Mohon tunggu...
Adhe Nuansa Wibisono
Adhe Nuansa Wibisono Mohon Tunggu... -

Adhe Nuansa Wibisono. Pemuda ini lahir di Jakarta, 3 Agustus 1988 sebagai putera ketiga dari pasangan Ahmad Effendi dan Fauziatie Affriatie Chaniago. Menempuh pendidikan TK, di TK Mini Bu Kasur Jakarta (1992-1994), dilanjutkan ke SD Muhammaddiyah 5 Jakarta (1994-2000), kemudian di SMP Muhammadiyah 9 Jakarta (2000-2003), SMA Negeri 70 Jakarta (2003-2006). Saat ini sedang menyelesaikan studi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada (FISIPOL UGM) jurusan Hubungan Internasional angkatan masuk 2006. Di sekolah menengah pernah menjabat Ketua Umum Karate-do SMAN 70 Jakarta (2004-2005) dan Kadep Kaderisasi ROHIS SMAN 70 Jakarta (2004-2005). Di dunia mahasiswa pernah diamanahi sebagai Kadiv Pengkajian KAMMI Komisariat UGM (2008-2009), Ketua Rumpun Sosial Humaniora KAMMI Komisariat UGM (2008-2009) dan Ketua Umum KAMMI Komisariat UGM (2009-2010). Penerima Beasiswa Pembinaan Kepemimpinan Muda PPSDMS Nurul Fikri (2008-2010) sekarang sedang menyelesaikan tugas akhir untuk mencapai gelar sarjana ilmu politik. Meminati bidang kajian Politik, Sosial-Budaya, Seni, Filsafat Agama dan Timur Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Power and Interdependence

17 Oktober 2012   02:12 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:46 1213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Konsep Interdependensi ini mencoba membangun cara pandang baru akan hubungan antara negara dalam politik internasional. Pada konsep realisme hubungan antar negara selalu dilihat dari kacamata “threat” dan “security” ketika pola interaksi negara yang satu selalu menganggap negara lainnya sebagai musuh. Pendekatan yang digunakan juga selalu mengukur perbandingan antara military power antara satu aktor dengan aktor lainnya. Sehingga pola yang terjadi antara satu aktor dengan aktor lainnya dalam kacamata realisme selalu melihat dalam perspektif konflik. Sebagai hasilnya maka terbentuk satu logika security, yaitu kondisi alamiah dari negara perang (states of war) : sejauh ini manusia hidup tanpa adanya satu kekuatan yang mampu menyatukan mereka semua, manusia selalu berada dalam kondisi bersaing, seorang manusia selalu bersaing dengan manusia lainnya.[10]

Sedangkan pada konsep interdependensi ini pola hubungan antara aktor bergeser dari saling meningkatkan “military power” menjadi ketergantungan antara satu aktor dengan lainnya. Isu “security” kemudian juga menjadi meluas yang tadinya hanya berkisar pada aspek “power”, “military forces”, “warfare” berubah menjadi aspek “economy”, “resources”. Pola hubungan antar aktor tidak lagi berbicara kondisi states of war tetapi juga dependence between states, ketergantungan antara satu aktor dengan aktor lainnya. Robert Keohane dan Joseph Nye menjelaskan bahwa Interdependensi dalam politik internasional dipengaruhi oleh situasi oleh efek resiprokal [timbalbalik] antara berbagai negara atau antara aktor-aktor di berbagai negara. Efek ini biasanya didapatkan sebagai hasil dari transaksi internasional –aliran uang, barang, orang dan pesan komunikasi yang melintasi batas-batas wilayah.[11]

Dari sisi lainnya Kenneth Waltz berasumsi bahwa military power mendominasi hierarki yand ada. Sejak military power secara efektif digunakan untuk berbagai tujuan politik, dari sanalah struktur internasional terbentuk[12]. Keohane dan Nye melihat dari sisi bahwa antara aktor-aktor dalam politik internasional akan terjadi suatu hubungan timbal balik melalui transaksi sosial-ekonomi-budaya yang terjadi dalam upaya penciptaan perdamaian dan stabilitas antar aktor, sedangkan Waltz [1970, 205,222] menyebutkan bahwa. “interdependensi yang tertutup adalah tertutupnya kontak dan interaksi yang akan meningkatkan adanya kemungkinan konflik. Mitos interdependensi menegaskan keyakinan palsu akan kondisi yang dikatakan dapat meuwjudkan perdamaian, “Dengan demikian interdependensi yang tinggi diantara para aktor juga dapat menyebabkan konflik”.[13] Pada titik inilah Keohane-Nye dan Waltz berbeda pendapat mengenai interdependensi, bagi Keohane-Nye, interdependensi adalah salah satu metode untuk membangun perdamaian dan stabilitas antara aktor, tetapi bagi Waltz interdependensi yang berlebihan juga menjadi faktor utama penyebab konflik.

Kesimpulan

Keohane dan Nye mencoba membangun paradigma baru dalam pola relasi para aktor dalam politik international, mereka mencoba menggeser paradigma realisme yang menjadikan negara dalam kondisi state of war menjadi pola relasi yang lebih memiliki banyak kemungkinan diluar kemungkinan konflik dan perang. Keohane dan Nye mencoba menjelaskan kemungkinan adanya dependence dan interdependence antara para aktor dikarenakan perbedaan power dan resources. Paradigma baru ini menggeser cara pandang realisme yang tidak memungkinkan adanya interaksi antara aktor melainkan dalam pendekatan military power. Dengan adanya paradigma interdependence, munculnya pola-pola relasi antara aktor yang less-conflict dapat diwujudkan sebagai cara pandang baru dalam melihat relasi antar negara.

Referensi

Baldwin, David A., ‘Interdependence and Power: a Conceptual Analysis’,dalam ‘International Organization’Vol. 34.4, (Wisconsin : University of Wisconsin, Autumn 1980)

Burchill, Scott, Andrew Linklater, ‘Theories Of International Relations, Fourth Edition, (New York : Palgrave Macmillan)

Isiksal, Hüseyin, To What Extend Complex Interdependence Theorists Challenge to Structural Realist School of International Relations?’, dalam Alternatives: Turkish Journal of International Relations’, (Turkey : Vol.3, No.2&3Summer&Fall, 2004)

Keohane, Robert, Joseph Nye, Chapter I ‘Interdependence in World Politics’, dalam ‘Power and Interdependence’3rd Edition, (New York : Longman Publishing, 2001)

Mansfield, Edward D., Brian M. Pollins, Interdependence and Conflict: An Introduction, dalam ‘Economic Interdependence and International Conflict

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun