Hari itu, adalah hari yang sangat bersejarah bagi saya. Karena, untuk pertama kalinya saya naik kereta api dengan rute jauh, Surabaya -- Jakarta. Juga, merupakan perjalanan pertama yang menyenangkan bersama teman-teman kuliah. Saat itu, saya hendak menghadiri pesta pernikahan salah satu teman terbaik kami.
Setibanya di Stasiun Pasar Turi, saya segera menuju tempat yang telah kami janjikan untuk berkumpul. Bersama lima sahabat lainnya, saya memesan tiket tujuan Jakarta dan berencana turun di Stasiun Jatibarang. Bukan kereta bisnis, apalagi eksekutif, yang kami pesan adalah kereta ekonomi. Maklum, menyesuaikan kantong mahasiswa.
Saat kereta sudah berada di stasiun, kami segera naik dan mencari letak tempat duduk, yang sesuai dengan nomor yang tercantum dalam tiket. Setelah meletakkan barang bawaan di tempat yang disediakan, kami pun berencana mengatur tempat untuk tidur saat kereta berjalan nanti malam.
Dari lima orang yang berangkat, terdapat dua orang perempuan dan tiga orang laki-laki. Posisi duduk kami atur sedemikian hingga saat tidur nanti perempuan tetap terlindung dari kemungkinan orang lain berniat jahat.
Namun, semua itu hanya rencana. Pada saat kereta berjalan dan semakin jauh meninggalkan Surabaya, semakin larut kami dalam canda tawa. Ada saja yang menjadi bahan candaan kami untuk menghilangkan kejenuhan selama semalam perjalanan.
Mulai dengan membahas mata kuliah, main tebak-tebakan, main kartu, hingga berbuat usil terhadap salah satu dari kami yang mulai mengantuk. Semua sungguh menyenangkan dan sangat mengesankan. Jarang sekali kami lakukan bercanda hingga semalaman.
Bersyukurnya, tak ada orang lain yang duduk dekat kami terganggu dengan canda tawa kami. Karena meskipun bagi kami sangat meriah, tetapi masih dalam batas ketertiban dan kesopanan.
Malam, saat lampu gerbong dimatikan, kami pun masih bisa bercanda dengan cara kami. Entah, kekuatan apa yang telah merasuki, yang pasti malam itu adalah malam berkesan selama perjalanan. Dari sore hingga hampir pagi tak ada seorang pun yang tertidur dalam kereta ekonomi itu.
Dulu, kereta ekonomi masih membolehkan pedagang asongan keluar masuk gerbong. Di tiap stasiun, selalu ada pedagang yang naik atau turun. Barang dagangan pun berbeda sesuai daerah yang dilalui kereta. Mereka berusaha menjajakan makanan atau oleh-oleh khas daerah itu.
Dari situ pula kami selalu mendapat bahan untuk diperbincangkan. Kadang, juga bisa jadi bahan candaan hingga tertawa terbahak. Bukan pada pekerjaan sebagai pengasong atau barang dagangan yang mereka tawarkan, justru kami mengamati sisi-sisi lain kehidupan yang mereka jalani. Ditambah dengan imajinasi kami mengapresiasi cara mereka menjalani kehidupan.
Sungguh pengalaman yang tak akan terlupakan bagi saya, saat itu adalah masa-masa indah menjalani proses hidup. Dengan mensyukuri setiap nikmat dan berusaha mengerti liku-liku bagian dari kehidupan.