Arloji di tangan menunjuk angka 3 dini hari, sepagi itu saya sudah siap keluar penginapan sederhana di lereng gunung Ijen, Paltuding namanya. Tempat dimana segala aktifitas pendakian ke gunung Ijen dimulai, tempat dimana pengunjung wajib lapor ke pos penjagaan, tempat dimana kendaraan kita parkir, tempat dimana kita mendirikan tenda dan istirahat sesaat, tempat dimana kita bisa makan minum di warung sederhana. Udara di luar begitu dingin menusuk tulang sumsum, 7 sampai 5 derajat Celsius suhu kala itu. Kulihat beberapa tenda masih menghias camping ground dekat penginapan. Sebagian dari penghuni tenda mulai berkemas untuk mendaki. Sebagian lainnya mungkin masih terlelap bersama sleepingbag nya. Banyak diantara mereka adalah backpacker mancanegara, saya sempat berpapasan sore tadi ketika sampai disini. 2 jam adalah waktu yang dibutuhkan untuk perjalanan (santai) menuju puncak mengejar sunrise. Dari awal kita dihadapkan pada trek mendaki lumayan terjal dengan medan berpasir dan kerikil, cukup menyulitkan kaki untuk berpijak. perlu stamina fit dan kesabaran hati untuk melakukannya but its ok, santai saja. Karena masih pagi buta keadaan diluar pasti gelap, senter adalah perangkat wajib yang kudu dibawah. Jangan takut tersesat karena jalan menuju puncak satu-satunya ini begitu lebar, lebih dari sekedar jalan setapak biasa. Jangan takut juga ketika di tengah perjalanan melihat bayang-bayang hitam yang bergerak mendekati kita, itu bukan hantu, gendruwo atau garong, tapi bapak-bapak penambang belerang sedang berpacu dengan waktu menuju kawah dimana material belerang tersedia berlimpah. Pekerjaan berat dengan imbalan tak seberapa. 1 kg belerang dihargai Rp 600, sedangkan kemampuan angkut / daya pikul mereka perhari rata-rata 80 kg. Beban yang tidak ringan untuk dibawah naik turun gunung, itu membuat bahu mereka lecet dan kapalan. Praktis sehari (mampu 1x angkut saja) mereka cuma mendapatkan uang Rp 48.000. Tak sebanding dengan kerja keras mereka. Tapi itulah hidup, selain perjuangan hidup adalah pilihan. Dan itu yang dipilih mereka, sebagai penambang belerang. Mereka adalah pejuang tangguh bagi keluarganya. Slow but sure, setelah perjalana hampir 2 jam akhirnya sampai juga saya di puncak gunung Ijen sebelum terbit fajar. Menakjubkan menyaksikan fenomena alam yang satu ini. Rembetan sinar merangkak naik seperti perjalanan saya menuju puncak, perlahan tapi pasti. Sunrise yang saya tunggu itu menampakkan ujudnya di balik siluet gunung sekitar kaldera, awesome !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H