Mohon tunggu...
Anya Prilla Azaria
Anya Prilla Azaria Mohon Tunggu... Lainnya - Life enthusiast.

INFJ. Someone who loves psychology and philosophy. anya.prillaazaria14@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Apa Kata Aku?" atau "Apa Kata Orang?"

6 Januari 2023   21:56 Diperbarui: 6 Januari 2023   21:58 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di bumi ini terdapat milyaran manusia yang mau tidak mau kita pasti bersinggungan dan bersosialisasi dengan mereka. Di Indonesia sendiri, budaya 'basa-basi' juga sudah menjadi habit yang susah untuk dihilangkan.

Menurut saya, budaya 'basa-basi' ini memiliki efek positif maupun negatif terhadap masing-masing orang. 

Sebagai contoh, dari budaya ini bisa membentuk efek lebih saling mengenal antar kehidupan bertetangga misalnya. Sehingga, dengan adanya 'basa-basi' berujung obrolan tersebut bisa saja mengetahui kesulitan tetangga kita, sehingga mereka bisa mendapatkan bantuan.

Namun di sisi lain, untuk sebagian orang, budaya 'basa-basi' dengan pertanyaan yang sifatnya sangat personal dan terkesan ikut campur malah akan membuat orang lain merasa risih dan terganggu.

Kita memiliki dua pilihan, yaitu mengikuti kata hati diri sendiri atau mengikuti apa kata orang lain. Selama apa yang disampaikan orang lain tidak memiliki tendensi negatif, seperti judgemental, kritik yang bersifat negatif tanpa adanya saran, dan lain-lain, menurut saya hal tersebut bisa menjadi kritik membangun yang bermanfaat. 

Tapi bagaimana jika sesuatu yang disampaikan atau ditanyakan sudah bersifat negatif, apakah yang harus dilakukan?

1. Menjawab seperlunya

Menjawab. Sumber: https://pixabay.com/photos/man-thinking-doubt-question-mark-5723449/
Menjawab. Sumber: https://pixabay.com/photos/man-thinking-doubt-question-mark-5723449/

Terkadang kita tidak perlu untuk menjawab semua pertanyaan orang lain yang kalian rasa tidak perlu untuk dijelaskan secara panjang lebar. Jika pertanyaan sudah menjurus ke arah privasi yang kalian rasa sudah melewati batas, cukup katakan 'terima kasih atas pertanyaannya, doakan saja ya' atau 'terima kasih atas sarannya, saya akan coba introspeksi diri'.

Terkadang banyak orang yang hanya ingin tahu saja dengan kehidupan kalian atau istilanya kepo tanpa memberikan solusi yang membangun dari permasalahan kalian. Jika menemukan hal tersebut, jawab saja seperlunya.

2. Menjawab dengan argumen yang singkat, padat, dan jelas

Argumen. Sumber: https://pixabay.com/photos/silhouette-rope-couple-separation-5726230/
Argumen. Sumber: https://pixabay.com/photos/silhouette-rope-couple-separation-5726230/

Jika sudah melakukan langkah pertama namun masih dicecar dengan pertanyaan tidak logis, kalian bisa melakukan hal ini. Kalian mungkin bisa melakukan riset terlebih dahulu, jika kalian dirasa akan memiliki probabilitas ditanyai pertanyaan seperti itu. 

Sebagai contoh, jika ada seseorang yang menanyakan hal seperti ini,

T: ''Eh Din, kok kamu kayaknya kuliah dari dulu gak lulus-lulus deh, kamu tuh beneran belajar gak sih apa cuma main aja?''

D: ''Iya Tante, kebetulan aku kan kuliah di bidang kimia nih, jadi di penelitian ini aku harus cari tahu terkait mekanisme reaksi apa yang kemungkinannya bisa terjadi. Mungkin Tante mau bantu aku buat cari perhitungan dan mekanisme yang tepat?''

Dengan jawaban logis dan to the point seperti itu harusnya bisa membuat orang-orang kepo yang hanya asal bertanya bisa lebih berpikir bahwa tidak semua hal bisa ditangani dengan sifat judgemental dan tanpa memberikan solusi yang tepat.

3. Mengurangi intensitas komunikasi dan menjauhi lingkungan toxic

Menjauh. Sumber: https://pixabay.com/photos/usa-nevada-valley-of-fire-sign-2714964/
Menjauh. Sumber: https://pixabay.com/photos/usa-nevada-valley-of-fire-sign-2714964/

Kalau dirasa langkah pertama dan kedua sudah dilakukan, dan tetap saja dibombardir dengan pertanyaan-pertanyaan tidak penting, kalian bisa melakukan detoks terhadap lingkungan, sosial media, ataupun hal manapun yang dirasa mengganggu baik secara fisik maupun mental kalian. 

Untuk saya yang introvert, saya lebih memilih untuk menjauhi lingkungan seperti itu. Saya yakin banyak juga diantara kalian yang masih berusaha untuk tetap berbaur ataupun melayani hal-hal tersebut walaupun dirasa menyakitkan. 

Saran dari saya, tidak usah terlalu menyenangkan orang lain, jika kalian rasa hal tersebut tidak benar dan mengganggu, hal terbaik adalah menjauhi dan cari support system yang bisa menerima dan memberikan hal positif terhadap kalian.

Saya yakin siapapun yang membaca tulisan ini pasti pernah mengalami hal-hal tersebut. Entah kalian bertemu orang yang judgemental tanpa memberikan solusi, berada di lingkungan yang tidak memberikan support yang baik, ataupun merasa kecil hati karena orang lain menunjukkan hal yang dirasa lebih hebat dari kalian.

It's fine!

Mulai dari sekarang, kita sama-sama harus belajar untuk mengikuti kata hati sendiri tanpa terlalu terpaku pada apapun yang dikatakan oranglain, yang dirasa tidak ada unsur support, solutif, dan mengembangkan diri kita ke arah yang positif.

''Most people are other people. Their thoughts are someone else's opinions, their lives a mimicry, their passions a quotation.''-Oscar Wilde

-Anya Prilla Azaria-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun