Mohon tunggu...
Anwar Sueb
Anwar Sueb Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Tahukah Anda mahluk yang paling unik di Dunia ini,...Manusi, adalah jawaban yang tepat. Ia melebihi keunikan dari segala nama (yang terkatakan) yang ada.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pertarungan Budaya di Dunia Mahasiswa

9 Februari 2011   05:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:46 736
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

UIN dan dunia di sekitarnya merupakan sebuah spasialitas yang membentuk atau memproduksi sosialitasnya sendiri. Bagaimana corak atau rupa sosialitas itu sesuai dengan bagaimana rupa dan unsur-unsur yang melingkupi spasialitas itu sendiri. Letak UIN secara geografis sangat strategis meskipun bukan di tengah-tengah kota. Di mana di depannya terdapat sebuah jalan yang menghubungkan antara kota-kota besar, terutama Bogor-Parung-Tanggerang-Jakarta. Juga tidak jauh terdapat terminal Lebak Bulus, titik lalu-lalangnya pendatang dari berbagai daerah. Dua unsur tersebut dapat dikatakan sebagai sebab kemudahan datang dan berkebangnya budaya-budaya baru ke area UIN.

UIN sendiri secara bentuk fisik arsitektur, cukup megah dan mewah. Yang didesain selain sebagai tempat untuk pendidikan juga untuk konsumtif. Ini bisa kita lihat (maknai) dari tembok-tembok tinggi besar yang mengelilingi seluruh bangunan UIN, terutama kampus satu, yang hanya dikasih satu pintu kecil, dan di dekat pintu utama (gerbang). Kalau dilihat dari semiotika arsitektur misalnya, ini menjadi wajar jika budaya mahasiswa menjadi cenderung glamour dan konsumtif. Budaya-budaya seperti itu disadari atau tidak, itu dibentuk oleh tempat atau spasialitas yang kita tempati. Seperti yang dikatakan Aart van Zoest bahwa bukan tidak mungkin, daya tanggap kita ditentukan oleh kondisi ruang. Data ruang yang mengelilingi kita setidaknya memberikan kita sebagian besar bahan yang kita pakai dalam kehidupan mental kita: kondisi ruang yang menampilkan diri pada kita sangat menentukan sikap dan reaksi-reaksi intelektual dan emosional kita. (Aart van Zoest, 1993: 103).

Memang pada awalnya sebuah ruang itu dibentuk oleh sosialitas (manusia), tapi lama kelamaan spasialitas itu sendiri yang berbalik membentuk sosialitasnya. Seperti yang ditegaskan Dr. Fransisco Budi Hardiman bahwa "Ruang selalu adalah "ruang untuk" dan merupakan produk sosial; namun elit dominan memproduksi "ruang untuk" yang akan menstrukturasi bentuk-bentuk sosialitas. Mereka adalah desainer sosial". (F. Budi Hardiman, 2009). Jadi jelas bahwa apa pun relitas yang ada, yang termanifestasi dalam pola kehidupan mahasiswa UIN merupakan wujud manifestasi dari ruang atau spasialitas yang ditempati itu sendiri. Yang pada akhirnya jadi sebuah budaya atau pola gaya hidup.

Juga pilihan konsumsi macam apa yang dilakukan mahasiswa UIN Jakarta, itu sesuai dengan selera dan pola macam bagaimana budaya gaya hidup mereka yang merupakan buah dari konstrukkan spasialitasnya. Seperti yang sudah menjadi budaya populer di kalangan mahasiswa sendiri seperti permainan atau game playstation (PS), facebook (FB), HP, fashion (pakaian ketat, (skinny jeans) kerudung panjang dan baju besar atau baju kurung), nongkrong, hangout atau ngeceng di tempat-tempat tertentu (mal-mal) dan budaya-budaya pop lainnya. Ini tentu merupakan sebuah pilihan konsumsi dan selera mereka yang dibentuk oleh spasialitas yang ada. Mereka (kita) sebagai subjek ironis, yang meskipun mereka tahu bahwa budaya-budaya tersebut akan membawa teralienasinya sang diri sebagai subjek bahkan kehancuran bagi pelakunya, mereka tetap memilih dan menjalankannya. Ini demi keeksistensian dan kesurvaivan mereka sendiri terhadap sosialitas yang ada.

Mereka (anak-anak mahasiswa UIN Jakarta) kabanyakan berada dalam klompok manusia posmodern minimalis. Di mana meskipun sadar akan membahayakan mereka, tapi tetap itu tidak bisa ditinggalkannya, karena itu merupakan suatu wujud ekspresi untuk menunjukan bahwa dia eksis dan survive (homo ironia). Keyakinan atau kepercayaan mereka mencair, dari keyakinan yang satu ke keyakinan yang lain trus dan terus mengalir tak pernah ada kekonsistenan yang langgeng. Bahkan tak lagi mempedulikan norma atau nilai-nilai yang ada dalam sosialitas itu (manusia skizofrenik). Dan dalam kehidupan kesehariannya kebanyakan mereka habiskan dalam dunia layer kaca. Kehidupan normal mereka terserap dalam logikanya, tanpa ada refleksi dan internalisasi dalam rangka membentuk atau memakanai kehidupan yang lebih baik (homo fatalis).

Jadi sebenarnya wacanapertarunganduabudaya (Budaya Islami dengan Pop Culture) tidak ada, yang terdapat dalam budaya mahasiswa UIN Jakarta itu tidak ada. Karena budaya yang ada itu merupakan bentukan struktur atau spasialitas, bukan bentukan atau produksi manusia sebagai subjek yang aktif. Meskipun ada subjek yang aktif dan membentuk objek-objeknya sendiri, tapi itu tidak banyak dan akhirnya harus kalah dan tunduk pada kekuatan budaya yang dibentuk oleh spasialitas dan disokong oleh budaya industri yang kuat. Sang subjek dalam hal ini tidak mempunya daya apa-apa. Mereka hanya menuruti apa yang berlaku umum, dan tidak ada kuasa untuk merubahnya.

Dalam hal ini, saya akan mengatakan bahwa pertarungan itu akan ada jika sang subjek itu aktif sekaligus sadar dan merefleksikan kesadarannya itu dalam dunia nyata (real). Setidaknya menjadi subjek yang mampu memfilter atau menginternalisasi dunia yang ada di luar dirinya saja sudah cukup, kalau tidak bisa menjadi manusia sebagai subjek yang menjadi pusat dunia.

*Mahasiswa Filsafat UIN Jkt, semester 7. Aktif di forum kajian; Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun