Mohon tunggu...
Anwar Maarif
Anwar Maarif Mohon Tunggu... Buruh - Deputi Bidang Pelindungan Buruh Migran Partai Buruh

Ketua Umum Persatuan Buruh Migran

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Halal Haram Jual Beli Job Order Taiwan Bagi Pekerja Migran Indonesia

1 September 2024   12:15 Diperbarui: 2 September 2024   13:26 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar akun Tikto @saiful_mashud

Baru-baru ini sedang viral di salah satu media sosial tentang jual beli Job Order. Pada video medsos itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (ASPATAKI) Saiful Mashud mengatakan jika Undang Undang dan Peraturan Perundang Undangan tidak melarang jual beli "Job Order" atau lowongan kerja ke luar negeri bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

"Ini sedang viral adalah, tuduhan overcharging kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) yang menempatkan sektor manufaktur ke Taiwan, padahal Undang Undang No. 18 Tahun 2017, maupun Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2021, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan maupun Peraturan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), sama sekali tidak pernah mengatur larangan jual beli job ke Taiwan," kata Saiful Mashud.

Saiful Mashud seolah ingin menangkis tuduhan jika P3MI menjadi penyebab pemberlakuan biaya penempatan PMI di atas ketentuan pemerintah (overcharging) karena melakukan praktik jual beli job sektor manufaktur ke Taiwan. Jika pun lebih mahal karena ada jual beli Job Order, ya gak masalah, toh Job Order tidak diatur dalam Undang Undang maupun peraturan perundang-undangan. Job order itu tidak dilarang. 

Pertanyaannya benarkah Undang Undang dan Peraturan Perundang-undangan tersebut tidak melarang jual beli job order?

Menurut pendapat penulis, pak Saiful Mashud itu keliru dalam memahami Undang Undang dan Peraturan Perundang-undangan. Memang benar, tidak mengatur larangan jual beli Job Order. Tetapi mengatur biaya penempatan PMI ke luar negeri dengan pendekatan redaksi positif list.  

Mari kita blejetin. Pada bagian keenam yang mengatur tentang pembiayaan, pasal 30 Undang Undang No. 18 Tahun 2017 Tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, berbunyi sebagai berikut:

  • PMI tidak dapat dibebani biaya penempatan.
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai biaya penempatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala BP2MI.

Jadi secara sederhana, dapat dipahami jika semangat dari pasal 30 diatas adalah PMI tidak dapat dibebani biaya penempatan kerja ke luar negeri. Jika pun PMI dibebani, maka biayanya diatur melalui Peraturan Kepala BP2MI.

website BP2MI
website BP2MI

Ada beberapa contoh Peraturan Kepala BP2MI terkait biaya penempatan PMI ke Taiwan, dengan pendekatan redaksi positif list antara lain:

  • Perban No. 9 Tahun 2020 Tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI;
  • Perban No. 1 Tahun 2021 Tentang Perubahan Perban No. 9 Tahun 2020 Tentang Pembebasan Biaya Penempatan PMI;
  • Keputusan Kepala BP2MI No. 101 Tahun 2022 Tentang Pembiayaan Penempatan PMI Yang ditempatkan oleh P3MI ke Taiwan Pada Pemberi Kerja Berbadan Hukum (27 April 2022);
  • Keputusan Kepala BP2MI No. 785 Tahun 2022 Tentang Biaya Penempatan PMI Yang ditempatkan oleh P3MI kepada Pemberi Kerja Berbadan Hukum di Taiwan (1 November 2022).

Jadi BP2MI itu mengatur biaya penempatan dengan pendekatan redaksi positif list. Yaitu memasukkan semua daftar komponen biaya penempatan yang diaturnya saja. Di luar komponen biaya yang diatur, artinya dilarang.

Kebalikannya adalah model negatif list. Yang dimasukkan dalam aturan itu hanya daftar yang dilarang saja, di luar tersebut artinya boleh. Contohnya, Kepmenaker No.260/2015 Tentang Penghentian dan Pelarangan Penempatan TKI pada Pengguna Perseorangan di 19 Negara-negara Kawasan Timur Tengah. Artinya, selain 19 negara yang ada dalam daftar aturan tersebut berarti voleh. Jelas kan ya?

Oke, sekarang komponen biaya apa saja yang dimasukkan aturan BP2MI tersebut?

  • Paspor Rp350.000;
  • Kepesertaan BPJS PMI Rp532.000;
  • Surat Keterangan Sehat Rp50.000;
  • Pemeriksaan (kesehatan) wajib Rp670.000;
  • Pemeriksaan psikologi Rp250.000
  • Pemeriksaan (kesehatan) tambahan (Salmonella dan shigella Rp100.000, Antibodi MR Rp200.000, Vaksin MR Rp250.000, Vaksin Meningitis Rp250.000)
  • Tiket (pesawat) keberangkatan Rp5.000.000;
  • Transportasi lokal (Pulau Jawa Rp500.000, Luar Jawa Rp2.000.000);
  • Visa kerja Rp 940.000;
  • Jasa P3MI Rp13.130.000;
  • Akomodasi Rp3.000.000;
  • Surat Keterangan Catatan Kepolisian Rp30.000;
  • Biaya pelatihan Rp7.740.000;
  • Biaya Uji Kompetensi Rp500.000

Jadi, total biaya penempatan PMI dari Pulai Jawa Rp33.492.000 dan Luar Jawa Rp34.992.000. Itupun dengan catatan sebagai berikut:

  • Diktum kedua. Dalam hal Pemberi Kerja menanggung beberapa atau seluruh komponen biaya penempatan sebagaimana dimaksud dalam Diktum Kesatu maka PMI tidak dapat dibebani komponen biaya penempatan dimaksud.
  • Diktum ketiga. Komponen dan besaran pembiayaan penempatan PMI sebagaimana dimaksud dalam Diktum kesatu merupakan batasan jumlah tertinggi.

Dari daftar kompenen biaya yang diatur tersebut di atas, jelas sekali bahwa jual beli job tidak masuk dalam dalam daftar komponen biaya penempatan. Jika jual beli job tidak masuk dalam daftar kompenen biaya penempatan maka jual beli job itu dilarang atau tidak diperbolehkan oleh Undang Undang dan Peraturan Perundang-undangan.

Jadi jika ada pembaca yang dibebani biaya penempatan kerja ke perusahaan di Taiwan di atas ketentuan BP2MI, itu jelas sudah overcharging. Pelanggar overcharging dapat dikenakan sanksi.

Dalam hal biaya penempatan, sebenarnya ada kewajiban pemerintah dalam menyosialisakikan berbagai jenis informasi diantaranya adalah biaya penempatan. Ini diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 59/2021 Tentang Pelaksanaan Penempatan PMI. Pada Bab kedua, Bagian pertama, Pelindungan sebelum bekerja, Pasal 4 huruf (e) mengatur pelindungan teknis berupa pemberian informasi tentang biaya penempatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Apakah ini disosialisaikan? Pembaca bisa menilai sendiri.

Dengan demikian jelaslah sudah, jika pemahaman Ketua Umum ASPATAKI Saiful Mashud itu tidak benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun