Pada suatu hari di kisahkan di sebuah desa sederhana yang dikelilingi oleh perkampungan, tinggallah seorang ibu hamil bernama Luna. Ia tengah mengandung anak tunggalnya dan merasa sangat bahagia. Namun juga gelisah karena ia tengah mengalami rasa ngidam menghantui yang tak biasa. Ibu hamil yang lain mungkin mengidam makanan pedas atau asin, namun ibu Luna justru mengidam sesuatu yang unik, yaitu: kue putu.
Ibu Luna sudah mencoba mencari dan mengelilingi sekitar desa untuk mencari kue putu di desanya, namun sayangnya tidak menemukan tukang kue putu dan di desa tersebut tidak ada yang tahu cara membuatnya. Sang suami, Bara, yang sangat menyayangi dan perhatian terhadap istri tercintanya, tak bisa membantu dan berbuat banyak, karena ia tidak menemukan di desa tersebut yang menjual kue putu dan ia sendiri tidak tahu cara membuat kue putu. Meskipun begitu, Bara bertekat akan melakukan apapun untuk membuat sang istri mendapatkan apa yang istrinya idamkan.
Suatu pagi, Bara memutuskan untuk pergi ke kota terdekat dengan desanya, di mana ia berharap bisa menemukan tukang kue putu yang diidam-idamkan oleh istrinya. Setelah berjalan cukup lama, ia tiba di pasar tradisional yang ramai. Ia bertanya-tanya apakah ada penjual kue putu di pasar tersebut.
Dan hasilnya ternyata keberuntungan sedang berpihak padanya. Ia menemukan seorang bapak penjual kue putu yang sudah lama berjualan di pasar tersebut. Bara dengan penuh harap bertanya kepada bapak itu, "Maaf, pak. Apakah bapak menjual kue putu?"
Bapak itu tersenyum ramah, "Tentu saja, Nak. Tetapi kue putu bapak biasanya sudah  habis pada pagi hari. Jika kamu ingin, kamu bisa memesannya dan datang besok pagi untuk mengambilnya." Jawab bapak tukang kue putu tersebut.
Bara merasa senang mendengar jawaban tersebut. Kemudian ia langsung memesan beberapa kue putu untuk istrinya yang sedang di landa ngidam kue putu. Setelah berbicara dengan bapak penjual kue putu, Bara pun memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar pasar, berharap bisa menemukan hadiah sederhana lainnya untuk sang istri untuk menghiburnya.
Ke esokan harinya pada waktu pagi Bara mengambil pesanan kue putu yang telah di pesannya, di rumah, Luna sang istri merasa gelisah karena sang suami belum kembali. Ia memandangi perutnya yang semakin membesar dan berharap suaminya membawa pulang kue putu yang di inginkannya dan di idamkan itu. Waktu terus berlalu, dan Bara akhirnya tiba di rumah, membawa beberapa kue putu dan sekotak hadiah sederhana lainnya.
Luna sebagai istri sangat terharu dan bahagia melihat apa yang dibawa oleh suaminya. "Terima kasih banyak, sayangku. Kamu sungguh membuat apa yang aku idamkan terwujud," ucap Istrinya dengan bahagia dan dengan wajah sumringgah.
Mereka berdua duduk bersama, menikmati kue putu sambil bercerita tentang hari-hari yang telah mereka lewati bersama. Kue putu itu rasanya begitu lezat dan manis, dan menikmati waktu kebahagiaan mereka berdua tempo itu.
Sejak kejadian itu, Bara sering pergi ke pasar untuk membeli kue putu kesukaan istrinya jika istrinya menginginkan kue putu tersebut. Ia juga mempelajari cara membuat kue putu dari bapak penjual kue putu itu, sehingga ia bisa memasaknya sendiri untuk sang istri. Keinginan untuk melihat senyum bahagia di wajah istrinya membuat Bara sebagai suami berusaha sebaik mungkin memenuhi ngidam istrinya.
Kisah tentang ngidam kue putu ini pun menjadi cerita yang dikenang oleh warga desa. Mereka sering tertawa dan tersenyum saat mengingat kejadian bagaimana Bara berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memenuhi ngidam istrinya. Kisah ini menjadi kisah yang unik tentang cinta dan dedikasi yang tulus dalam hubungan berkeluarga.