Masih segar diingatan saya, ketika beberapa bulan yang lalu, seorang Kepala Puskesmas di wilayah Kabupaten Tegal mnenyampaikan unek-uneknya kepada saya.
Dalam rangka upaya penyelamatan ibu bayi bersalin dan bayi baru lahir di wilayahnya, sang Kepala Puskesmas dengan perangkat pemerintahan yang ada di wilayahnya melakukan upaya rujukan pada seorang ibu dari keluarga tidak mampu untuk dapat dirujuk ke rumah sakit karena ibu tersebut berisiko tinggi dan diperlukan penatalaksanaan kegawat daruratan di rumah sakit yang sudah mampu melakukan pertolongan persalinan berisiko tinggi.
Sang ibu adalah peserta BPJS, dengan dukungan keanggotaan tersebut, semua yang berupaya untuk merujuk guna menyelamatkan nyawa sang ibu merasa tenang, Alhamdulilla. . . . . .nyawa iu bisa ditolong, hanya saja bayi yang baru lahir memerlukan perawatan lanjutan karena lahir dengan BBLR.
Sang ibu diperkenankan untuk pulang, sementara bayinya tidak diperbolehkan pulang, sementara harus tinggal di rumah sakit. BUKAN karena kesehatannya belum memenuhi syarat untuk pulang, tapi karena sang bayi BELUM melunasi biaya perawatan karena BBLR
Beruntung Pemda Tegal menyediakan Jamkesda Pengganti, sehingga bayi tersebut bisa berkumpul dengan ibunya
Ingatan saya jadi terbuka kembali, ketika di berita on line diceritakan, bagaimana seorang ayah harus membayar 71 juta rupiah, meskipun dia sebagai anggota BPJS.
Kejadiannya sama dengan yang terjadi di Kabupaten Tegal., Ketika suami itu membawa istrinya ke rumah sakit untuk bersalin dan rupanya karunia Allah diberikan kepada keluarga kecil itu, yaitu sepasang anak kembar. Tapi sang anak lahir dengan BBLR sehingga harus dirawat beberapa hari.
Sang ayah yang bahagia jadi terkejut karena harus membayar 71 juta rupiah untuk perawatan anaknya.
Persoalan yang muncul adalah sama dan sebangun pada kedua kejadian diatas. Alasan rumah sakit adalah "bayi yang lahir belum menjadi anggota BPJS"
Mengapa bisa begitu ? padahal bayi yang baru lahir, jelas belum mempunyai nama atau data-2 yang dibutuhkan untuk menjadi anggota BPJS, serta persyaratan baru bisa dilayani setelah terdaftar menjadi anggota BPJS selama seminggu.
BPJS yang disosialisasikan sebagai kemudahan yang akan didapatkan oleh pesertanya ternyata menyimpan masalah yang tidak sederhana.
Pernah saya tanyakan pada petugas BPJS yang ikut sebuah pertemuan perihal penyelamatan ibu bersalin dan  bayi baru lahir, hanya menjawab ketentuannya seperti itu dan saya bukan pimpinan tidak bisa menjelaskan lebih lanjut.
Kalau ada pimpinan BPJS yang kebetulan membaca pengalaman saya ini, berkenan menjawab pertanyaan : Bayi yang dilahirkan ibu peserta BPJS, sebenarnya MILIK SIAPA ?
Apalagi rencana kebijakan baru, dimana peserta BPJS baru bisa dilayani setelah menjadi anggota BPJS selama 2 (dua) bulan.
Berapa banyak lagi bayi - bayi yang tersandera di rumah sakit, karean bayi tersebut belum terdaftar sebagai anggota BPJS ?