Mohon tunggu...
Khairul Anwar
Khairul Anwar Mohon Tunggu... Human Resources - Learning and Development Specialist

Blog ini sarana latihan semata, karena menulis seperti naik sepeda: tak perlu bakat melainkan latihan yang tekun dan terus menerus.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Narasi Ilmiah Vs Narasi "Azab" Penyebab Bencana Alam Tahun 2018

30 Desember 2018   20:13 Diperbarui: 30 Desember 2018   20:18 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tsunami Selat Sunda yang melanda Banten dan Lampung adalah satu dari sekian banyak bencana yang terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2018. Menurut data yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Benana (BNPB), hingga September 2018, telah terjadi 1.999 kejadian bencana alam. Bencana yang paling banyak terjadi adalah bencana hidrometeoroogi seperti banjir dan puting beliung.

Selain tsunami yang terjadi di Banten dan Lampung, dua bencana yang terbesar di tahun 2018 adalah gempa di Nusa Tengara Barat (NTB) serta gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah.

Gempa di Nusa Tenggara Barat terjadi pada 29 Juli 2018. Akibat gempa  berkekuatan 6,4 SR tersebut, 564 orang meninggal dunia, 1.886 orang luka-luka, 11.510 orang mengungsi, dan mengakibatkan kerusakan serta kerugian  yang ditaksir mencapai Rp. 18,47 triliun. Pergeseran Sesar Naik Flores  (Flores Back Arc Thrust). Dalam kurun Juli hingga Agustus 2018, pergeseran sesar tersebut menyebabkan sejumlah gempa besar bekekuatan 6,4; 7,0; 6;3; dan 5,9 yang menimpa Lombok dan sekitarnya.

Belum sembuh luka warga Lombok,, gempa berkekuatan 7,7 SR menggoyang Kota Palu dan Kabupaten Donggala di Sulawesi Tengah  pada Jumat, 28 September 2018. Gempa itu juga mengakibatkan tsunami di pantai Palu yang mencapai1,5 meter. Gempa itu juga menyebabkan likuifaksi (pencairan tanah) di sejumlah wilayah Kabupaten Sigi. Menurut data BNPB, sebanyak 2.113 orang meninggal dan 4.612 luka-luka akibat gempa Palu-Donggala. Gempa tersebut dipicu pergerakan Seras Mendatar (strike-slip fault) Palu-Koro yang sifat geraknya mengiri (sinistral).

Bencana besar kembali menimpa Indonesia di penghujung tahun 2018, tepatnya pada 22 Desember 2018.  Daerah pesisir Banten dan Lampung dihantam gelombang tsunami  setinggi 2 meter yang diakibatkan aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau. Aktivitas erupsi tersebut mengakibatkan 64 hektar bagian tubuh Gunung Anak Krakatau longsor sehingga tejadilah longsor bawah laut yang bersamaan dengan gelombang tinggi akibat faktor cuaca sehinggamengakibatkan gelombang tsunami. Hingga 29 Desember 2018, BNPB mencatat 431 orang meninggal dunia, 15 orang masih dinyatakan hilang, 7.200 orang terluka dan 46.646 orang terpaksa mengungsi.

Meskipun sudah banyak ilmuwan yang menjelaskan penyebab bencana yang terjadi secara ilmiah. Namun sebagian masyarakat mengaitkannya dengan persoalan politik, agama, dan kondisi masyarakat yang tidakada hubungannya dengan gempa atau pun tsunami.

Dalam kasus gempa Lombok, dukungan mantan gubernur Nusa Tenggara Barat, Muhammad Zainul Majdi, kepada Joko Widodo dianggap oleh sejumlah pihak menjadi penyebab bencan. Hal-hal semacam itu dapat ditemukan di kolom komentar unggahan Instagram Zainul bertanggal 29 Juli 2018.

"Telah mulai nampak sedikit cobaan mungkin pertanda jeritan alam akibat pemimpin suatu negeri zalim. Ingatlah dan renungkan apa kesilapan yang pernah diperbuat kalau tidak mau didatangkan musibah yang lebih dahsyat lagi. Mohon sabar kepada saudaraku yang disana semoga dapat hikmah dibaliknya. #2019gantipresiden."

"6.4 SR mungkin masih dianggap kecil oleh sebagian pecinta TGB (red: Tuan Guru Bajang, gelar untuk Muhammad Zainul Majdi). Bisa jadi 8,9 SR adalah guncangan hebat di hati mereka para pecinta TGB setelah mereka tahu sosok yang dicintai itu berbelok arah politiknya (kecewa). Jadikan ini sebuah pelakaran untuk semuanya dan ambil hikmah terbaik. Turut berduka atas musibah ini (musibah alam & musibah politik) salam santun!!! #2019gantipresiden"

"Tidakkah kau sadar wahai TGB itu musibah sebagai teguran atas keputusanmu untuk mendukung orang-orang munafik."

Dalam kasus gempa dan tsunami Sulawesi Tengah, Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Zanid Hamidi menyebut bahwa gempa dan tsunami yang  menimpa Palu dan Donggala diakibatkan maraknya Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT).

"Seluruh daerah hancur, ini merupakan hukuman dari Allah, Malaysia dapat menghindari 'hukuman' serupa dari Allah jika kita menolak LGBT" kata Ahmad, dikutip dari The Star, 24 Oktober 2018.

Sejumlah mahasiswi gerakan anti-LGBT di Kota Palu  menyatakan perilaku lesbian, gay, biseksual dan transgender di Kota Palu telah telah meningkat tajam. 

Menurut mereka para pelaku LGBT sudah tidak malu lagi memperlihatkan perilakunya di tempat umum bahkan mulai merekrut orang lain untuk bergabung dalam komunitas LGBT di Kota Palu. Salah satu grup LGBT yang banyak pengikutnya di media sosial ialah grup @gaykotapalu yang kini beranggotakan 1.553 orang anggota.

Sedangkan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Sobri Lubis mengatakan bencana terjadi di Palu dan Donggala setelah Sugi Nur Raharja alias Gus Nur, seorang pemuka agama Islam yang berasal dari Palu, ditetapkan sebagai tersangka pencemaran nama baik.

"Gus Nur tersangka, Palu langsung gempa bumi, dibayar tunai," kata Sobri, dikutip dari Tirto.id

Baru-baru ini, penahanan Habib Bahar bin Smith oleh Polda Jawa Barat ditengarai menjadi penyebab bencana tsunami yang terjadi di pesisir Banten dan Lampung. Habib Bahar ditetapkan sebagai tersangka dugaan penganiayaan terhadap duna anak dibawah umur.

Narasi yang mengaitkan peristiwa tsunami  di pesisir Banten dan Lampung dengan penahanan Habib Bahar marak di media sosial. Seperti yang ditemui di mediasosial Facebook;

"Kebetulan nama habib yang didzolimi penguasa dan kaum munafiqun saat ini adalah Habib Bahar. (Bahar=lautan). Tsunami kecil ini memperingati kita semua."

"Ketika para penerus nabi (ulama, habaib, kyai, ustadz, dll) diperlakukan secara tidak adil dan tidak manusiawi oleh para rezim, maka Allah pun murka. Dan jika Allah sudah murka, maka cepat atau lambat, bala tentara Allah pun akan segara datang. Tengoklah Palu, Donggala, Anyer (Banten). Apakah bisa diprediksi oleh manusia? Bagi saya itu bukan bencana alam, tapi itu merupakan suatu azab dunia supaya manusia itu tersadarkan dan ingat Allah. segeralah mohon ampun kepada Allah, wahai para penguasa negeri, istighfar."

Kegemaran warganet untuk mempolitisasi bencana alam merupakan suatu kemunduran dalam alam berfikir saintifik. Warganet lebih gemar memikirkan cocokologi suatu kejadian bencana dengan situasi politik atau kehidupan sosial masyarakat.

Penjelasan ilmiah penyebab terjadinya suatu bencana yang diterangkan para ilmuwan pun tidak disampaikan dengan cara yang mudah dipahami --atau mungkin memang masyarakatnya yang malas memahami.- Sehingga, alih-alih menimbulkan sikap waspada terhadap bencana, masyarakat lebih gemar mencari hal-hal yang tidak logis untuk menyikapi suatu bencana.

Terlebih di tahun politik, fenomena politisasi bencana alam makin subur karena politisi gagal membangun literasi bagi masyarakat di akar rumput. Bukannya mendahukukan sikap empati yang mendinginkan suasana, politisasi bencana malah membuat situasi bencana semakin gaduh, menyakiti masyarakat korban bencana dan semakin menjauhkan pemahaman masyarakat terhadap bencana.

Rasulullah SAW telah memberikan teladan dalam menyikapi suatu fenomena alam. Suatu hari, masyarakat Arab berkerumun, mereka membincangkan fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu gerhana matahari. Perbincangan masyarakat Arab saat itu, jika terjadi gerhana matahari, maka hal itu sangat berkaitan dengan kematian seorang pembesar. Pasalnya, masa itu juga, putra Rasul, Ibrahim menghadap Allah SWT. Inilah yang menjadikan perbincangan di kalangan masyarakat Arab saat itu semakin mempercayai bahwa mitos tentang gerhana itu benar adanya.

Mendengar desas-desus yang terjadi di kalangan masyarakat Arab saat itu, Rasul kemudian bersabda:

Artinya:"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda (kekuasaan) Allah, keduanya tidak gerhana karena kematian atau lahirnya seseorang, jika kalian melihatnya (gerhana) maka laksanakanlah shalat. (Muttafaq 'alaih)

Hadis ini dijadikan dalil oleh para ulama bahwa fenomena Alam dan bencana yang terjadi, sama sekali tidak ada kaitannya dengan urusan duniawi, termasuk kematian seorang pembesar dalam kasus Rasul pada saat itu, begitu pula dengan urusan politik, khususnya yang terjadi saat ini.

Hal ini ditegaskan juga oleh Ibn Hajar al-Asyqalani dalam kitab Fathul Bari,  bahwa fenomena alam, sama sekali tidak berkaitan dengan urusan apapun terkait duniawi. Fenomena alam yang terjadi adalah bentuk kebesaran Allah, yang harus diikuti dengan ketauhidan dan muhasabah diri.

Hendaknya suatu fenomena alam kita sikapi dengan dewasa. Dahulukan empati daripada caci maki. Korban butuh dukungan dan doa, buka ucapan penuh cela.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun