama ini, jarak jauh selalu ditempuhnya demi pengabdian dan sumpah jabatan. Keluarga adalah nomor dua, setelah tugas negara usai dilaksanakan.
Dukungan penuh dari suami menjadi modal utama pengabdiannya. Setelah lelah berjibaku dengan tugas seharian, pelepas lelah yang utama adalah menghubungi keluarga. Melalui video call, Shinta mengabarkan kesehatannya.
"Kenzo sedang apa, Dik? Sekolah libur, kan? Kakak juga libur semua, jadi gak kesepian, kan?" tanya Shinta.
"Bunda, kapan pulang? Kenzo kangen teman sekolah Kenzo."
"Nanti kalo tugas selesai, Bunda segera pulang, ya, Nak! Bunda juga kangen sama Kenzo." Sambil menahan genangan air mata, Shinta berusaha tegar agar tak jatuh berurai.
"Bunda, kok, Bunda gak pakai baju astronot?" Pertanyaan lugu dari si bontot membuat Shinta tersenyum lebar.
Senyum terpancar indah dari keduanya, walau jarak memisahkan mereka.Sampai kapan pandemi ini akan berlangsung? Sampai kapan pengabdian ini akan berujung? Mempertaruhkan nyawa demi penderita, melupakan keluarga dan sanak saudara.
*Sebuah penghargaan untuk sahabat tercinta dr Nevy Shinta SpPd. Dan untuk tenaga medis lain yang berjuang di garis depan. Tetap semangat menjalankan tugas kemanusiaan.
Tuhan beserta kita, orang-orang yang sabar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H