Mohon tunggu...
Anwar Santoso
Anwar Santoso Mohon Tunggu... -

Anwar Santoso adalah seorang konsultan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

[Wanted] Partai Politik yang Mau Berkoalisi dengan Rakyat

23 April 2014   16:42 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:18 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

OK, pemilu legislatif telah rampung. Tenda telah digulung. Kursi sudah diusung. Dan suara telah dihitung. Apa hasilnya? Partai mana yang jadi juara? Partai mana yang merajai Indonesia? Dan hasilnya adalah tak ada satu pun parpol yang memperoleh suara signifikan. Tak ada yang punya cukup suara untuk mengusung capres mereka. Ini adalah hasil dari penghitungan suara pemilu legislatif 2014. Dengan kenyataan tersebut, tak ada parpol yang mencapai presidential threshold (PT) atau syarat minimal untuk mengajukan capres.

Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.”

Pasal 9 UU No 42 tahun 2008

Sesuai Pasal 9 UU No 42 tahun 2008 tentang Pilpres, capres harus diusung parpol atau gabungan parpol yang memperoleh paling tidak 25 persen suara sah nasional atau 20 persen dari jumlah kursi DPR. Mari kita lihat keadaan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). PDIP memenangkan pileg dengan mengantongi suara sekitar 19 persen. Dan ini belumlah cukup. Keadaan ini bisa berubah jika PDIP menggandeng partai lain untuk mengusung capres. Dan partai itu adalah NasDem.

Perkembangan paling aktual, Partai NasDem makin mantap bergabung dengan PDIP untuk mengusung capres Jokowi. Hampir dipastikan, kalaupun PDIP hanya menggandeng NasDem, posisinya tetap aman untuk mengajukan capres karena gabungan perolehan suara dua parpol tersebut sangat signifikan, melebihi 25 persen. Mereka tinggal mematangkan siapa yang bakal menempati cawapres.

Langkah lain diambil oleh Gerindra. Setelah usaha keras yang mereka lakukan saat kampanye. Partai Gerindra menempati posisi ketiga perolehan suara pileg. Gerindra yang perolehan suaranya hampir 12 persen, tak cukup bila hanya menggandeng satu partai. Kurang. Butuh lebih dari satu partai untuk memperkuat posisi Gerindra. Partai mana sajakah yang kemungkinan akan berkoalisi dengan Gerindra?

Bagaimana jika PPP berkoalisi dengan Gerindra?. Kalaupun PPP bergabung dengan Gerindra dan mendukung pencapresan Prabowo Subianto—meski masih ditentang internal PPP—suaranya tetap belum signifikan, sehingga harus menggandeng partai lain, seperti Partai Demokrat. Dan ini akan menjadi PR yang sulit bagi Gerindra. Menyatukan visi 3 buah partai adalah hal yang sulit. Karena setiap partai memiliki agenda sendiri. Dan Golkar yang menyabet juara dua, harus pula menggalang koalisi untuk mengajukan capres/cawapres.

Ada hal menarik yang terjadi saat kita fokus terhadap hal kecil. Hitung-hitung di atas kertas, parpol berbasis massa Islam seperti PKB, PPP, PAN, PKS dan PBB, bila bergabung akan menghasilkan suara lebih dari 30 persen. Ini menarik karena ada kesempatan muncul pemain kuat di pilpres mendatang.

Hanya saja, persoalannya tak sekedar gabung-menggabung. Persoalan yang terjadi adalah kebingungan. Siapa yang akan kita ajukan sebagai capres jagoan kita? Persoalan yang terkait dengan figur yang hendak diusung akan menghantui koalisi mereka. Egoisme parpol nampaknya masih sangat kental dalam rangka mengusung capres. Sulit untuk untuk mengajukan figur yang berasal dari parpol koalisi. Sehinga harus mengambil figur dari luar parpol koalisi namun diterima semua pihak. Ini bukanlah soal gampang dan tampaknya sulit terealisasi.

Ada satu lagi koalisi yang mungkin tidak terpikirkan oleh para elit parpol. Yaitu adalah koalisi dengan rakyat. Ketika elite parpol sibuk membahas “OK, kita harus koalisi dengan partai mana nih”. Apakah rakyat pernah menjadi sebuah opsi? Harus diakui, tahap pertama “ritual politik” untuk menggaet suara rakyat telah usai (pileg). Ketika suara rakyat telah dikumpul dan dihitung. Untuk sementara rakyat ditinggalkan, bahkan tidak diajak berembug soal koalisi. Koalisi pun hanya menjadi isu elitis.

Para parpol saling berkoalisi dan berembug. Kemudian menyusun paket capres/cawapres yang kemudian ditawarkan kepada rakyat. Ibaratnya, rakyat tinggal memilih bahan jadi, dan mereka tidak dilibatkan dalam proses peracikannya. Setelah paket ditetapkan, barulah suara rakyat dibutuhkan lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun